Lima Faedah Surah Al-Fatihah
Surat al-Fatihah menyimpan banyak pelajaran berharga. Surat
yang hanya terdiri dari tujuh ayat ini telah merangkum berbagai prinsip dan
pedoman dalam ajaran Islam. Sebuah surat yang harus dibaca setiap kali
mengerjakan sholat. Di dalam surat ini, Allah ta’ala memperkenalkan diri-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Di dalamnya, Allah mengajarkan kepada mereka tugas
hidup mereka di dunia. Di dalamnya, Allah mengajarkan kepada mereka untuk
bergantung dan berharap kepada-Nya, cinta dan takut kepada-Nya. Di dalamnya,
Allah menunjukkan kepada mereka jalan yang akan mengantarkan mereka menuju
kebahagiaan. Berikut ini kami akan menyajikan petikan faedah dari surat ini
dengan merujuk kepada al-Qur’an, as-Sunnah, serta keterangan para ulama salaf.
Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat untuk yang menyusun maupun yang
membacanya.
Di dalam ayat ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’
terkandung al-Mahabbah/kecintaan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
menjelaskan, “Di dalam ayat tersebut terkandung kecintaan, sebab Allah adalah
Yang memberikan nikmat. Sedangkan Dzat yang memberikan nikmat itu dicintai
sesuai dengan kadar nikmat yang diberikan olehnya.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id
Surah al-Fatihah, hal. 12)
Sebagaimana kita ketahui bahwa kecintaan merupakan penggerak
utama ibadah kepada Allah ta’ala. Karena cintalah seorang hamba mau menundukkan
diri dan menaati perintah dan larangan Allah ta’ala. Sebaliknya, karena sedikit
dan lemahnya kecintaan maka ketundukan dan ketaatan seorang hamba kepada
Rabbnya pun akan semakin menipis. Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Setiap
pemberi kenikmatan maka dia berhak dipuji sesuai dengan kadar kenikmatan yang
dia berikan.
Dan hal ini melahirkan konsekuensi keharusan untuk
mencintainya. Sebab jiwa-jiwa manusia tercipta dalam keadaan mencintai sosok
yang berbuat baik kepadanya. Sementara Allah jalla wa ‘ala adalah Sang pemberi
kebaikan, Sang pemberi kenikmatan dan pemberi keutamaan kepada hamba-hamba-Nya.
Oleh sebab itu hati akan mencintai-Nya karena keutamaan dan kebaikan-Nya,
sebuah kecintaan yang tak tertandingi dengan kecintaan mana pun. Oleh karena
itu, kecintaan merupakan jenis ibadah yang paling agung. Maka alhamdulillahi
Rabbil ‘alamin mengandung -ajaran- kecintaan.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id
Surah al-Fatihah, hal. 12)
Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ
اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Di
antara manusia, ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sesembahan
tandingan. Mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah.
Sedangkan orang-orang yang beriman lebih dalam kecintaannya kepada Allah.” (QS. al-Baqarah: 165)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah
memberitakan bahwa barangsiapa yang mencintai selain Allah sebagaimana
kecintaannya kepada Allah ta’ala maka dia tergolong orang yang menjadikan
selain Allah sebagai sekutu. Ini merupakan persekutuan dalam hal kecintaan,
bukan dalam hal penciptaan maupun rububiyah, sebab tidak ada seorang pun di
antara penduduk dunia ini yang menetapkan sekutu dalam hal rububiyah ini,
berbeda dengan sekutu dalam hal kecintaan, maka sebenarnya mayoritas penduduk
dunia ini telah menjadikan selain Allah sebagai sekutu dalam hal cinta dan
pengagungan.” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 20)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ
إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada
tiga perkara, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan mendapatkan manisnya
iman. Yaitu apabila Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripa selain
keduanya. Apabila dia mencintai orang tidak lain karena kecintaannya kepada
Allah. Dan dia membenci kembali ke dalam kekafiran sebagaimana orang yang tidak
senang untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu)
Oleh sebab itu jalinan kecintaan karena selain Allah akan
musnah, sedangkan kecintaan yang dibangun di atas ketaatan dan kecintaan
kepada-Nya akan tetap kekal hingga hari kemudian. Allah ta’ala berfirman,
الْأَخِلَّاءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Pada
hari itu orang-orang yang saling berkasih sayang akan saling memusuhi satu
dengan yang lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67)
Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Tidak tersisa selain
kecintaan sesama orang-orang yang bertakwa, karena ia dibangun di atas landasan
yang benar, ia akan tetap kekal di dunia dan di akhirat. Adapun kecintaan
antara orang-orang kafir dan musyrik, maka ia akan terputus dan berubah menjadi
permusuhan.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 15)
Allah ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ
يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ
الرَّسُولِ سَبِيلًا يَا وَيْلَتَا لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا
خَلِيلًا لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ
الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا
“Dan
ingatlah pada hari kiamat itu nanti orang yang gemar melakukan kezaliman akan
menggigit kedua tangannya dan mengatakan, ‘Aduhai alangkah baik seandainya
dahulu aku mengambil jalan mengikuti rasul itu. Aduhai sungguh celaka diriku,
andai saja dulu aku tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman dekatku.
Sungguh dia telah menyesatkanku dari peringatan itu (al-Qur’an) setelah
peringatan itu datang kepadaku.’ Dan memang syaitan itu tidak mau
memberikan pertolongan kepada manusia.” (QS. al-Furqan: 27-29)
Faedah
Kedua: Kewajiban untuk berharap kepada Allah
Di dalam ayat ‘ar-Rahman ar-Rahim’ terkandung
roja’/harapan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan,
“Di dalam ayat tersebut terkandung roja’.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah
al-Fatihah, hal. 18). Harapan merupakan energi yang akan memacu seorang
insan. Dengan masih adanya harapan di dalam dirinya, maka ia akan bergerak dan
melangkah, berjuang dan berkorban. Dia akan berdoa dan terus berdoa kepada
Rabbnya. Demikianlah karakter hamba-hamba pilihan. Allah ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ
مَحْذُورًا
“Mereka
itu -sosok orang salih yang disembah oleh orang musyrik- justru mencari jalan
untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah; siapakah di antara mereka yang lebih
dekat dengan-Nya, mereka mengharapkan rahmat-Nya dan merasa takut dari
siksa-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu harus senantiasa ditakuti.” (QS. al-Israa': 57)
Allah ta’ala berfirman,
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Rabb
kalian berfirman; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan
permintaan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
beribadah kepada-Ku maka mereka akan masuk ke dalam Neraka dalam keadaan hina
dina.” (QS.
Ghafir: 60)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ
لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا
يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ
“Apabila
salah seorang di antara kalian berdoa maka janganlah dia mengatakan, ‘Ya Allah,
ampunilah aku jika Kamu mau’ tetapi hendaknya dia bersungguh-sungguh dalam
memintanya dan memperbesar harapan, sebab Allah tidak merasa berat terhadap apa
pun yang akan diberikan oleh-Nya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
لَمْ يَسْأَلْ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْه
“Barangsiapa
yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
dihasankan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Tirmidzi [3373])
Harapan bukanlah angan-angan kosong, namun ia merupakan
perbuatan hati yang mendorong pemiliknya untuk berusaha dan bersungguh-sungguh
dalam mencapai keinginannya. Karena harapan itulah maka dia tetap tegar di atas
keimanan, rela untuk meninggalkan apa yang disukainya demi mendapatkan
keridhaan Allah, dan dia akan rela mengerahkan segala daya dan kekuatannya di
jalan Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, mereka
itulah orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
(QS. al-Baqarah: 218)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Ketahuilah, sesungguhnya harapan yang terpuji tidaklah ada kecuali bagi orang
yang beramal dengan ketaatan kepada Allah dan mengharapkan pahala atasnya, atau
orang yang bertaubat dari kemaksiatannya dan mengharapkan taubatnya diterima.
Adapun harapan semata yang tidak diiringi dengan amalan, maka itu adalah
ghurur/ketertipuan dan angan-angan yang tercela.” (Syarh Tsalatsat Ushul,
hal. 58)
Faedah
Ketiga: Kewajiban untuk takut kepada Allah
Di dalam ayat ‘Maaliki yaumid diin’ terkandung ajaran
untuk merasa takut kepada hukuman Allah. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
berkata, “Di dalamnya terkandung khauf/rasa takut.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id
Surah al-Fatihah,
hal. 18). Dengan adanya rasa takut inilah, seorang hamba akan menahan diri dari
melanggar aturan-aturan Allah ta’ala. Dengan adanya rasa takut inilah, seorang
hamba akan rela meninggalkan sesuatu yang disukainya karena takut terjerumus
dalam larangan dan kemurkaan-Nya. Sebab pada hari kiamat nanti manusia akan
mendapatkan balasan atas amal-amalnya di dunia. Barangsiapa yang amalnya baik,
maka baik pula balasannya Dan barangsiapa yang amalnya buruk, maka buruk pula
balasannya.
Allah ta’ala berfirman,
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ
الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Adapun
orang yang merasa takut kepada kedudukan Rabbnya dan menahan diri dari
memperturutkan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat
tinggalnya.”
(QS. an-Nazi’at: 40-41)
Di hari kiamat nanti, semua orang akan tunduk di bawah
kekuasaan-Nya. Tidak ada seorang pun yang berani dan mampu untuk menentang
titah-Nya. Ketika itu langit dan bumi akan dilipat. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يَطْوِي
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ
بِيَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ
الْمُتَكَبِّرُونَ ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا
الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ
“Allah
‘azza wa jalla akan melipat langit pada hari kiamat nanti kemudian Allah akan
mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, lalu Allah berfirman; ‘Akulah Sang raja,
di manakah orang-orang yang bengis, di manakah orang-orang yang suka
menyombongkan dirinya.’ Kemudian Allah melipat bumi dengan tangan kirinya, kemudian
Allah berfirman; ‘Aku lah Sang Raja, di manakah orang-orang yang bengis, di
manakah orang-orang yang suka menyombongkan diri.’.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma).
Di hari kiamat nanti, harta dan keturunan tidak ada gunanya,
kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Allah
ta’ala berfirman,
يَوْمَ
لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ
سَلِيمٍ وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ وَبُرِّزَتِ
الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ
“Pada
hari itu tidak berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang yang datang
kepada Allah dengan hati yang bersih, dan surga itu akan didekatkan kepada
orang-orang yang bertakwa, dan akan ditampakkanlah dengan jelas neraka itu
kepada orang-orang yang sesat.” (QS. as-Syu’ara': 88-91)
Suatu hari ketika kegoncangan di hari itu sangatlah dahsyat,
sampai-sampai seorang ibu melalaikan bayi yang disusuinya dan setiap janin akan
gugur dari kandungan ibunya. Allah ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ
عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ
وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ
بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ
“Hai
umat manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian, sesungguhnya kegoncangan hari
kiamat itu adalah kejadian yang sangat besar. Ingatlah, pada hari itu ketika
kamu melihatnya, setiap ibu yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang
disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan mengalami keguguran
kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal
sesuangguhnya mereka tidak sedang mabuk, namun ketika itu adzab Allah sangatlah
keras.” (QS.
al-Hajj: 1-2)
Khauf kepada Allah semata merupakan bukti jujurnya keimanan
seorang hamba. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا
ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya
itu hanyalah syaitan yang menakut-nakuti para walinya, maka janganlah kalian
takut kepada mereka, akan tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalin
benar-benar beriman.”
(QS. Ali Imran: 175)
Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Apabila ketiga perkara
ini terkumpul: cinta, harap, dan takut, maka itulah asas tegaknya aqidah.” (Syarh
Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18).
Ketiga hal di atas –mahabbah, raja’ dan khauf–
merupakan pondasi aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karena itu para ulama
kita mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta
saja maka dia adalah seorang Zindiq. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya
dengan rasa takut semata, maka dia adalah seorang Haruri/penganut aliran
Khawarij. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan rasa harap semata,
maka dia adalah seorang Murji’ah. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan
cinta, takut, dan harap maka dia adalah seorang mukmin muwahhid.” (Syarh
Aqidah at-Thahawiyah tahqiq Ahmad Syakir [2/275] as-Syamilah).
Faedah
Keempat: Kewajiban untuk mentauhidkan Allah
Di dalam ayat ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’
terkandung ajaran untuk mentauhidkan Allah ta’ala. Syaikh as-Sa’di rahimahullah
menjelaskan kandungan ayat ini, “Maknanya adalah: Kami mengkhususkan ibadah dan
isti’anah hanya untuk-Mu…” (Taisir al-Karim ar-Rahman [1/28]).
Inilah hakikat ajaran Islam yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah kepada
Allah semata. Karena tujuan itulah Allah menciptakan jin dan manusia. Untuk
mendakwahkan itulah Allah mengutus para nabi dan rasul kepada umat manusia.
Dengan ibadah yang ikhlas itulah seorang hamba akan bisa menjadi sosok yang
bertakwa dan mulia di sisi-Nya. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)
Allah ta’ala berfirman,
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Tidaklah
Kami mengutus sebelum seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa
tidak ada sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya': 25)
Allah ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
umat manusia, sembahlah Rabb kalian, yaitu yang telah menciptakan kalian dan
orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian menjadi bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 13)
Maka barangsiapa yang menujukan salah satu bentuk ibadah
kepada selain Allah sungguh dia telah terjerumus dalam kemusyrikan. Sebagaimana
kita meyakini bahwa Allah satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini, yang
menghidupkan dan mematikan, yang menguasai dan mengatur alam ini, maka sudah
seharusnya kita pun menujukan segala bentuk ibadah kita yang dibangun di atas
rasa cinta, harap, dan takut itu hanya kepada Allah semata.
Faedah
Kelima: Kewajiban untuk bertawakal kepada-Nya
Hal ini terkandung di dalam potongan ayat ‘wa iyyaka
nasta’in’. Karena kita meyakini bahwa tidak ada yang menguasai kemanfaatan
dan kemadharatan kecuali Allah, tidak ada yang mengatur segala sesuatu kecuali
Dia, maka semestinya kita pun bergantung dan berharap hanya kepada-Nya. Kita
tidak boleh meminta pertolongan dalam perkara-perkara yang hanya dikuasai oleh
Allah kepada selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpesan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
يَا
غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ
يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ
لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا
بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ
الصُّحُفُ
“Hai
anak muda, aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Jagalah Allah,
niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan menemukan-Nya di
hadapanmu. Apabila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu
meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketauhilah,
seandainya seluruh manusia bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu
maka mereka tidak akan memberikan manfaat itu kepadamu kecuali sebatas apa yang
Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka bersatu padu untuk memudharatkan
dirimu dengan sesuatu maka mereka tidak akan bisa menimpakan mudharat itu
kecuali sebatas apa yang Allah tetapkan menimpamu. Pena telah diangkat dan
lembaran takdir telah mengering.” (HR. Tirmidzi, dia berkata; hasan sahih, disahihkan oleh
al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [2516])
Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا
يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan berikan baginya jalan keluar dan
akan memberikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah pasti mencukupinya.” (QS. at-Thalaq: 2-3)
Orang-orang yang beriman adalah orang yang bertawakal kepada
Allah semata. Allah ta’ala berfirman,
وَعَلَى
اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hanya
kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang
yang beriman.”
(QS. al-Maa’idah: 23)
Apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka.
Allah ta’ala juga berfirman,
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama
Allah maka hati mereka menjadi takut/bergetar, dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya
bertawakal kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan
menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah
orang-orang mukmin yang sejati, mereka akan mendapatkan derajat yang berlainan
di sisi Rabb mereka dan ampunan serta rezeki yang mulia.” (QS. al-Anfal: 2-4)
Dengan mengingat Allah maka hati mereka menjadi tenang.
Allah ta’ala berfirman,
أَلَا
بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah,
dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.” (QS. ar-Ra’d: 28)
Berbeda halnya dengan orang yang bergantung dan berharap
kepada selain Allah. Hati mereka tenang dan gembira ketika mengingat sesembahan
dan pujaan selain Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,
وَإِذَا
ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِالْآَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Apabila
disebut nama Allah saja maka akan menjadi kesal hati orang-orang yang tidak
beriman dengan hari akhirat itu, sedangkan apabila disebut selain-Nya maka
mereka pun tiba-tiba merasa bergembira.” (QS. az-Zumar: 45)
Karena tawakal pula seorang hamba akan bisa masuk ke dalam
surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ هُمْ الَّذِينَ لَا
يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Akan
masuk surga tujuh puluh ribu orang di antara umatku tanpa hisab, mereka itu
adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak mempunyai anggapan
sial/tathayyur, dan hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dari Abdullah bin
Abbas radhiyallahu’anhuma).
Semoga Bermamfaat, Shukran
Jazakallah Khairan@
0 Response to "Lima Faedah Surah Al-Fatihah"
Post a Comment