Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 1-8
Surah Az Zumar (Rombongan-Rombongan)
Surah ke-39. 74 ayat. Makkiyyah
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Ayat 1-5: Pengukuhan terhadap
turunnya Al Qur’an, ikhlas dalam beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
dan penunjukkan terhadap keesaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari alam semesta
yang menakjubkan ini.
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ
اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (١) إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ
بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (٢) أَلا لِلَّهِ الدِّينُ
الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ
إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ
فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ
كَفَّارٌ (٣) لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا لاصْطَفَى مِمَّا
يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ سُبْحَانَهُ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (٤) خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ
وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ
يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى أَلا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ (٥)
Tafsir Surat Az Zumar Ayat 1-5
1. [1]Kitab (Al Quran) ini diturunkan oleh
Allah Yang Mahamulia lagi Mahabijaksana.
2. [2]Sesunguhnya Kami menurunkan kitab (Al
Quran) kepadamu (Muhammad) dengan (membawa) kebenaran[3]. [4]Maka sembahlah Allah dengan tulus
ikhlas beragama kepada-Nya[5].
3. Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari
syirk)[6]. [7]Dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Dia[8] (berkata), "Kami tidak
menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya[9].” Sungguh, Allah akan memberi
putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan[10]. Sungguh, Allah tidak memberi
petunjuk[11] kepada pendusta[12] dan orang yang sangat ingkar[13].
4. Sekiranya Allah hendak mengambil anak[14], tentu Dia akan memilih apa yang
Dia kehendaki dari apa yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci Dia[15]. Dialah Allah Yang Maha Esa[16] lagi Mahaperkasa[17].
5. Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan)
yang benar[18]; Dia memasukkan malam atas siang
dan memasukkan siang atas malam[19] dan menundukkan matahari dan bulan[20], masing-masing berjalan sampai
waktu yang ditentukan[21]. Ingatlah! Dialah Yang Mahaperkasa[22] lagi Maha Pengampun[23].
Ayat 6-8: Dalil terhadap keesaan
Allah
Subhaanahu wa Ta'aala dalam penciptaan manusia, Allah Subhaanahu wa Ta'aala
Mahakaya tidak butuh kepada hamba-hamba-Nya, dan menerangkan sikap manusia
ketika senang dan ketika menderita.
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ الأنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ
يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي
ظُلُمَاتٍ ثَلاثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ
فَأَنَّى تُصْرَفُونَ (٦) إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا
يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلا تَزِرُ
وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٧) وَإِذَا مَسَّ
الإنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً
مِنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ
أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلا إِنَّكَ
مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ (٨)
Tafsir Surat Az Zumar Ayat 6-8
6. [24]Dia menciptakan kamu[25] dari diri yang satu (Adam) kemudian
darinya Dia jadikan pasangannya[26] dan Dia menurunkan delapan pasang
hewan ternak[27] untukmu. [28]Dia menjadikan kamu dalam perut
ibumu kejadian demi kejadian[29] dalam tiga kegelapan[30]. Yang (berbuat) demikian itu[31] adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan
yang memiliki kerajaan. [32]Tidak ada tuhan yang berhak disembah
selain Dia; maka mengapa kamu dapat dipalingkan[33]?
7. Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya
Allah tidak memerlukan (iman)mu[34] dan Dia tidak meridhai kekafiran
hamba-hamba-Nya[35]. Jika kamu bersyukur[36], Dia meridhai kesyukuranmu itu[37]. [38]Seseorang yang berdosa tidak memikul
dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu[39] lalu Dia beritakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan[40]. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa
yang tersimpan dalam (dada)mu[41].
8. [42]Dan apabila manusia ditimpa bencana,
Dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali (taat) kepada-Nya;
tetapi apabila Dia memberikan nikmat kepadanya dia lupa (akan bencana) yang
pernah dia berdoa kepada Allah sebelum itu, dan diadakannya sekutu-sekutu bagi
Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah[43], "Bersenang-senanglah kamu
dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu. Sungguh, kamu termasuk penghuni
neraka[44].”
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memberitahukan tentang keagungan Al Qur’an, keagungan Tuhan yang berfirman dan
yang menurunkannya, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla, dan bahwa Al Qur’an turun dari
Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, yang berhak disembah oleh seluruh
makhluk karena keagungan dan kesempurnaan-Nya, dan karena keperkasaan-Nya yang
dengannya Dia tundukkan semua makhluk, dan Dia juga Mahabijaksana baik dalam
menciptakan maupun memerintahkan.
Al Qur’an turun dari Tuhan yang
seperti itu sifat-Nya. Al Qur’an adalah firman-Nya, dan berfirman adalah salah
satu sifat-Nya, sedangkan sifat mengikuti yang disifati. Oleh karena Allah
Subhaanahu wa Ta'aala Mahasempurna dari segala sisi, di mana tidak ada yang
sebanding dengan-Nya, maka firman-Nya pun sempurna dari segala sisi dan tidak
ada bandingannya. Ini saja sebenarnya sudah cukup dalam menyifatkan Al Qur’an
dan menunjukkan kedudukannya.
[2] Di samping keadaan Al Qur’an
seperti yang sudah dijelaskan, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menambahkan
penjelasan tentang kesempurnaannya dengan menyebutkan orang yang diturunkan Al
Quran kepadanya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana Beliau
adalah manusia yang paling mulia, sehingga dapat diketahui bahwa Al Quran
adalah sebaik-baik kitab, ditambah lagi dengan turunnya yang membawa kebenaran.
[3] Al Qur’an turun dengan membawa
kebenaran, sehingga tidak perlu diragukan lagi untuk mengeluarkan manusia dari
kegelapan kepada cahaya, isinya benar, berita-beritanya benar dan
hukum-hukumnya adil, maka semua yang ditunjukkannya adalah kebenaran yang
paling agung.
[4] Oleh karena Al Qur’an turun dengan
membawa kebenaran untuk membimbing dan mengarahkan manusia, dan turun kepada
manusia yang paling mulia (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), maka
semakin besarlah kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia dan mengharuskan
untuk disyukuri, yaitu dengan memurnikan ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu
wa Ta'aala saja sebagaimana diterangkan dalam ayat di atas.
[5] Yakni dengan tidak berbuat syirk (menyembah
selain Allah) dan mengerjakan ibadah baik yang terdiri dari syariat yang tampak
(yang terkait dengan anggota badan) maupun syariat yang tersembunyi (terkait
dengan hati) dengan ikhlas karena mengharapkan wajah-Nya.
[6] Ayat ini merupakan taqrir
(penguatan) perintah untuk berbuat ikhlas (beribadah hanya kepada Allah dan
ikhlas dalam menjalankannya), sekaligus untuk menerangkan bahwa Allah
Subhaanahu wa Ta'aala sebagaimana Dia memiliki semua kesempurnaan dan karunia
atas hamba-hamba-Nya, maka milik-Nya pula agama yang bersih dari campuran
syirk. Agama yang bersih dari syirk itulah agama yang diridhai-Nya bagi Diri-Nya
dan bagi makhluk pilihan-Nya, dan Dia memerintahkan manusia untuk memeluknya.
Hal itu karena agama tersebut
mengandung peribadatan kepada Allah, mencintai-Nya, takut dan berharap
kepada-Nya, serta kembali kepada-Nya dalam beribadah dan kembali kepada-Nya untuk
mencapai segala kebutuhan hamba. Agama tersebut adalah agama Islam yang
memerintahkan tauhid dan menjauhi syirk. Agama Islam inilah yang memperbaiki
lahir dan batin manusia, bukan agama syirk yang Allah berlepas darinya. Adapun
agama syirk, apa pun nama agamanya maka ia merusak lahir dan batin manusia,
merusak kehidupan dunia dan akhiratnya dan membuatnya sengsara.
[7] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memerintahkan tauhid dan berbuat ikhlas, maka Dia melarang syirk dan
memberitahukan tercelanya orang-orang yang berbuat syirk.
[9] Maksud mereka adalah agar
patung-patung dan berhala yang mereka sembah itu mengangkat kebutuhan mereka
kepada Allah dan menjadi perantara antara mereka dengan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala. Mereka menyamakan antara Allah dengan raja-raja di dunia, di mana
raja-raja di dunia memiliki perantara yang mengantarkan permohonan rakyat
kepada rajanya. Penyamaan ini adalah qiyas yang paling fasid (rusak), karena
menyamakan antara Pencipta dengan makhluk yang berbeda jauh keadaannya baik
secara akal, dalil maupun fitrah.
Jika kita perhatikan, para raja di
dunia butuh perantara antara mereka dengan rakyatnya karena mereka (para raja)
tidak mengetahui keadaan rakyatnya yang datang, sehingga perlu perantara yang
memberitahukan keadaan rakyat yang datang itu. Demikian pula terkadang dalam
hati mereka (para raja) tidak ada rasa kasihan kepada orang yang butuh,
sehingga orang yang butuh itu mencari perantara yang berusaha melunakkan hati
raja.
Adapun Allah Subhaanahu wa Ta'aala,
maka pengetahuan-Nya meliputi yang tampak maupun yang tersembunyi, tidak butuh
diadakan makhluk yang memberitahukan keadaan hamba-Nya, dan Dia juga Yang
Paling Penyayang dan Paling Pemurah, tidak butuh mengadakan makhluk yang
menjadi penyayang hamba-hamba-Nya, bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala lebih
sayang kepada mereka daripada diri mereka dan ibu-bapak mereka. Dia pula yang
mendorong dan mengajak mereka mendatangi sebab-sebab untuk memperoleh
rahmat-Nya, dan Dia menginginkan hal yang terbaik untuk mereka.
Dia Mahakaya dan tidak membutuhkan
makhluk-Nya, bahkan kalau seandainya semua makhluk berkumpul di tanah yang
lapang, lalu meminta keperluan mereka kepada-Nya, kemudian Dia memberikan
masing-masingnya kebutuhan mereka, maka tidaklah berkurang apa yang ada di
sisi-Nya kecuali sebagaimana jarum yang dicelupkan ke lautan kemudian diangkat,
di mana hal ini menunjukkan tidak berkurang sedikit pun, padahal Dia senantiasa
memberi dan terus memberi dari sejak Dia menciptakan langit dan bumi. Di
samping itu, makhluk yang diberi izin memberi syafaat sangat takut kepada-Nya,
sehingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kecuali dengan
izin-Nya, dan lagi semua syafaat milik-Nya.
Berdasarkan perbedaan ini dapat
diketahui kebodohan kaum musyrik dan beraninya mereka kepada Allah Subhaanahu
wa Ta'aala. Dari sini pun kita mengetahui hikmah mengapa Allah Subhaanahu wa
Ta'aala tidak mengampuni dosa syirk, yaitu karena di dalamnya terdapat
pencacatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Oleh karena itu, pada lanjutan
ayatnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman akan memberikan keputusan antara
dua golongan yang berselisih, yaitu antara orang-orang yang berbuat ikhlas
dengan orang-orang musyrik, sekaligus memberikan ancaman keras terhadap kaum
musyrik.
[10] Keputusan-Nya nanti adalah Dia akan
memasukkan orang-orang yang berbuat ikhlas ke dalam surga, sedangkan orang yang
berbuat syirk, maka Allah akan mengharamkan surga baginya dan tempatnya adalah
neraka.
Pendusta dan orang yang ingkar ini
setelah diberi nasehat dan ditunjukkan ayat, namun ia tetap mengingkarinya dan
berdusta, maka bagaimana mungkin orang yang seperti ini akan memperoleh
hidayah, sedangkan dia telah menutup pintunya terhadap dirinya serta mendapat
hukuman Allah dengan dicap hatinya.
[16] Baik zat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya
maupun perbuatan-Nya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
Sekiranya Dia mempunyai anak, tentu anak itu akan sama dalam keesaannya, karena
bagian darinya. Ternyata tidak demikian.
[17] Dia berkuasa terhadap alam semesta,
baik alam bagian atas maupun alam bagian bawah, sekiranya Dia mempunyai anak
tentu anak tersebut tidak akan terkalahkan. Dengan demikian, Allah Maha Esa,
Allah adalah Tuhan yang semua makhluk bergantung kepada-Nya, Dia tidak beranak
dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
[18] Yakni dengan hikmah dan maslahat,
dan agar Dia memerintah dan melarang hamba-hamba-Nya serta memberikan pahala
dan siksa.
[21] Yakni sampai hancurnya dunia ini,
lalu Dia menghancurkan pula perlengkapannya, matahari dan bulan, kemudian
menciptakan kembali makhluk yang telah mati untuk diberikan balasan dan untuk
menempati tempat yang kekal; surga atau neraka.
[22] Yang tidak dapat dikalahkan, bahkan
Dia mengalahkan segala sesuatu. Dengan keperkasaan-Nya Dia mengadakan
makhluk-makhluk yang besar itu dan menundukkannya.
[23] terhadap dosa hamba-hamba-Nya yang
bertobat dan beriman. Dia juga mengampuni orang yang berbuat syirk yang sadar
setelah melihat ayat-ayat-Nya yang agung lalu ia bertobat dari syirk itu dan
kembali.
[26] Yaitu Hawa dari tulang rusuk Adam,
agar Beliau (Adam) merasa tenteram dan tenang dengannya, dan kenikmatan pun
menjadi sempurna dengannya.
[27] Yaitu unta, sapi, kambing dan
domba, masing-masing ada jantan dan ada betina. Disebutkan hewan ternak secara
khusus padahal Dia telah menurunkan berbagai maslahat untuk hamba-hamba-Nya
baik berupa hewan maupun lainnya karena banyak manfaat hewan ternak itu,
meratanya maslahatnya, dan karena keutamaannya. Di samping itu, hewan ternak
itu (unta, sapi dan kambing) dikhususkan dengan hal-hal tertentu, seperti untuk
kurban, hadyu, aqiqah, terkena zakat, dan dalam hal diat (denda).
[28] Setelah Dia menyebutkan tentang
penciptaan nenek moyang kita (Adam dan Hawa), maka Dia menyebutkan awal
penciptaan kita.
[29] Yaitu dari mani menjadi segumpal
darah, lalu menjadi segumpal daging. Ketika itu tidak ada tangan manusia yang
menyentuh dan tidak ada mata mereka yang melihat, Dia yang mengurus kamu di
tempat yang sempit itu.
[30] Tiga kegelapan itu ialah kegelapan
dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup
anak dalam rahim.
[31] Yakni yang telah menciptakan langit
dan bumi, dan telah menundukkan matahari dan bulan, demikian pula telah
menciptakan kamu dan menciptakan hewan ternak serta berbagai kenikmatan
untukmu.
[32] Oleh karena tidak ada sekutu dalam
rububiyyah-Nya (Dia sendiri yang mengatur alam semesta), maka tidak ada sekutu
pula dalam uluhiyyah-Nya (Dia saja yang berhak diibadahi).
[34] Maksudnya, bahwa manusia baik
beriman atau tidak maka tidak merugikan Allah sedikit pun sebagaimana taat
mereka juga tidak memberikan manfaat untuk-Nya, bahkan manfaatnya kembalinya
untuk mereka. Perintah dan larangan-Nya kepada mereka adalah murni karunia-Nya
dan ihsan-Nya kepada mereka.
[35] Karena sempurnanya ihsan-Nya kepada
mereka, dan karena Dia tahu bahwa kekafiran akan membuat mereka celaka dan
tidak akan bahagia setelahnya. Di samping itu, karena Dia menciptakan mereka
untuk beribadah kepada-Nya.
[37] Karena sayang-Nya kepada kamu, dan
karena kecintaan-Nya untuk berbuat ihsan kepada kamu dan karena kamu telah
mengerjakan tujuan yang karenanya kamu diciptakan.
[38] Oleh karena syirk dan kekafiranmu
tidak merugikan-Nya, dan Dia tidak mengambil manfaat dengan amalmu, maka
masing-masing kamu untuknya amalnya, baik atau buruk, dan seorang yang berdosa
tidak memikul dosa orang lain, bahkan masing-masing memikul dosanya sendiri-
sendiri.
[40] Dia akan memberitakan sesuai
ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, sesuai yang tercatat oleh pena-Nya,
sesuai yang tercatat oleh para malaikat hafazhah (para penjaga manusia) yang
mulia dan sesuai yang disaksikan oleh anggota badan, kemudian Dia akan memberi
balasan masing-masingnya dengan balasan yang sesuai.
[42] Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memberitahukan tentang kemurahan, ihsan dan kebaikan-Nya kepada hamba-Nya,
namun sedikit sekali rasa syukur hamba-Nya, dan bahwa ketika ia (manusia)
tertimpa bencana, baik itu sakit, kemiskinan atau bahaya di tengah laut dan lainnya,
ia mengetahui bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkannya dalam keadaan seperti
itu selain Allah ‘Azza wa Jalla, maka dia berdoa sambil merendahkan diri dan
kembali kepada Allah serta meminta kepada-Nya agar dihilangkan bencana yang
menimpanya, akan tetapi ketika Allah memberikan nikmat kepada-Nya dengan
menghilangkan bencana dan deritanya, ia melupakan hal itu dan seakan-akan ia
belum pernah tertimpa bencana, dan ia tetap di atas syirknya untuk menyesatkan
dirinya dan orang lain dari jalan Allah.
[43] Kepada orang yang durhaka dan tidak
bersyukur ini, serta mengganti nikmat Allah dengan kekufuran.
[44] Yakni tidaklah berguna bagimu
sikapmu bersenang-senang dengan kekafiran jika kembalimu akhirnya ke neraka.
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
Sember : http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-zumar-ayat-1-8.html#sthash.bfCatfKH.dpuf
0 Response to "Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 1-8"
Post a Comment