'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
MEMILIH ANTARA DIATUR ALLAH ATAU DIBELENGU HAWA NAFSU

MEMILIH ANTARA DIATUR ALLAH ATAU DIBELENGU HAWA NAFSU



Dalam dunia binatang, aspek kebebasan dalam segala hal sangat menonjol. Namun kebebasan yang berlaku di dunia makhluk-makhluk itu wajar-wajar saja. Anak menghamili induknya tentu bukan perkara tabu. Dan induk memangsa anaknya, juga buka sebuah tindakan sadisme. Mengeluarkan suara dengan keras di sembarang tempatpun bukan kesalahan. Karena sekali lagi, dalam dunia binatang tidak ada aturan yang mengikat, tidak ada norma yang membatasi dan syariat khusus yang digulirkan bagi mereka saat 'bermuamalah' dengan sesama.
Sudah tentu, ada perbedaan teramat besar antara dunia binatang dan manusia. Manusia adalah makhluk beradab. Secara khusus Allah swt menganugerahi manusia akal pikiran, hati dan jiwa yang lurus. Kemurahan Allah swt berlanjut bagi mereka dengan mengutus rasul-rasul untuk memelihara mereka dari penyimpangan dan memperingatkan mereka dari kesesatan. Allah swt tidak membiarkan mereka begitu saja tanpa bimbingan dan petunjuk dari-Nya. Dengan begitu, seluruh organ yang mereka miliki akan berfungsi sebagaimana mestinya untuk mendengar dan menjalankan perintah-perintah Allah swt, Dzat yang menciptakannya.
Itulah organ-organ tubuh yang berfungsi secara hakiki, yakni dipergunakan sebesar-besarnya untuk ketaatan kepada-Nya, tidak dipergunakan untuk melanggar dan menentang aturan-Nya. Tidak heran, bila kaum munafikin disebut kaum yang bisu, tuli dan buta, karena tiga organ ini tidak mereka fungsikan sebagai sarana memperoleh hidayah-Nya dan ketaatan kepada-Nya. Allah swt berfirman tentang mereka:
"Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)" (Al-Baqarah:17-18).
Demikianlah vonis bagi mereka di dunia ini karena tidak mengindahkan syariat dan petunjuk Allah swt, kendatipun bibir mengakui sebagai kaum muslimin. Ini berlaku bagi siapa saja yang memiliki kriteria seperti mereka.
Dalam Islam, seseorang berhak untuk berbicara, berpendapat, maupun bertindak. Namun, itu semua tidak boleh bertabrakan dengan rambu-rambu aturan Islam, aturan Ilahi yang mengandung seluruh kemaslahatan yang dibutuhkan umat manusia. Jika tidak, kehancuranlah yang akan terjadi. Baik kehancuran itu menimpa masyarakat, individu atau sebuah bangsa sekalipun. Sebab, seperti dikatakan oleh Imam Syatibi rahimahullah dalam Al-Muwaafaqaat, tujuan syariat Islam adalah mengentaskan orang mukallaf dari jerat hawa nafsu dan akhirnya taat hanya kepada Allah swt dan rasul-Nya.
Ketika ada yang enggan mengikuti syariat atau dengan bahasa lain enggan diatur Islam, pada dasarnya ia telah merelakan dirinya terjerat belenggu hawa nafsu yang akan selalu menggiring kepada kejelekan. Ya, hawa nafsu hanya akan menyeret manusia kepada kegelapan demi kegelapan, tanpa ada cahayanya sama sekali.
Aneh memang, lari dari aturan Allah swt untuk menjadi korban hawa nafsu dengan maknanya yang luas. Berani menyuarakan kebatilan dengan gagah berani karena dapat jaminan ekonomi, menghabiskan hari-hari dalam maksiat, merampas harta orang lain, menzhalimi manusia yang tidak bersalah, menghempaskan nyawa sesama tanpa alasan yang dibenarkan, menginjak-injak kehormatan orang lain, ini sedikit contoh penjabaran dari jerat hawa nafsu terhadap manusia.
Secara khusus, apa yang disuarakan kalangan liberal sangat bertentangan dengan aturan Allah, bahkan akal sehat pun tidak dapat menerimanya. Sadar atau tidak, mereka tengah menjajakan sampah dari bangsa Barat yang memang menginginkan kehancuran Islam melalui "Ghazwul Fikri" (perang pemikiran). Mereka tahu, akan lebih efektif bila penyuara gagasan mereka berasal dari kaum Muslimin. Untuk itu, umat sekarang memerlukan sekali keberadaan sosok khalifah Umar bin Khatab radhiallahu'anhu yang sangat tegas melawan pemikiran yang menyimpang. Dahulu, pukulan di kepala berhasil menyadarkan orang yang memiliki pemikiran aneh tentang ayat-ayat Allah swt. Semoga Allah swt mengembalikan umat untuk mengikuti dan mengagungkan aturan-aturan Allah yang mulia.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
MAKNA HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM

MAKNA HIDUP DALAM PANDANGAN ISLAM



HIDUP ini sebuah misteri dan penuh rahasia! Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami makna hidup. Pada umumnya, manusia tidak mengetahui banyak hal tentang sesuatu, yang mereka ketahui hanyalah realitas yang nampak saja (Q.S 30: 6-7). Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati, (Q.S 31: 34) dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati (Q.S An-Naml: 67). Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini.
Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang. Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut. Hal ini dapat kita lihat dalam (Q.S 3: 169). "Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah."
Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya "Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar," (QS Al-Fathir 22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Dua ayat ini memberikan perbandingan yang terbalik, di satu sisi orang yang telah mati dianggap masih hidup, dan di sisi lain orang yang masih hidup dianggap telah mati. Lalu apa hakikat makna hidup menurut Islam?
Seorang filusuf Yunani Descartes pernah mendefinisikan, manusia ada dan dinyatakan hidup di dunia bila ia melakukan aktivitas berpikir. Kemudian Karl Marx menyatakan, manusia ada dan dinyatakan hidup jika manusia mampu berusaha untuk mengendalikan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya. Sedangkan Islam menjelaskan manusia ada dan dianggap hidup jika ia telah melakukan aktivitas "jihad" seperti yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Ali Imron: 169 di atas.
Tentu saja jihad dalam pengertian yang sangat luas. Jihad dalam pengertian bukan hanya sebatas mengangkat senjata dalam peperangan saja, tetapi jihad dalam konteks berusaha mengisi hidup dengan karya dan kerja nyata. Jihad dalam arti berusaha memaksimalkan potensi diri agar hidup ini berarti dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Misalnya, seseorang yang berusaha mencari dan menemukan energi alternatif ketika orang sedang kesulitan BBM itu juga sudah dipandang jihad karena ia telah mampu memberikan manfaat kepada orang lain. Seseorang yang keluar dari sifat malas, kemudian bekerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, itu juga termasuk jihad karena ia telah mampu mengalahkan hawa nafsunya sendiri, dan bukankah ini jihad yang paling besar karena Rasulullah sendiri menyatakan bahwa jihad yang paling akbar adalah melawan hawa nafsu sendiri.
Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam kualitas secara berkesinambungan dari kehidupan dunia sampai akhirat, hidup yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungan. Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia hidup yang telah diatur oleh Dienull Islam. Ada dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rasul pernah bersabda "Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. (Alhadis). Oleh karena itu, tiada dipandang berarti (dipandang hidup) ketika seseorang melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diatur Islam.
Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup sehingga eksistensinya bermakna dan bermanfaat di hadapan Allah SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat Al-hayat Al-thoyyibah (hidup yang diliputi kebaikan). Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya berinovasi atau dengan kata lain beramal saleh. Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak (Al-Hayat) kehendak untuk mencipta (Al-Khoolik), dorongan untuk memberi yang terbaik (Al-Wahhaab) serta semangat untuk menjawab tantangan zaman (Al-Waajid).
Makna hidup yang dijabarkan Islam jauh lebih luas dan mendalam dari pada pengertian hidup yang dibeberkan Descartes dan Marx. Makna hidup dalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realita, bukan sekadar berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu memberikan pencerahan dan keyakinan bahwa. Hidup ini bukan sekali, tetapi hidup yang berkelanjutan, hidup yang melampaui batas usia manusia di bumi, hidup yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan sang Kholik. Setiap orang beriman harus meyakini bahwa setelah hidup di dunia ini ada kehidupan lain yang lebih baik, abadi dan lebih indah yaitu alam akhirat (Q.S. Adl-dluha: 4).
Setiap muslim yang aktif melakukan kerja nyata (amal saleh), Allah menjanjikan kualitas hidup yang lebih baik seperti dalam firmannya "Barang siapa yang melakukan amal saleh baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan al-hayat al-thoyibah (hidup yang berkualitas tinggi)." (Q.S. 16: 97). Ayat tersebut dengan jelas sekali menyatakan hubungan amal saleh dengan kualitas hidup seseorang.
Aktualisasi diri!
Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah pengakuan dari komunitas manusia yang disebut masyarakat. Betapa menderitanya seseorang, sekalipun umpamanya ia seorang kaya raya, berkedudukan, mempunyai jabatan, namun masyarakat di sekitarnya tidak mengakui keberadaannya bahkan menganggapnya tidak ada, antara ada dan tiada dirinya tidak berpengaruh bagi masyarakat. Dan hal ini adalah sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat muslim. Terlebih rugi lagi jika keberadaan kita tidak diakui oleh Allah SWT, berarti alamat sebuah kemalangan yang akan menimpa. Ketika usia kita tidak menambah kebaikan terhadap amal-amal, ketika setiap amal perbuatan tidak menambah dekatnya diri dengan Sang Pencipta, berarti hidup kita sia-sia belaka. Allah menganggap kita sudah mati sekalipun kita masih hidup.
Oleh karena itu, seorang muslim "diwajibkan" untuk mengaktualisasikan dirinya dalam segenap karya nyata (amal saleh) dalam kehidupan. "Sekali berarti, kemudian mati" begitulah sebaris puisi yang diungkapkan penyair terkenal Chairil Anwar. Walaupun ia meninggal dalam keadaan masih muda dan telah lama dikubur di pemakaman Karet Jakarta, tetapi nama dan karya-karyanya masih hidup sampai sekarang. Kalau Chairil Anwar telah "berjihad" selama hidupnya di bidang sastra. Bagaimana dengan kita? Mari berjihad dengan amal saleh di bidang-bidang yang lain. Agar kita dipandang hidup oleh Allah SWT. Amin.***
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
MAKNA HIDUP MENURUT ISLAM

MAKNA HIDUP MENURUT ISLAM



Ulama besar, Muhammad Al Ghazali, pernah berkata bahwa pemahaman hidup yang dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’ yang keji. Disebut demikian karena pemahaman yang dangkal ini akan membawa kepada ketersesatan dari jalan menuju akhirat yang bahagia. Semisal, jika seseorang memandang hidup dengan dangkal, boleh jadi ia akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta, tidak memperdulikan apakah itu halal ataukah haram.
Makna hidup dalam tinjauan Islam paling tidak meliputi pemahaman bahwa:
1. Hidup ini kesemuanya adalah ujian dari Allah SWT
Hidup adalah untuk menguji apakah seorang manusia bersyukur atau kufur kepada Allah SWT.Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya, ” (ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Ujian dalam hidup kita bukan saja kesulitan ataupun musibah, namun juga berupa nikmat atau kemudahan dari Allah SWT, seperti keluarga, suami, istri, anak-anak, harta, kekuasaan, pangkat, dsb.
Kita bisa meneladani Nabi Sulaiman as. yang diberikan nikmat luar biasa oleh Allah SWT. Allah SWT memberikan kerajaan yang sangat kaya, luas dan besar, yang pasukannya terdiri dari manusia, jin, hewan, dan angin. Semua kenikmatan itu tidak menjadi Nabi Sulaiman as menjadi sombong kemudian mengingkari Allah SWT, namun menjadikannya sering ber-muhasabah, melakukan introspeksi diri, berhati-hati jangan sampai menjadi kufur kepada Allah SWT, sehingga tidak berujung kepada murka Allah sebagaimana dalam QS. Ibrahim [14]:7, “ dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Allah akan menguji manusia melalui hal-hal sebagai berikut sesuai dengan QS Al Baqarah [2]:155-156 sbb,
dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Dalam kondisi tertimpa cobaan atau musibah, Allah berfirman bahwa ada orang-orang yang layak diberikan kabar gembira dengan surga, yaitu orang-orang yang bersabar; yang ketika tertimpa bencana itu mengatakan “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”, yang artinya : Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat tersebut dinamakan kalimat istirjaa atau pernyataan kembali kepada Allah. Disunatkan menyebut kalimat tersebut ketika ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
Rasulullah saw bersabda bahwa sungguh beruntung seorang mukmin, karena semua urusan adalah baik baginya, ketika diuji maka dia bersabar ketika ia diberi kenikmatan ia bersyukur. Salah satu doa yang bisa selalu kita ucapkan adalah doa, Allahummaj’alni shaburan waj’alni syakuran waj’alni fi ‘ainii shaghiran wa fi a’yuninnasi kabira, yang artinya, Ya Allah, jadikan aku sabar dan bersyukur kepada-Mu, dan jadikanlah aku kecil di mataku sendiri serta besar (bermanfaat) di mata orang lain.
2. Kehidupan dunia ini lebih rendah dibandingkan kehidupan akhirat.
Sebagaimana dalam QS Adh Dhuha [93]:4, “ dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). ”
Atau dalam QS Ali ‘Imran [3]:14, “ dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
3. Kehidupan dunia ini hanya sementara
Boleh jadi saat ini kita dalam kondisi sehat wal ‘afiat, gagah, cantik, kulit mulus, dll. Tapi ada saatnya ketika kita kemudian menjadi tua, keriput, lemah, pikun, dan akhirnya dipanggil ke sisi Allah SWT.
Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman, “ Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35, “ Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.
4. Kehidupan ini adalah ladang amal untuk kesuksesan akhirat
Ali bin Abi Thalib ra. Berkata bahwa sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal bukan untuk hisab (perhitungan) dan esok (akhirat) adalah hari perhitungan bukan untuk beramal. Ketika seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya dan ia tinggal menunggu masa untuk mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya di dunia. Bekal kita adalah ibadah kepada Allah SWT. Ibadah bukan sekedar sholat atau zakat, tetapi segala aktivitas hidup kita akan bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah SWT.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
MAKNA HIDUP DALAM AL QURAN

MAKNA HIDUP DALAM AL QURAN



Pemahaman inti tentang makna hidup menurut Al Quran.
1. Hidup Adalah Ibadah Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah.
Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita,lahiriah dan bathiniah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat:56)
2. Hidup Adalah Ujian.
Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 : ”(ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Allah akan menguji manusia melalui hal-hal sebagai berikut sesuai dengan QS Al Baqarah [2]:155-156, yaitu : “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah- buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.”
3. Kehidupan di Akhirat Lebih Baik dibanding Kehidupan di Dunia.
Dalam QS Ali ‘Imran [3]:14 Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman : “ dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita- wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang- binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah- lah tempat kembali yang baik (surga).“
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman dalam QS Adh Dhuha [93]:4 : “dan sesungguhnya hari kemudian (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”
4.Hidup Adalah Sementara.
Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman : “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35,Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar- benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.“
Agar Hidup Lebih Bermakna Setelah kita memahami makna hidup, maka langkah selanjutnya ialah menyelaraskan hidup dengan makna hidup tersebut. Inilah yang akan menjadikan hidup kita lebih bermakna. Jika kita salah memaknai hidup, maka apa makna yang bisa kita dapatkan dari hidup ini?
Menyelaraskan hidup dengan makna hidup diatas diantaranya dengan cara :
1. Jika hidup itu adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah. Caranya ialah :
A. selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah serta memperbaharuinya setiap saat karena bisa berubah.
B. pastikan apa yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan (ibadah mahdhah) dan tidak dilarang oleh syariat (ghair mahdhah).
2. Jika hidup itu adalah ujian, maka tidak ada cara lain menyelaraskan hidup kita, yaitu menjalani hidup dengan penuh kesabaran dan sll bersyukur pada-Nya..
3. Jika kehidupan akhirat itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan kehidupan dunia sebagai bekal menuju akhirat.
4. Jika hidup ini adalah sementara, maka perlu kesungguhan (ihsan) dalam beramal. Tidak ada lagi santai, mengandai-ngandai, panjang angan- angan apalagi malas karena kita hidup ini tidak selamanya. Intinya, Bergeraklah sekarang, bertindaklah sekarang, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan.
Seungguhnya, apa yang ada dalam Al Quran, tidak diragukan kebenarannya, jika ada kesalahan itu datang dari kesalahan saya pribadi. Mudah-mudahan usaha kita memahami makna hidup menjadikan hidup kita lebih bermakna.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More