Tafsir Surah Al-Lail
Surah Al Lail (Matahari)
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Ayat 1-4: Sumpah Allah Subhaanahu wa
Ta'aala bahwa perbuatan manusia bermacam-macam dan jalan mereka berbeda-beda,
namun yang terbaik adalah perbuatan yang di dalamnya mencari keridhaan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala.
وَاللَّيْلِ إِذَا
يَغْشَى (١)وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى (٢)وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالأنْثَى
(٣)إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى (٤)
Terjemah Surat Al Lail Ayat 1-4
2. demi siang apabila terang benderang[3],
3. demi penciptaan laki-laki dan perempuan[4],
4. sungguh, usaha kamu memang beraneka macam[5].
Ayat 5-10: Jalan menuju kebahagiaan
dan jalan menuju kesengsaraan.
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (٥) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (٦)
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (٧) وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (٨) وَكَذَّبَ
بِالْحُسْنَى (٩)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (١٠
Terjemah Surat Al Lail Ayat 5-10
6. dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik
(surga)[8],
7. maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju
kemudahan (kebahagiaan)[9].
9. serta mendustakan (pahala) yang terbaik[12],
10. maka akan Kami akan mudahkan baginya jalan menuju
kesukaran (kesengsaraan)[13].
Ayat 11-21: Keadaan sebagian manusia
yang tertipu oleh hartanya, peringatan kepada penduduk Mekah dengan azab Allah,
dan penjelasan pahala yang diperoleh oleh orang mukmin yang ikhlas amalnya.
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ
مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى (١١) إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَى (١٢) وَإِنَّ لَنَا
لَلآخِرَةَ وَالأولَى (١٣) فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى (١٤) لا يَصْلاهَا
إِلا الأشْقَى (١٥) الَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّى (١٦) وَسَيُجَنَّبُهَا الأتْقَى
(١٧)الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى (١٨) وَمَا لأحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ
تُجْزَى (١٩) إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الأعْلَى
(٢٠)وَلَسَوْفَ يَرْضَى (٢١)
Terjemah Surat Al Lail Ayat 11-21
11. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia
telah binasa[14].
12. Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk[15],
13. dan sesungguhnya milik Kamilah akhirat dan dunia
itu[16].
14. Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang
menyala-nyala,
15. yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka,
16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari
iman).
17. Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang
bertakwa,
18. yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkan (dirinya)[17],
19. dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat
kepadanya yang harus dibalasnya[18],
20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari keridhaan Tuhannya Yang Mahatinggi.
21. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan
(yang sempurna)[19].
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala
bersumpah dengan waktu yang di sana terjadi perbuatan manusia dengan perbedaan
keadaan mereka.
[2] Yakni menutupi makhluk dengan
kegelapannya sehingga masing-masing makhluk dapat kembali ke tempatnya dan
beristirahat dari kelelahan.
[3] Yakni apabila tampak bagi makhluk
sehingga mereka dapat memanfaatkan terangnya dan dapat bertebaran di muka bumi
untuk kepentingan mereka.
[4] Yaitu Adam dan Hawa’, atau setiap
laki-laki dan perempuan. Kata ‘maa’ di ayat ini bisa sebagai isim mushul yang
berarti ‘yang’ sehingga artinya, “Demi yang menciptakan laki-laki dan
perempuan,” yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Bisa juga kata ‘maa’ di ayat ini
sebagai masdariyyah, sehingga artinya, “Demi penciptaan laki-laki dan
perempuan,’ yang menunjukkan sempurnanya hikmah (kebijaksanaan)-Nya, dimana Dia
menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan untuk melestarikannya, maka
Mahasuci Allah Pencipta yang sebaik-baiknya.
[5] Ada yang mengerjakan amal yang
memasukkan ke surga, yaitu ketaatan, dan ada pula yang mengerjakan amal yang
memasukkan ke neraka, yaitu kemaksiatan. Ada yang mengerjakan amal ikhlas
karena-Nya sehingga usahanya tidak sia-sia dan bermanfaat bagi pelakunya dan
ada pula yang mengerjakan amal bukan karena-Nya atau untuk sesuatu yang fana
sehingga usahanya sia-sia. Ini adalah jawab atau isi sumpahnya. Oleh karena
itulah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala merincikan orang yang beramal dan sifat
amal mereka pada ayat selanjutnya.
[6] Kata ‘a’thaa’ pada ayat ini bisa
maksudnya memberikan apa yang diperintahkan untuk diberikan atau mengerjakan
apa yang diperintahkan untuk dikerjakan. Contoh memberikan apa yang
diperintahkan untuk diberikan adalah mengerjakan ibadah maaliyyah (harta)
seperti mengeluarkan zakat, kaffarat, nafkah, sedekah dan berinfak pada
jalur-jalur kebaikan. Contoh mengerjakan apa yang diperintahkan untuk
dikerjakan adalah mengerjakan ibadah badaniyyah (badan) seperti mengerjakan
shalat, puasa, dsb. atau yang tersusun dari keduanya (ibadah harta dan badan)
seperti haji dan umrah.
[7] Kata ‘Ittaqaa’ pada ayat ini bisa
juga diartikan ‘menjaga diri’ yakni menjaga dirinya dari apa yang dilarang
berupa perkara haram dan kemaksiatan dengan berbagai bentuknya.
[8] Al Husna bisa berarti
‘Laailaahaillallah’ serta yang ditunjukkannya berupa perkara-perkara ‘aqidah.
[9] Yaitu surga. Menurut Syaikh As
Sa’diy, “Kami akan memudahkan urusannya dan menjadikan setiap kebaikan
dimudahkan untuknya dan mudah meninggalkan semua keburukan,” karena ia telah
mengerjakan sebab-sebab kemudahan, maka Allah memudahkan hal itu untuknya.”
[10] Ia pun menolak berinfak yang wajib
maupun yang sunat, dan dirinya tidak senang mengerjakan kewajiban.
[11] Yang dimaksud dengan merasa dirinya
cukup ialah tidak memerlukan pertolongan Allah dan pahala-Nya, sehingga ia
meninggalkan beribadah kepada-Nya dan merasa dirinya tidak butuh kepada
Tuhannya, padahal tidak ada keselamatan dan keberuntungan kecuali jika Allah
Subhaanahu wa Ta'aala yang dicintainya, disembahnya serta dihadapkan diri
kepada-Nya.
[12] Menurut Syaikh As Sa’diy, Al
Husna adalah apa yang Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya untuk diimani
berupa ‘aqidah yang baik.
[13] Yaitu neraka. Menurut Syaikh As
Sa’diy, maksudnya adalah keadaan yang sulit dan perkara yang tercela, yaitu
mudah jatuh ke dalam keburukan dimana saja ia berada dan ditetapkan untuk
melakukan berbagai kemaksiatan, nas’alulllahal ‘aafiyah.
[14] Yakni masuk neraka, karena yang
berguna hanyalah iman dan amal saleh. Adapun hartanya yang tidak dikeluarkan
haknya, maka akan menjadi musibah baginya.
[16] Oleh karena itu, barang siapa yang
memintanya kepada selain Kami, maka dia telah salah, dan seharusnya ia meminta
kepada-Nya serta memutuskan harapan kepada makhluk.
[17] Dia mengeluarkannya bukan karena
riya’ (agar dilihat manusia) maupun sum’ah (agar didengar mereka), bahkan
maksudnya adalah untuk menyucikan dirinya dari dosa dan aib dengan maksud
mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Ayat ini menurut Syaikh As Sa’diy
menunjukkan, bahwa apabila dalam infak yang sunat sampai meninggalkan yang
wajib, seperti membayar hutang, menafkahi orang yang ditanggungnya, dsb. maka
infak itu tidak disyariatkan, bahkan tertolak menurut kebanyakan ulama, karena
seseorang tidaklah menyucikan dirinya dengan mengerjakan yang sunat jika sampai
meninggalkan yang wajib.
[18] Ia telah membalas jasa orang yang
telah berbuat baik kepadanya, sehingga infak yang dilakukannya adalah
semata-mata ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Menurut sebagian
mufassir, ayat ini turun berkenaan dengan Abu Bakar Ash Shiddiq ketika ia
membeli Bilal yang sedang disiksa karena beriman, lalu ia (Abu Bakar)
memerdekakannya, maka orang-orang kafir berkata, “Sesungguhnya ia (Abu
Bakar) melakukan hal itu adalah karena Bilal pernah berjasa kepadanya.”
Maka turunlah ayat ini.
Namun demikian, ayat ini berlaku
kepada siapa saja, yakni siapa saja yang mengerjakan amalan seperti yang
dilakukan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu, maka dia akan
dijauhkan dari neraka dan akan diberi pahala sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq
radhiyallahu 'anhu.
[19] Bisa juga diartikan, “Dan kelak dia
akan ridha,” yakni ridha dengan pahala di surga yang diberikan kepadanya.
Selesai tafsir surah Al Lail dengan pertolongan Allah,
taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
Sumber :
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-lail.html#more
0 Response to "Tafsir Surah Al-Lail"
Post a Comment