'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
Waktu dan Fadhilah Lailatul Qadr

Waktu dan Fadhilah Lailatul Qadr

Ramadhan yang merupakan bulan yang penuh berkah dan rahmat memiliki banyak keistimewaan tersendiri. Di antara keistimewaan yang tidak didapatkan dalam bulan-bulan lain adalah adanya malam yang dijuluki Lailatul Qadr yang terdapat pada salah satu dari malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir.
Lailatul Qadr berarti malam penetapan takdir. Juga bermakna: malam yang agung. Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Para ulama berkata: Malam ini dinamakan Lailatul Qadr karena pada malam ini para malaikat menulis semua takdir, penentuan rezeki dan ajal makhluk pada satu tahun itu…. juga dinamakan Lailatul Qadr lantaran agungnya kedudukan dam kemuliaannya." [Syarah Shahih Imam Muslim (8/57)]
Mungkin banyak umat Islam yang telah mengetahui keutamaan dan fadhilah yang ada pada malam ini, namun betapa banyak di antara mereka yang melewati malam ini dengan berbagai amalan sia-sia, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang tidak malu-malu untuk melewatinya dengan amalan maksiat dan dosa.
Adapun orang yang beribadah dalam malam ini, maka sebagian mereka tidak memaksimalkan kesempatan dan waktu yang begitu luang, ada yang hanya shalat tarawih saja, setelah itu tertidur pulas, dan ada yang setelah shalat tarawih, hanyut dalam acara menonton sinetron, pertandingan bola, dll.
Hanya sedikit yang bisa benar-benar memfokuskan diri beribadah dan bermunajat di hadapan Allah Ta'ala. Namun ini bukanlah hal yang aneh, sebab puasa Ramadhan saja yang memiliki hukum wajib dan merupakan rukun Islam banyak dilalaikan bahkan diremehkan, apalagi kalau hanya sekedar Lailatul Qadr.
Seandainya setiap muslim mengetahui dan menyadari hakikat bulan Ramadhan, niscaya tak akan menyia-nyiakan detik dan menitnya berlalu tanpa ada amalan saleh yang ia kerjakan di pada malam Lailatul Qadr yang memiliki keistimewaan yang tidak terdapat dalam-dalamnya, terlebih lagi banyak fadhillah dan malam-malam lain.
Waktu Lailatul Qadr
Lailatul Qadr adalah terletak pada salah satu dari malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Dimulai dari malam 21, 23, 25, 27 hingga 29. Dalam hadits Bukhari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Sungguh telah ditampakkan padaku Lailatul Qadr, lantas aku lupa waktunya, namun ia terletak pada sepuluh hari terakhir (dari Ramadhan) yaitu pada malam-malam ganjilnya, dan aku bermimpi -pada malam itu- seakan-akan saya sujud pada tanah yang becek dengan air.” [Lihat Fathul Bari karya Syaikhul-Islam Ibnu Hajar (4/264 dan 4/268)]
Lantaran banyak dan agungnya fadhilah malam ini, maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk senantiasa bersungguh-sungguh mencari letak dan waktunya di malammalam sepertiga akhir Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, juga para salaf dari kalangan sahabat dan tabiin.
Fadhilah Lailatul-Qadr
Di antara fadhilahnya:
1. Malam ini merupakan malam diturunkannya Kitab Suci yang paling utama yaitu al-Quran dari Lauh Mahfudz ke Baitul 'Izzah di langit dunia. Sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada Lailatul Qadr." [QS. Al-Qadr: 1]
Dalam riwayat shahih, Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata: “Al-Quran diturunkan (dari Lauh Mahfudz) satu kali turun pada satu malam, yaitu Lailatul Qadr hingga diletakkan pada Baitul 'Izzah di langit dunia," Dalam riwayat Thabrani terdapat tambahan: “Lalu setelahnya Jibril 'alaihis salam menurunkannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam secara berangsur-angsur." [HR Al-Bazzar, Ibnu Adh-Dhirris, dan Thabarani, shahih]
2. Ia merupakan malam yang lebih baik dari waktu 1000 bulan (83 tahun 4 bulan) tanpa ada Lailatul Qadr di dalamnya. Dan amalan ibadah di dalamnya juga lebih baik daripada amalan sunnah dalam rentang waktu 1000 bulan tersebut. Sebagaimana dalam ayat yang artinya:
“Lailatul Qadr lebih baik dari seribu bulan.” [QS. Al-Qadr: 3]
Sebab itu, merupakan sunnah muakkadah untuk memperbanyak ibadah shalat, doa, zikir, sedekah, dan ibadah-ibadah lainnya di dalamnya. Ini merupakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada sepuluh malam terakhir, termasuk di dalamnya Lailatul Qadr. Dalam hadits disebutkan:
“Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila telah tiba sepuluh hari terakhir (Ramadhan) beliau mengencangkan tali pinggangnya (meningkatkan kesungguhan ibadah), menghidupkan malam-malamnya (dengan ibadah), dan membangunkan keluarganya (untuk banyak beribadah)." [HR Bukhari]
            Dan juga hadits yang lain: “Barang siapa yang beribadah (shalat) pada Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah berlalu." [HR. Bukhari].
Hendaknya juga memperbanyak doa, karena selain malam ini merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa, juga merupakan malam penetapan takdir. Aisyah radhyallahu'anha pernah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu kalau aku mendapati Lailatul Qadr, doa apa yang harus aku perbanyak?” Beliau menjawab: ” Berdoalah: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, lagi mencintai ampunan, maka ampunilah diriku." [HR. Bukhari].
Juga banyak mendoakan umat Islam yang lain, Imam Nawawi berkata: "Pada malam itu (Lailatul Qadr) disunnahkan memperbanyak doa untuk kepentingan dan permasalahan kaum muslimin, sebab ini merupakan tandanya orang-orang saleh, dan hamba-hamba Allah yang 'arif (bijak)." [Al-Adzkar, hal. 191]
3. Pada malam ini, semua takdir Allah berupa rezeki, ajal, dll pada satu tahun yang akan datang ditetapkan oleh Allah Ta'ala, dan ditulis oleh para malaikat. Allah berfirman yang artinya:
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad-Dukhan: 4]
Sebenarnya takdir makhluk telah Allah tentukan sebelum terciptanya langit dan bumi, namun maksud penetapan takdir malam Lailatul Qadr ini di setiap tahunnya adalah untuk menentukan mana yang Allah tetapkan, dan mana yang ia rubah, selanjutnya diserahkan tugasnya kepada para malaikat, sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” [QS. Ar-Ra’du: 39]
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir bahwa semua takdir bisa saja diubah oleh Allah atau tidak, semuanya tergantung kehendak-Nya, seperti penambahan umur karena amalan silaturahmi, atau perubahan takdir karena adanya doa, dll. Sebab itu banyak para salaf pada malam Lailatul Qadr berdoa agar ditakdirkan untuk menjadi orang yang bahagia dunia akhirat, dan dijauhkan dari takdir kesengsaraan. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir: 4/469]
Juga para malaikat turun ke bumi dengan dipimpin oleh Malaikat Jibril 'alaihis salam, sebagaimana ayat:
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan". Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." [QS. Al-Qadr: 4-5]
Pada malam itu jumlah malaikat yang turun sangat banyak, dalam hadits: “Sesungguhnya para malaikat pada malam itu jumlahnya di bumi lebih banyak daripada bilangan batu-batu kerikil." [HR. Ahmad, shahih]
4. Barang siapa yang diberikan anugerah untuk memperbanyak ibadah di dalamnya, maka ia telah diberikan keberkahan dan rahmat yang turun pada malam itu, juga diberikan pahala yang besar sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:
"Barang siapa yang beribadah (shalat) pada Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah berlalu".
Namun barang siapa yang tidak ditakdirkan untuk mendapatinya, maka ia telah terhalangi dari berkah yang ada di dalamnya. Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“... Di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barang siapa yang diharamkan dari kebaikannya maka ia benar-benar telah diharamkan kebaikan apapun." [HR. Nasai dan Ahmad, shahih]
Kiat Untuk Mendapatkan Lailatul Qadr
Memperbanyak ibadah pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari Ramadhan. Hal ini tentunya telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits di atas, dan juga merupakan sunnah para salaf.
Senantiasa berdoa untuk mendapatkan Lailatul Qadr dan agar tidak diharamkan keberkahan dan rahmat yang turun di dalamnya, tentunya dengan disertai ikhtiar dan usaha untuk mendapatkannya.
Mempersiapkan diri untuk selalu berijtihad dalam ibadah dan doa utamanya dalam malam-malam ganjil, tentunya dengan berbagai usaha, misalnya tidur istirahat di siang harinya agar bisa fokus dan kuat begadang dalam beribadah, atau mengurangi kesibukan harian agar tidak terlalu letih di malam hari.
Jika kiat-kiat di atas telah dilakukan, maka Lailatul Qadr pasti akan didapat, tentunya dengan tanda-tanda yang disebutkan dalam beberapa hadits, walaupun tanda-tanda ini juga tidak terlalu jelas.
Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadr
Di antara tanda-tandanya adalah:
a. Malam harinya, tidak ada bintang jatuh, sinar bulan pada malam itu seperti bulan purnama.
b. Malam itu sangat cerah dan damai, suhunya sedang, tidak panas tidak juga dingin
c. Di pagi harinya, matahari terbit tidak memancarkan cahaya yang menyengat, namun seperti cahaya bulan purnama.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tanda lailatul qadr adalah malam yang bersih cerah, seakanakan di dalamnya bulan terang tenang, tidak panas tidak juga dingin, dan tidak boleh bintang dijatuhkan di dalamnya sampai pagi, dan tandanya juga adalah matahari pagi harinya terbit sejajar tidak mempunyai sinar seperti bulan pada malam purnama dan tidak halal bagi setan untuk keluar bersamaan dengannya pada malam itu.” [HR. Ahmad, sanadnya hasan]

Baca Juga: Interaksi Salaf Dengan Al-Qur’an Di Bulan Ramadhan

Terimah Kasih atas kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
Read More
Mentadabburi Al-Quran Di Bulan Ramadhan

Mentadabburi Al-Quran Di Bulan Ramadhan


“Ketika mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surat Ath-Thur, seakan-akan hatiku terbang.” [HR. Ibnu Majah, shahih].
Itulah ungkapan salah seorang sahabat ketika mendengar ayat al-Quran, padahal saat itu ia belum memeluk Islam, namun keagungan dan kehebatan al-Quran mampu menundukkan hatinya yang bersih, sehingga mampu merespons pesan-pesan yang dikandungnya. Jangankan hati manusia, benda mati sekalipun seperti gunung, bila al-Quran diletakkan di atasnya, niscaya akan tunduk dan berguncang karena takut kepada Allah, sebagaimana Dia sinyalirkan dalam surat al-Hasyr ayat 21.
Pernahkah hati kita merasakan takut dan penyesalan yang amat sangat, ketika membaca ayat tentang ancaman dan siksa bagi para pelaku dosa dan maksiat? Atau merasakan kegembiraan dan ketenangan di saat membaca ayat-ayat tentang surga, pahala yang besar, serta luasnya rahmat Allah bagi hamba-Nya yang taat?
Dua keadaan di atas bila terjadi karena kejujuran, sering kali menjadikan mata berlinang tangisan, jiwa tenang serta hati tenteram. Inilah rahasia dan buah tadabbur al-Quran. Maha benar Allah yang telah memerintahkan tadabbur, karena hanya dengan tadabburlah segala kemuliaan, keagungan dan keberkahan alQuran bisa diraih.
Adalah kerugian yang sangat besar bagi orang yang sakit dan memiliki obat namun ia tidak bisa menggunakannya, atau orang yang sedang tersesat dan ia memiliki peta petunjuk namun ia tidak memahami penggunaannya, lebih-lebih orang yang sedang resah dan gundah, pergi kesana kemari untuk menghilangkan keresahan dan kegundahannya, padahal ia memiliki penawar namun ia tidak bisa memanfaatkannya.
Itulah gambaran orang yang membaca atau mendengarkan al-Quran namun tidak mentadabburi dan mengamalkannya, sehingga al-Quran tidak berfungsi sebagai petunjuk kehidupan, penasihat dalam kesalahan dan kelalaian, penawar segala penyakit, serta sumber ketenangan hati dan ketenteraman jiwa. Allah menyindir keadaan mereka seperti keledai yang membawa buku-buku, namun si keledai tidak mampu memanfaatkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dengan Al-Quran, dan Allah akan menghinakan selain mereka dengan Al-Quran(juga)." [HR. Muslim]
Mengangkat derajat sebuah kaum karena mereka memahami dan mengamalkan al-Quran, dan menghinakan kaum yang menyianyiakan al-Quran.
Pengertian tadabbur
Tadabbur al-Quran adalah usaha untuk memahami makna lafal-lafalnya, serta merenungkan kandungannya, agar hati menerima nasihat-nasihatnya, jiwa menjadi takut, dan dada menjadi lapang untuk beramal saleh.
Dari pengertian di atas bisa disimpulkan, bahwa tadabbur adalah segala kiat dan usaha yang bisa membantu dalam proses merespons setiap pesan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran, sehingga al-Quran berpengaruh dalam kehidupan seseorang, dan ia terpengaruh oleh nasihatnya ketika lalai, mendapatkan petunjuknya di saat tersesat, meredam keresahan dan kegundahannya, serta penawar segala penyakit yang menimpanya.
Tadabbur al-Quran membutuhkan usaha dan kiat yang tepat agar proses tersebut berjalan dengan baik dan membuahkan hasil. Di antara kiat-kiat mudah dalam tadabbur al-Quran adalah:
1. Wajib meyakini bahwa dengan al-Quran kita akan hidup, mendapatkan bashirah (ilmu dan hikmah) serta petunjuk, tanpanya kita laksana mati, buta akan kebenaran, dan berada dalam kesesatan.
Seorang muslim yang membaca al-Quran hendaknya harus memiliki keyakinan seperti ini sebelum membaca ayat-ayat atau surat yang ada di dalamnya. Sebab itulah Allah Ta'ala berfirman dalam surat Thaha yang artinya:
"Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatanKu, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." [QS. Thaha: 123-124]
Untuk menjaga keyakinan di atas agar tetap ada setiap kali akan membaca al-Quran, dianjurkan untuk senantiasa mengingat keagungan al-Quran, misalnya dengan mengingat sifat-sifat dan fungsi al-Quran. Ia adalah alHaq (kebenaran), al-Huda (petunjuk), al-Quran merupakan suatu ilmu, al-Burhan (bukti kebenaran), al-Muhaimin (penjaga atas kitab-kitab sebelumnya), al-Barakah (suatu keberkahan), al-Mau'izhah (peringatan/pelajaran), asySyifa' (obat penyembuh), at-Tadzkirah (peringatan), an-Nuur (cahaya), ar-Rahmah (rahmat), ash-Shidq (kebenaran), al-Mushaddiq (yang membenarkan), al-'Aliy (yang tinggi), alKariim (yang mulia), al-'Aziz (yang agung), al-Majiid (yang agung), al-Furqan (pembeda antara yang haq dan yang batil), Bashaair (pedoman), al-Quran telah muhkam (dimudahkan pemahamannya), Mufashshal (diperjelas ayat-ayatnya), ayat-ayatnya menakjubkan, ia adalah al-Balaagh (petunjuk), Ia adalah al-Basyiir (pemberi kabar gembira), sekaligus sebagai an-Nadziir (suatu peringatan), ia adalah al-Bayaan (keterangan), dan at-Tibyaan (pemberi penjelasan).
Mengetahui dan mengingat sifat-sifat al-Quran di atas akan meningkatkan keyakinan akan kebutuhan kita terhadap alQuran dalam kehidupan ini, dan sungguh adalah kerugian yang sangat besar bagi siapa saja yang berpaling dari kitab suci yang mulia ini.
2. Memelihara dan memperbaiki hati
Antara tadabbur al-Quran dan hati memiliki hubungan yang sangat erat. Qalbun salim(hati yang selamat dan sehat) adalah syarat agar ayat-ayat yang dibaca atau didengar bisa ditadabburi. Lebih jauh dari itu, ternyata ada beberapa alasan yang sangat kuat, mengapa keberhasilan tadabbur sangat tergantung kepada hati, di antara alasan-alasan tersebut adalah:
a.      Semua perintah al-Quran, pada asalnya ditujukan kepada hati. Allah berfirman yang artinya:
“Dan sungguh (al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Yang dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas." [QS. Asy-Syu'araa': 192-195]
Allah memilih kalimat"'ala qalbika/ke dalam hatimu", dan tidak berfirman bahwa al-Quran diturunkan kepada pendengaran, penglihatan, otak atau lainnya, akan tetapi ia diturunkan ke dalam hati, dan ini sangatlah jelas.
b.      Pengaruh terbesar dari al-Quran adanya di dalam hati
Kebaikan terbesar yang didapatkan oleh orang yang senantiasa memperhatikan dan menghayati al-Quran adalah kelembutan dan kesucian hati. Sebaliknya, penyakit terbesar yang menimpa orang yang berpaling dari al-Quran adalah kematian dan kerasnya hati.Sebab itu, nasihat qurani hanyalah bisa diterima dan dilakukan oleh orang yang memiliki hati yang menghayati al-Quran, atau orang yang berusaha memperbaiki keadaan hatinya dengan al-Quran, sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya:
“Sungguh pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya." [QS. Qaaf: 37]
c.      Tujuan utama al-Quran: Tadabbur (penghayatan) hati terhadap ayat-ayatnya. Allah Ta'ala telah menjelaskan hikmah diturunkannya alQuran ini dalam firman-Nya yang artinya:
"Kitab (Al-Quran) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran." [QS. Shaad: 29] 
Huruf "lam" dalam lafaz "liyaddabbaruu" adalah "lam 'illah” (lam yang berfungsi sebagai penjelas sebab).Oleh karena itu, hal ini bermakna bahwa al-Quran tidak akan menjadi sumber keberkahan secara sempurna pada diri seseorang kecuali jika ia melakukan tadabbur ketika membacanya. Allah juga telah berfirman yang artinya:
"Maka tidakkah mereka menghayati al-Quran ataukah hati mereka sudah terkunci?" [QS. Muhammad: 24]
Ayat ini hanya memberikan dua pilihan, bisa menghayati al-Quran atau jika tidak, maka itu tanda banyaknya kunci yang telah menutup hati.
3. Mengetahui trik yang tepat untuk membaca al-Quran
Cara yang tepat dalam membaca al-Quran adalah tartiil yaitu secara perlahan-lahan dan tidak terburu-buru. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ketika menjelaskan makna tartil, beliau berkata: “Hendaknya membaca dua ayat, atau tiga ayat lalu berhenti (untuk menghayati maknanya –pent), dan tidak membacanya dengan cepat."
Cara yang demikian sangat dianjurkan dalam al-Quran, dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau. Ummu Salamah radhiyallahu 'anha menyifati bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Bahwa bacaan beliau adalah bacaan (yang bertujuan memberikan) penafsiran, membacanya perlahan kata demi kata.” [HR. Tirmidzi, lemah]
Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata: "Saya bepergian bersama Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma dan ia selalu shalat malam selama setengah malam, dengan membaca al-Quran kata demi kata (perlahan-lahan), lalu ia menangis sehingga terdengar suara tangisannya.” [HR. Al-Marwazi dalm Mukhtashor Qiyamul Lail]
Wahai pembaca al-Quran, seharusnya seperti inilah bacaan al-Quran kita, bacaan yang mengharukan, sekaligus indah, pelan, dan tidak tergesa-gesa.
4. Mulai membaca dan tadabbur surat-surat Al-Mufashshal (bagian akhir al-Quran yang dimulai dari surat Qaaf sampai surat an-Naas)
Tentang metode ini, disampaikan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha dalam hadits sebelumnya ketika beliau berkata: "Sesungguhnya awal-awal yang diturunkan dari al-Quran adalah surat-surat dari Al-Mufashshal (dari surat Qaaf sampai an-Naas), sebab di dalamnya ada penjelasan tentang surga dan neraka…”. Juga ucapannya: ”Akan tetapi (di antara ayat yang awal-awal) diturunkan: "… Hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit." [QS. Al-Qamar: 46], ayat ini diturunkan di Mekkah sedangkan saya waktu itu masih kecil yang suka bermain-main. Kemudian tidaklah surat al-Baqarah dan an-Nisa' (yang mengandung hukum halal haram –pent) diturunkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kecuali saya telah bersama beliau (di Madinah).” [HR. AnNasai dalam Sunan Kubra, shahih].
Adapun keistimewaan metode pembelajaran al-Quran yang diawali dengan surat-surat Al-Mufashshal ini adalah:
Pertama: Kandungan surat-surat al-Mufashshal inilah yang banyak mengokohkan keimanan dalam hati.
Sebab di dalamnya ada penjelasan tentang surga dan neraka, perkara tauhid/pengesaan Allah Ta'ala dalam Rububiyah maupun Uluhiyah-Nya, penetapan adanya Hari Kebangkitan dan hari kiamat, dan perintah untuk berakhlak mulia.
Jadi kandungan surat-surat inilah yang menjadikan hati teguh dan tenteram dengan keimanan, jika setelah ini mempelajari masalah hukum halal dan haram, maka yang ada hanyalah sikap mendengar dan taat terhadap perkara yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Tentunya keadaan para sahabat yang awal-awal masuk Islam bersama al-Mufashshal ini menjadi bukti nyata akan keabsahan metode ini, yaitu ketika kandungan makna suratsurat Al-Mufashshal ini memberikan tazkiyah (penyucian) terhadap jiwa mereka, sehingga keimanan yang sebelumnya ada dalam hati mereka semakin teguh laksana gunung yang kokoh.
Kedua: Surat-surat al-Mufashshal lebih mudah dan cepat dipahami karena ia adalah muhkam (mudah dipahami), dan tidak ada ayat-ayatnya yang mutasyaabih (sulit dipahami) kecuali sedikit.
Ini diisyaratkan juga oleh Umar radhiyallahu 'anhu dalam ucapannya sebelumnya: "Jika salah seorang di antara kalian ingin belajar al-Quran, maka hendaknya memulai dari alMufashshal karena ia lebih mudah."
Juga ucapan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma sebelumnya: "Saya telah menghafal Al-Muhkam pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam," lalu ia pun ditanya: "Al-Muhkam itu apa?", beliau menjawab: "Ia adalah al-Mufashshal.” [HR. Bukhari]
Jadi al-Mufashshal adalah surat-surat yang muhkam, berbeda dengan bagian lainnya dari al-Quran yang memiliki banyak ayat yang mutasyaabih. Ad-Darimi dan selainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata: "Sesungguhnya segala sesuatu memiliki puncak, adapun puncak al-Quran adalah surat al-Baqarah, dan segala sesuatu memiliki dasar (lembah), dan adapun dasar dari al-Quran adalah surat-surat al-Mufashshal." [HR. Ad-Daarimi, sanadnya hasan].
Apakah mungkin seseorang bisa sampai ke puncak tanpa melewati dahulu suatu dasar (lembah) yang begitu mudah?! Tadabbur adalah suatu usaha. Ya, usaha yang perlu terus diusahakan, dan setiap muslim harus selalu berusaha dan berlatih hingga tadabbur menjadi kebiasaan, seperti membaca atau mendengar al-Quran.
Cukup dengan memohon pertolongan, diiringi keinginan yang kuat dan kesungguhan serta istiqamah dalam menerapkan kiat-kiat di atas, dengan izin Allah tadabbur adalah sesuatu yang mudah, sebagaimana janji Allah:
“Sungguh telah kami mudahkan al-Quran untuk (dijadikan) peringatan (dengan membacanya, atau mentadabburinya).”

Baca Juga: Bulan Ramadhan Adalah Nuzul Al-Qur’an

Terimah Kasih atas kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
Read More
Interaksi Salaf Dengan Al-Qur’an Di Bulan Ramadhan

Interaksi Salaf Dengan Al-Qur’an Di Bulan Ramadhan

Setiap muslim pasti mengenal kemuliaan para salaf, mulai dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tabi'in dan ulama-ulama terdahulu yang mengikuti jejak mereka. Tingginya kualitas iman mereka terlihat jelas dari mulianya kepribadian serta indahnya akhlak mereka. Salah satu kunci rahasia kemuliaan mereka adalah al-Quran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan al-Quran dan merendahkan derajat kaum yang lain dengan al-Quran juga."[HR. Muslim].
Bagaimana para salaf berinteraksi dengan al-Quran sehingga mendapatkan kemuliaan tersebut?
Kegembiraan salaf bersama al-Quran
Interaksi seseorang terhadap sesuatu tergantung kepada kondisi hatinya. Sikap atau interaksi ketika hati senang dan gembira tentu berbeda dengan interaksi ketika hati sedih atau tak acuh.
Para sahabat dan tabi'in serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka sangat bergembira dengan al-Quran, kitab yang menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat, tiada kitab yang dapat menyamainya karena ia adalah kalamullah. Allah Ta'ala berfirman yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:"Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." [QS. Yunus : 56-57]
Keagungan al-Quran
Tiada cinta tanpa pengagungan. Bukti cinta sejati adalah pengagungan dalam hati dan terwujud dalam perilaku anggota badan. Kegembiraan salaf terhadap al-Quran bukan hanya perasaan bangga memiliki kitab suci yang menyempurnakan kitabkitab suci para nabi sebelumnya, namun kegembiraan mereka dilandasi kecintaan yang terlahir dari sebuah pengagungan.
Takzim atau rasa pengagungan inilah yang akan membedakan setiap muslim dalam berinteraksi dengan al-Quran. Semakin besar dan sempurna takzim seseorang terhadap al-Quran maka akan semakin menyempurnakan kualitas dan kuantitas interaksinya dengan al-Quran.Sebaliknya, penyebab terbesar sikap berpaling dari al-Quran adalah lemah atau bahkan tidak adanya rasa takzim terhadapnya.
Bagaimana menumbuhkan dan memupuk rasa takzim?
Takzimul Quran (mengagungkan al-Quran) tumbuh dari pengetahuan seseorang akan keagungan dan kesempurnaan al-Quran. Salah satu ayat yang merangkum keagungan dan kesempurnaan al-Quran adalah firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Baqarah ayat 2. Ayat tersebut merangkum kesempurnaan dan keagungan alQuran dalam empat hal:
1.      Kesempurnaan kedudukannya
Hal ini diisyaratkan dengan huruf isyarah (kata tunjuk) “ذلك”yang artinya “itu” (kata tunjuk untuk sesuatu yang jauh) padahal bisa saja kata tunjuk yang digunakan adalah“هذا” yang berarti“ini” (kata tunjuk untuk sesuatu yang dekat).
Namun karena kesempurnaan derajatnya, sehingga ia sangat jauh dari kekurangan, al-Quran jauh lebih tinggi dibandingkan kalam-kalam selainnya. Pantas, karena hakikat al-Quran adalah kalam Allah Ta'ala dan bukan makhluk, sedangkan kalam adalah salah satu sifat Allah Subhanahu wata’ala, kesempurnaan al-Quran adalah bagian dari kesempurnaan Allah Ta'ala.
2.      Kesempurnaan al-Quran dalam membenarkan sekaligus menjaga kitab-kitab yang yang diturunkan sebelumnya.
Oleh karenanya al-Quran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan, ia merangkum dan menyempurnakan kandungan kitab-kitab sebelumnya. Al-Quran adalah mukjizat terbesar hingga hari akhir. Keagungan di atas terkandung dalam lafal“الكتاب”, para ahli tafsir bersepakat bahwa huruf alif dan lam (ال) dalam lafal كتاب berfungsi istighraaq, yaitu untuk mencakup atau meliputi, yang artinya kitab suci al-Quran menyempurnakan dan mencakup kitab-kitab sebelumnya.
3.      Firman Allah Ta'ala yang artinya:
“Tidak ada keraguan didalamnya.“
Menjelaskan keagungan yang ketiga. Bila merenungi setiap lafal serta gaya bahasa yang digunakan untuk menjelaskan pesan di atas maka kita akan mendapati bahwa tidak ada sedikitpun keraguan dan tidak akan pernah ada selamalamanya. Kesempurnaan tersebut ditegaskan dalam firman Allah yang lain yang artinya:
“Tidak (akan) datang (sedikit pun) kebatilan terhadap al-Quran pada awal dan akhirnya.” [QS. Fushshilat: 42]
Dalam firman Allah yang lain dijelaskan tidak ada kerancuan dan perselisihan dalam al-Quran, baik huruf dan lafalnya, gaya bahasa dan maknanya, bahkan dalam kandungan dan pesan-pesannya. Adakah kitab yang memiliki kesempurnaan di atas selain alQuran?
Kita sering dibuat kagum bila mendapati sebuah buku tertulis “best seller” atau penulis buku tersebut terkenal, padahal adakah yang menjamin bahwa buku tersebut bersih dari kesalahan dan kerancuan? Sementara al-Quran yang kita miliki jarang mendapatkan perhatian meskipun sekedar kagum lantaran lemahnya takzim (pengagungan) terhadapnya.
4.      Ketika Allah Ta'ala berfirman yang artinya:
“(Al-Quran) adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
Merupakan penjelasan sekaligus penegasan tentang kesempurnaan al-Quran dalam fungsi dan tujuan diturunkannya. Allah telah menjamin petunjuk, bahkan penjelas, pembeda antara yang hak dan yang batil, kesembuhan dari segala macam penyakit serta rahmat-Nya dalam al-Quran.
Adakah kitab atau buku selain al-Quran yang menjamin petunjuk atau solusi untuk segala macam problem atau menjamin ketenangan hati serta ketenteraman jiwa bagi pembacanya? Lisan kita pasti menjawab satu kata yaitu tidak ada! Namun perilaku dan sikap kita seringkali meragukan jaminan-jaminan Allah dalam al-Quran.
Bagaimana salaf mengagungkan al-Quran?
Ada 5 hal yang menjadikan para salaf mulia dengan al-Quran. Untuk memudahkan dalam mengingatnya kelima hal tersebut bisa disingkat menjadi I 4 T.  Apa saja kelima hal tersebut?
1.      Huruf I adalah iman.
Yaitu meyakini bahwa al-Quran adalah kalam Allah Ta'ala dan bukan makhluk, diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menjadi pedoman dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Keimanan inilah yang menjadikan para salaf selalu membenarkan makna, hakikat, dan pesan-pesan al-Quran. Segala perintah dalam al-Quran adalah petunjuk dan kebenaran.Tidaklah al-Quran melarang sesuatu kecuali karena keburukan dan kerusakannya. Sehingga para salaf selalu jujur dalam berkata, adil dalam memutuskan, dan konsisten dalam kebaikan.
2.      Huruf T yang pertama adalah tilawah artinya membaca.
Al-Quran bagi para salaf ibarat pakaian yang selalu melekat, dibaca setiap saat dan tempat karena mereka yakin tahapan pertama untuk meraih kemuliaan al-Quran setelah iman adalah dengan selalu membacanya.
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bacalah AlQuran (seluruhnya) dalam sepekan dan hendaklah seseorang menjaga (wirid tilawahnya) sehari semalam (minimal) satu juz”.[HR. Ibnu Abi Syaibah, sanadnya shahih].
Membaca 30 juz (khatam) dalam sepekan adalah rutinitas para salaf, sebagian yang lain mampu mengkhatamkan kurang dari sepekan sebagaimana diriwayatkan bahwasanya Usman bin Affan radhiyallahu ‘anhu gemar mengkhatamkan Al-Quran dalam semalam sehingga Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah dalam surat azZumar ayat 9 bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Usman radhiyallahu 'anhu.
Tidak perlu heran dengan pernyataan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang Usman radhiyallahu ‘anhu karena beliau pernahberkata: “Seandainya hati kita bersih (dari dosa) niscaya kita tidak akan pernah merasa puas dengan Al-Quran.”[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya, sanadnya shahih].
3.      Hurut T yang kedua adalah tahfizh artinya menghafal.
Tahapan ini tentu lebih tinggi dari sekedar membaca karena orang yang membaca belum tentu menghafal namun orang yang menghafal ia pasti membacanya, bahkan terkadang harus berkali-kali.
Menghafal bagi salaf adalah ibadah yang sangat agung sehingga salah satu ciri yang sangat menonjol dari generasi salaf adalah kesungguhan mereka dalam menghafal al-Quran. Bahkan hafal al-Quran adalah syarat bagi mereka sebelum menimba ilmu-ilmu yang lain baik ilmu agama apalagi ilmu dunia. Apalagi hafalan al-Quran sangat erat kaitannya dengan ibadah-ibadah yang lain seperti shalat. Karena panjang atau pendeknya shalat seseorang tergantung kepada berapa hafalan al-Qurannya.Sehingga para salaf gemar memanjangkan bacaan shalatnya terutama pada shalatshalat sunnah.
Tentu panutan mereka dalam hal ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata: “Janganlah engkau bertanya bagaimana bagus dan panjangnya shalat malam Rasulullah.” [HR. Ahmad, sanadnya shahih].
Ya, shalat beliau panjang dan indah karena dalam satu rakaat beliau mampu membaca al-Baqarah, Ali Imran dan an-Nisa, sebagaimana dituturkan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Ketika mampu menghafalkan al-Quran berarti seseorang telah memiliki sumber petunjuk dan solusi untuk setiap masalah,sehingga ia tinggal memilih ayat yang tepat untuk dijadikan solusi dan petunjuk. Lain halnya dengan orang yang tidak hafal, maka ia akan bersusah-payah untuk mencari solusi dan petunjuk, bahkan terkadang ia tersesat atau salah.
4. Huruf T yang ketiga adalah tadabbur yang artinya menghayati.
Tadabbur adalah menghayati maksud dan pesan dari ayat al-Quran baik perintah, larangan, nasihat, peringatan atau petunjuk sehingga tadabbur tidak hanya sekedar mengetahui arti atau tafsir ayat.
Penghayatan para salaf terhadap al-Quran tidak bisa digambarkan melalui risalah yang sangat singkat ini, cukup menjadi bukti dalam hal ini adalah kemuliaan hidup mereka yang tergambar dalam kesempurnaan ibadah dan ketinggian akhlak.
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling lembut hatinya diantara para sahabat. Sehingga ketika beliau diminta menggantikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadi imam shalat Aisyah berkata: “Wahai Rasul, Abu Bakar adalah orang yang lembut, bila ia mengimami shalat para makmumtidak akan mendengar bacaannya disebabkan deras tangisannya.” [HR. Muslim].
Ya, menangis adalah sifat khas para salaf ketika membaca ataupun mendengar al-Quran, karena mereka menghayatinya. Tentu teladan mereka dalam hal ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memintanya untuk membaca al-Quran. Ibnu Mas'udpun bertanya: “Mengapa aku membaca untukmu wahai Rasul sedangkan al-Quran itu diturunkan kepadamu?” Rasulpun menjawab: “Aku suka mendengarkan bacaan selainku.” Kemudian Ibnu Masu'd membaca suratan-Nisa hingga pada ayat yang ke 41. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukup wahai Abdullah.” Kemudian Ibnu Mas'udpun berhenti dan melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berlinang air mata. [HR. Bukhari dan Muslim].
Dengan tadabbur, iman mereka bertambah, hati bergetar lantaran takut kepada Allah dan jiwa raga senantiasa tunduk kepada Allah dan rasul-Nya.
5.      Huruf T yang terakhir adalah tathbiq yang artinya beramal.
Dan inilah tahapan sekaligus tujuan al-Quran diturunkan,yaitu untuk diamalkan dalam segala aspek kehidupan baik aqidah, ibadah, maupun akhlak. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa para salaf adalah alQuran bergerak atau berjalan. Karena segala aktivitas mereka bersandar kepada al-Quran.
Mereka berbicara, berpikir, berhukum, berobat, menasihati, membina, bahkan mengatur kehidupan pribadi, masyarakat, hingga negara dengan alQuran. Oleh karenanya, tidak ada masa kehidupan yang lebih gemilang dari masa salaf karena mereka telah menjadikan alQuran sebagai pedoman bukan sekedar bacaan.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah dihardik dan dihina oleh seseorang, padahal saat itu beliau adalah khalifah.Wajar saja bila beliau kemudian emosi dan hendak memarahi, namun seketika hilang amarahnya saat diingatkan dengan firman Allah:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” [QS. Al-A’raf: 199].[HR. Bukhari].
Di lain kesempatan, Umar membawa ghanimah (harta rampasan perang)yang banyak, segera saja para pembantunya menghitungnya, merekapun lelah karena banyaknya ghanimah tersebut, sebagian mereka berkata: “Wahai Umar ini adalah karunia dan rahmat Allah.” Umarpun menjawabnya: “Kamu salah, al-Quranlah karunia dan rahmat Allah yang sebenarnya.” Kemudian beliau membaca firman Allah Ta'ala:
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”[QS. Yunus: 57-58][HR. Thabrani dan Abu Nu’aim, sanadnya lemah].
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Usman bin Affan membeli surga Allah dari Rasul dua kali, pertama di saat menggali sumur Ruumah, yang kedua di saat membiayai persiapan pasukan pada perang Tabuk.”[HR. Hakim, dan dishahihkan olehnya].
Adapun sumur Ruumah, beliau membelinya dari seorang Yahudi dengan harga yang sangat mahal, kemudian beliau wakafkan untuk kaum muslimin. Sedangkan dalam perang Tabuk beliau berinfak dengan seribu dinar, sehingga Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apapun yang dilakukan Usman tidak akan membahayakannya setelah ini.” [HR. Tirmidzi, hasan]
Kedermawanan beliau adalah bukti patuh dan taatnya terhadap firman Allah Ta'ala dalam suratal-Baqarah ayat 254 dan 245. Risalah ini tentu akan bertambah panjang bila disebutkan contoh-contoh salaf yang lain dalam mengamalkan al-Quran. Apa yang telah disebutkan di atas mudah-mudahan cukup sebagai teladan kita.

Baca Juga: Mentadabburi Al-Quran Di Bulan Ramadhan

Terimah Kasih atas kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
Read More