Tafsir Surah Al-Mu'minum Ayat 99-118
Ayat 99-114: Di antara hal yang akan
disaksikan ketika kematian datang, sekilas tentang kehidupan alam barzakh,
peristiwa-peristiwa pada hari Kiamat dan kedahsyatannya, dan terputusnya
hubungan nasab antara manusia.
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ
الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (٩٩) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا
تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ
إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (١٠٠) فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ
يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ (١٠١) فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ (١٠٢) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ
خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ (١٠٣) تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ
النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ (١٠٤) أَلَمْ تَكُنْ آيَاتِي تُتْلَى
عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ (١٠٥) قَالُوا
رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ (١٠٦)
رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ (١٠٧)قَالَ اخْسَئُوا
فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ (١٠٨) إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِنْ عِبَادِي يَقُولُونَ
رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
(١٠٩)فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنْتُمْ
مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ (١١٠) إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا
أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ (١١١) قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ
سِنِينَ (١١٢) قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ
الْعَادِّينَ (١١٣) قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ (١١٤
99. [1](Demikianlah
keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka[2],
Dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia)[3],
100. Agar aku dapat berbuat amal saleh yang telah aku
tinggalkan[4].
Sekali-kali tidak[5]!
Sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja[6].
Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding)[7]
sampal pada hari mereka dibangkitkan.
101. Apabila sangkakala ditiup[8],
maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu[9]
(hari kiamat), dan tidak ada pula mereka saling bertanya[10].
102. [11]Barang
siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya[12],
maka mereka itulah orang-orang yang beruntung[13].
103. Dan barang siapa yang ringan timbangan
(kebaikan)nya[14],
maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di
dalam neraka Jahannam[15].
104. Wajah mereka dibakar api neraka[16],
dan mereka di neraka itu dalam keadaan muram dengan bibir yang cacat.
105. (Dikatakan kepada
mereka), “Bukankah ayat-ayat-Ku[17]
telah dibacakan kepadamu[18],
tetapi kamu selalu mendustakannya[19]?”
106. [20]Mereka
berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami[21],
dan kami adalah orang-orang yang sesat[22].
107. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya
(kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran),
sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim[23]."
108. Allah berfirman, "Tinggallah dengan hina di
dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku[24].”
109. Sungguh, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku[25]
berdoa (di dunia), "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami
dan berilah kami rahmat, Engkau adalah pemberi rahmat yang terbaik[26].”
110. Lalu kamu[27]
jadikan mereka buah ejekan[28],
sehingga kamu lupa mengingat Aku, dan kamu selalu menertawakan mereka[29],
111. Sungguh, pada hari ini Aku memberi balasan kepada
mereka, karena kesabaran mereka[30];
sungguh mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan[31]."
113. Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi)
sehari atau setengah hari[34],
maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung[35]."
114. Allah berfirman, "Kamu tidak tinggal (di
bumi) melainkan hanya sebentar saja[36],
jika kamu benar-benar mengetahui[37]."
Ayat 115-118: Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menciptakan manusia bukanlah dengan percuma, membersihkan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala dari segala kekurangan dan aib dan pengesaan-Nya dengan
beribadah hanya kepada-Nya.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا
خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ (١١٥) فَتَعَالَى
اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
(١١٦)وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا
حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ (١١٧) وَقُلْ رَبِّ
اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ (١١٨
Terjemah Surat Al Mu’minun Ayat 115-118
115. Maka apakah kamu[38]
mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main[39]
(tanpa ada maksud)[40],
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
116. [41]Maka
Mahatinggi Allah[42],
Raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan
(yang memiliki) 'Arsy yang mulia[43].
117. Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain selain
Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu[44],
maka perhitungannya[45]
hanya pada Tuhannya. Sungguh, orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.
118. Dan katakanlah (Muhammad)[46],
"Ya Tuhanku, berilah ampun[47]
dan berilah rahmat[48],
Engkaulah pemberi rahmat yang terbaik[49]."
[1] Syaikh As
Sa’diy berkata, “Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan tentang keadaan orang
yang didatangi maut di antara mereka yang meremehkan lagi zalim, bahwa ia akan
menyesal saat itu, yaitu apabila dia melihat tempat kembalinya dan menyaksikan
keburukan amalnya, ia pun meminta kembali ke dunia, bukan untuk
bersenang-senang dengan kelezatannya dan menikmati syahwatnya, tetapi untuk hal
yang dia ucapkan, “Agar aku dapat berbuat amal saleh yang telah aku
tinggalkan.”
[3] Maksudnya,
bahwa orang-orang kafir saat menghadapi sakaratul maut, meminta agar umur
mereka diperpanjang, supaya mereka dapat beriman.
[6] Maksudnya,
hanya sebatas di lisan dan tidak ada faedahnya selain kerugian dan penyesalan,
dan kalimat itu pun tidak jujur. Karena jika ia dikembalikan ke dunia, ia akan
melakukan hal yang sama.
[7] Yang
menghalangi mereka kembali ke dunia. Barzakh (alam kubur) merupakan penghalang
antara dunia dan akhirat. Di barzakh ini, orang-orang yang taat merasakan
kenikmatan, sedangkan orang-orang yang bermaksiat merasakan penderitaan dan
azab dari sejak mereka mati sampai mereka dibangkitkan.
[9] Maksudnya,
pada hari kiamat itu, manusia tidak dapat saling tolong menolong meskipun di
kalangan keluarga.
[10] Berbeda
dengan keadaan ketika di dunia. Hal itu, karena dahsyatnya sebagian keadaan
ketika itu dan masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri, sedangkan pada
sebagian keadaan lagi mereka bisa sadar dan saling bertanya-tanya.
[11] Pada hari
kiamat ada beberapa tempat, di mana sebagiannya ada yang dahsyat dan sebagian
lagi ada yang agak ringan. Di antara tempat yang dahsyat adalah pada saat
disiapkan timbangan amal yang menujukkan keadilan Allah. Ketika itu, amal
manusia baik atau buruk akan ditimbang.
[13] Karena
selamatnya mereka dari neraka dan berhaknya mereka masuk ke surga serta
memperoleh pujian yang baik.
[14] Mereka ini
adalah orang-orang kafir, karena kepercayaan dan amal mereka tidak dinilai oleh
Allah di hari kiamat. Lihat pula surah Al Kahfi ayat 105.
[15] Orang yang
kekal di neraka Jahanam adalah orang yang keburukannya meliputi dirinya, dan
tidak ada yang seperti itu kecuali orang-orang kafir. Menurut Syaikh As Sa’diy,
ia tidaklah dihisab seperti dihisabnya orang yang ditimbang kebaikan dan
keburukannya, karena mereka tidak memiliki kebaikan, akan tetapi amal mereka
dihitung dan dijumlahkan, lalu mereka dihadapkan kepadanya dan mengakuinya
serta dipermalukan dengannya. Adapun orang yang memiliki asal keimanan, namun
keburukannya lebih besar sehingga mengalahkan kebaikannya, maka ia meskipun
masuk neraka, tetapi tidak kekal di sana sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash
Al Qur’an dan As Sunnah.
[16] Yakni api
neraka mengelilingi mereka, sampai membakar anggota tubuh yang paling mulia,
yaitu muka.
[19] Karena
kezaliman dan sikap membangkang, padahal ayat-ayat itu demikian jelasnya
menunjukkan kebenaran, menerangkan mana yang hak dan mana yang batil.
[21] Yang lahir
dari kezaliman, berpaling dari yang hak, mendatangi sesuatu yang membahayakan
dan meninggalkan sesuatu yang bermanfaat.
[22] Dalam
amalnya, meskipun mereka adalah orang-orang yang tahu dan menyadari bahwa
mereka adalah orang-orang zalim. Mereka akan berkata, “Sekiranya Kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya kami tidak termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".
[23] Mereka
berdusta dalam janjinya ini, sekiranya mereka dikembalikan lagi ke dunia, tentu
mereka akan mengerjakan perbuatan yang sama. Allah telah menegakkan hujjah
kepada mereka, mengutus rasul-Nya, menurunkan kitab-Nya, memperlihatkan
ayat-ayat-Nya, memberikan mereka musibah agar mereka sadar, memanjangkan usia
yang cukup untuk berpikir, namun mereka tidak menghiraukan
peringatan-peringatan itu.
[24] Ucapan ini
merupakan ucapan yang paling keras kepada mereka sehingga harapan mereka pun
hilang dan mereka pun berputus asa. Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menerangkan sebab yang membuat mereka disiksa sedemikian rupa dan sampai tidak
diberi keringanan.
[26] Mereka
menggabung antara iman yang menghendaki untuk beramal saleh, berdoa meminta
ampunan dan rahmat kepada Allah, bertawassul (menggunakan sarana) dengan
rububiyyah-Nya, nikmat iman yang diberikan-Nya, dan dengan memberitahukan
rahmat-Nya yang luas, dan ihsan-Nya yang merata. Kalimat ini menunjukkan
ketundukan, kekhusyu’an, perebahan diri mereka di hadapan Allah, rasa takut dan
harap kepada-Nya. Mereka adalah manusia-manusia utama.
[32] Untuk
mencela dan membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang yang kurang akal,
karena mereka mengisi waktu yang singkat dengan keburukan yang sesungguhnya
membawa mereka kepada kemurkaan Allah dan siksaan-Nya, serta tidak mengisi
waktunya dengan kebaikan seperti yang dilakukan kaum mukmin, sehingga
memperoleh kebahagiaan yang kekal dan keridhaan Tuhan mereka.
[37] Maksudnya,
mereka hendaknya mengetahui bahwa hidup di dunia itu hanya sebentar saja, jika
dibandingkan dengan menetap di neraka. Oleh sebab itu, seharusnya mereka tidak
hanya mencurahkan perhatian kepada urusan dunia saja.
[39] Yakni
sekedar main-main, untuk makan, minum, bersenang-senang dan menikmati
kenikmatan dunia, tidak diperintah dan tidak dilarang.
[40] Yang
demikian jelas bertentangan dengan hikmah (kebijaksanaan) Allah. Manusia
diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya, dibebankan perintah dan larangan
agar dijaga dan setelah itu mereka akan diberi balasan terhadap perbuatannya.
[41] Ibnu Katsir
rahimahullah menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa akhir khutbah Umar bin ‘Abdul
‘Aziz setelah Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya, Beliau berkata, “Amma
ba’du. Wahai manusia! Sesungguhnya kamu tidak diciptakan untuk main-main dan
tidak ditinggalkan begitu saja.
Kamu mempunyai tempat kembali yang
di sana Allah turun untuk menetapkan hukum dan keputusan-Nya di antara kamu.
Maka sungguh, kecewa, rugi dan celaka seorang hamba yang dikeluarkan Allah dari
rahmat-Nya dan diharamkan mendapatkan surga-Nya yang luasnya seluas langit dan
bumi. Tidakkah kamu mengetahui, bahwa tidak ada yang diberikan keamanan dari
azab Allah kecuali orang yang berhati-hati dan takut di hari ini, yang menjual
sesuatu yang fana dengan yang kekal, yang sedikit dengan yang banyak, dan yang
menjual rasa takut dengan keamanan.
Tidakkah kamu mengetahui, bahwa kamu
adalah keturunan generasi yang telah binasa, dan setelahmu masih ada lagi
pengganti sehingga kamu dating menghadap kepada Pewaris yang sebaik-baiknya?
Kamu pun setiap hari mengiringi orang yang pulang pagi atau sore menghadap
kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena telah menuntaskan umurnya dan habis ajalnya,
lalu kamu menurunkannya ke dalam belahan bumi, yang tidak diberi tikar dan
bantal, yang telah berpisah dengan para kekasih, menyatu dengan tanah dan akan
mendatangi hisab, lagi tergadai oleh amalnya, tidak butuh kepada apa yang
ditinggalkannya, butuh kepada amalnya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai
hamba-hamba Allah, sebelum selesai perjanjian-Nya dan maut datang menjemputmu.”
Ketika itu Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengambil ujung selendangnya dan menaruhnya ke
muka, ia pun menangis dan menangis pula orang-orang yang berada di sekitarnya.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari salah seorang keluarga Sa’id bin Al
‘Aaash).
[43] ‘Arsy
disebut karim (mulia) karena indah dipandang dan indah bentuknya. Ia merupakan
atap seluruh makhluk. Jika ‘arsy yang begitu besar diciptakan dan diatur-Nya,
maka yang di bawahnya apalagi.
[44] Bahkan
dalil yang ada malah menunjukkan batilnya menyembah selain Allah, namun ia
malah berpaling dan membangkang darinya, maka orang ini akan menghadap Allah,
dan Dia akan memberikan balasan terhadapnya serta tidak akan menyampaikannya
kepada keberuntungan sedikit pun, karena dia kafir, dan kekafiran menghalangi
seseorang beruntung.
[49] Setiap yang
memiliki rasa kasihan kepada seorang hamba, maka Allah lebih baik lagi
daripadanya. Dia lebih sayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap
anaknya dan daripada rasa sayang seseorang terhadap dirinya. Selesai tafsir
surah Al Mu’minun dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya.
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
Sumber :
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-muminun-ayat-99-118.html#more
0 Response to "Tafsir Surah Al-Mu'minum Ayat 99-118"
Post a Comment