Hadiah Menurut Para Sahabat Nabi
Saling memberikan hadiah termasuk perkara yang dianjurkan
oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . Rasa cinta dan kasih akan terjalin lebih kuat melalui hadiah-hadiah yang diberikan. Perasaan benci dan kaku akan sirna. Hubungan akan bertambah hangat dan akrab antara dua orang Muslim tatkala seseorang dari mereka menyodorkan hadiah kepada yang lain. Pertanyaan yang muncul, apakah hadiah materi merupakan hadiah yang terbaik dan paling berharga bagi orang lain?. Mari kita tengok pandangan Sahabat radhiyallahu ‘anhum tentang hadiah yang terbaik melalui hadits berikut ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . Rasa cinta dan kasih akan terjalin lebih kuat melalui hadiah-hadiah yang diberikan. Perasaan benci dan kaku akan sirna. Hubungan akan bertambah hangat dan akrab antara dua orang Muslim tatkala seseorang dari mereka menyodorkan hadiah kepada yang lain. Pertanyaan yang muncul, apakah hadiah materi merupakan hadiah yang terbaik dan paling berharga bagi orang lain?. Mari kita tengok pandangan Sahabat radhiyallahu ‘anhum tentang hadiah yang terbaik melalui hadits berikut ini.
Imam al-Bukhâri rahimahullah meriwayatkan hadits
dalam Shahîhnya melalui jalur ‘Abdur Rahmân bin Abi Lailâ rahimahullah.
Ia mengatakan:
لَقِيَنِيْ كَعْبُ
بْنُ عُجْرَةٍ فَقَالَ:
أَلَا أُهْدِيْ لَكَ
هَدِيَّةً سَمِعْتُهَا
مِنَ النَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم”.
فَقُلْتُ :”بَلَى
فَأَهْدِهَا إِلَيَّ”.
فَقَالَ :”سَأَلْنَا
رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه
وسلم فَقُلْنَا: ” يَا
رَسُوْلَ اللهِ
كَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَمْ
أَهْلَ الْبَيْتِ؟ فَإِنَ
الله َ عَلَّمَنَا
كَيْفَ نُسَلِّمُ “
Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu menjumpaiku, lalu
ia berkata, ‘Maukah kamu aku beri hadiah yang aku dengar dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam . Maka, aku menjawab, “Ya. Hadiahkanlah itu kepadaku”.
Kemudian ia berkata, “Kami bertanya Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kami mengatakan, ‘Wahai Rasûlullâh, bagaimanakah mengucapkan shalawat kepada
engkau wahai Ahlil Bait? (Karena) sesungguhnya Allâh Ta’ala telah mengajarkan
kepada kami untuk mengucapkan salam kepada (engkau)’.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ucapkanlah oleh kalian
اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَ
عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ
بَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَ
عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.”
Dalam teks hadits di atas, ada dialog menarik antara ‘Abdur
Rahmân bin Abi Lailâ rahimahullah dari generasi Tabi’in dan Ka’b bin
‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam . Dialog yang berisi tawaran hadiah oleh Ka’b radhiyallahu
‘anhu kepada ‘Abdur Rahman bin Abi Laila rahimahullah. Akan tetapi,
hadiah yang dimaksud bukanlah hadiah berupa materi duniawi, namun berujud
sebuah hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mari kita simak ulasan Syaikh ‘Abdul Muhsin al-’Abbâd hafizhahullah,
seorang Ulama besar dalam bidang hadits dari Madinah, tentang hadits ini dan
relevansinya dengan kunci kemenangan umat Islam. Beliau hafizhahullâh
mengatakan (dengan bahasa bebas), “Perkataan Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu
‘anhu kepada Ibnu Abi Lailâ rahimahullah , “‘Maukah kamu aku beri
hadiah yang aku dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam“,
menunjukkan bahwa hadits-hadits Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam,
mengetahui Sunnah beliau dan pengamalannya merupakan perkara paling penting
menurut mereka dan paling disukai oleh hati mereka. Oleh karena itu, Ka’b radhiyallahu
‘anhu mengutarakan apa yang diungkapkannya sebagai hadiah itu untuk
mengingatkan tentang pentingnya perkara yang akan ia sampaikan kepada Ibnu Abi
Lailâ rahimahullah, supaya ia siap untuk memahaminya dan mempersiapkan
diri menerima dan menguasainya.
Ketika generasi Salaf amat besar atensi mereka terhadap
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, antusias untuk menyebarkannya,
dan hal itu menjadi hadiah paling berharga mereka disebabkan kecintaan mereka
terhadap Sunnah Nabi dan semangat mereka untuk mengamalkannya, maka mereka pun
menjelma pemimpin-pemimpin umat manusia dan menjadi terpandang di muka bumi.
Kemenangan terhadap musuh menyertai mereka. Begitu juga, kekuatan dan dominasi
menjadi milik Islam dan kaum Muslimin. Sebagaimana Allâh Ta’ala berfirman (yang
artinya): “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allâh,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS.
Muhammad/47:7).
Berbeda keadaannya dengan realita yang kita saksikan pada
kaum Muslimin hari ini yang menyedihkan hati, karena tidak ada saling menolong
di antara mereka, mereka dalam keadaan bercerai-berai, kurang perhatian terhadap
ajaran syariat dan jauh darinya, kecuali orang-orang yang Allâh Ta’ala rahmati
yang jumlahnya tidak banyak.
Karena umat Islam sekarang ini demikian keadaannya, maka
musuh-musuh mereka tidak memperhitungkan dan tidak pula memikirkan mereka sama
sekali. Umat Islam takut terhadap musuh, setelah sebelumnya para pendahulu umat
Islam amat ditakuti musuh. Para pendahulu umat telah berhasil melumpuhkan pusat
kekuasaan musuh, demikian pula orang-orang yang terdidik oleh mereka.
Apabila seorang Muslim yang cerdas mencermati kandungan
hadits mulia ini yang berupa tingginya nilai Sunnah dalam jiwa generasi Salafus
Shalih dan agungnya kedudukan Sunnah dalam jiwa mereka, dan Sunnah menjadi
bingkisan berharga dari mereka, lalu ia mengalihkan pandangan kepada keadaan kebanyakan
orang yang mengaku beragama Islam sekarang ini dan kondisi mereka yang kurang
perhatian terhadap syariat dan hidup dengan acuan yang lain, maka ia akan
mengetahui rahasia generasi para pendahulu berhasil mengalahkan musuh-musuh,
meski jumlah personel dan peralatan perang mereka amat minim, sementara umat
Islam sekarang kalah di hadapan musuh, meski jumlah mereka banyak.
Tidak akan tegak kekuatan bagi kaum Muslimin hingga mereka
mau kembali kepada al-Qur`an dan Sunnah, dan membuang undang-undang nista
produk manusia dan ketetapan-ketetapan lain yang berasal dari luar Islam dan
kemudian dilanjutkan dengan membersihkan jiwa-jiwa mereka dan negeri mereka
darinya”. (Kutub wa Rasâilu ‘Abdil Muhsin al-‘Abbâd al-Badr Vol II,
hlm.560-561).
Hadits ini menjadi dasar penting tentang pemberian hadiah
berupa ilmu yang bermanfaat. Hadiah yang berisi paparan tentang kebenaran,
ajakan untuk mengikuti kebenaran dan peringatan dari perkara yang dilarang
syariat manfaatnya sangat luas dan pahalanya sebanyak orang yang mengikutinya.
(Lihat al-Intishâru li Ahlis Sunnah wal Hadîts fî Raddi Abâthîli Hasan
al-Mâliki, Syaikh ‘Abdil Muhsin al-‘Abbâd al-Badr, Cet.I, Thn.1424H, hlm.
10).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ دَعَا
إِلَى هُدًى كَانَ
لَهُ مِنَ الْأَجْرِ
مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ
تَبِعَهُ لَا
يَنْقُصُ مِنْ
أُجُورِهْمْ شَيْئًا
“Barang
siapa mengajak kepada petunjuk lurus, maka baginya pahala sebanyak pahala
orang-orang yang mengikutinya”. (HR. Muslim no.2674).
Atas dasar keterangan singkat di atas, mari kita meniru
langkah generasi Salaf dalam menyebarluaskan ilmu sebagai hadiah dan bingkisan
paling berharga bagi umat. Aktifitas ‘bagi-bagi hadiah’ bisa dipraktekkan
secara sederhana dengan menghadiahkan buku-buku saku, atau bahkan lembaran
bulletin yang berisi doa-doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ,
ajaran-ajaran Ahli Sunnah wal Jamaah yang mengagungkan Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam dan memperingatkan umat dari syirik, bid’ah dan kekeliruan
lainnya, hikmah-hikmah dari para Ulama Salaf dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Untuk itu, jadikan medsos sebagai media menyebarluaskan
kebaikan yang datang dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallâhu
a’lam.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
0 Response to "Hadiah Menurut Para Sahabat Nabi"
Post a Comment