Realitas Pemuda Indonesia: Penyimpangan Moral Remaja & Solusinya
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
PENDAHULUAN
Berbagai
gejala yang melibatkan perilaku remaja akhir-akhir ini tampak menonjol di
masyarakat. Remaja dengan segala sifat dan sistem nilai tidak jarang memuncukan
perilaku-perilaku yang ditanggapi masyarakat yang tidak seharusnya diperbuat
oleh remaja. Perilaku-perilaku tersebut tampak baik dalam bentuk kenakalan
biasa maupun perilaku yang menjurus tindak kriminal. Masyarakatpun secara
langsung ataupun tidak langsung menjadi gelisah menghadapi gejala tersebut
(Hadisaputro, 2004). Belum lagi ancaman yang muncul dari media seperti tayangan
kekerasan, pornografi dan pornoaksi. Sejauh ini kekhawatiran terbesar yang
menjadi pusat perhatian banyak kalangan adalah tindak kekerasan yang dilakukan
anak-anak muda, dan itu sudah merupakan keadaan gawat yang perlu segera
diatasi, namun demikian ada hal lain yang lebih mengkhawatirkan yaitu usia
pelaku tindak kriminalitas semakin lama semakin muda (Borba, 2008). Hal ini
menunjukkan adanya penyimpangan moral pada generasi remaja.
Masalah
moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam
masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang.
Karena kerusakan moral seseorang mengganggu ketenteraman yang lain. Jika dalam
suatu masyarakat banyak yang rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan
masyarakat itu. Jika kita tinjau keadaan masyarakat di Indonesia terutama di
kota-kota besar sekarang ini akan kita dapati bahwa moral sebagian anggota
masyarakat telah rusak atau mulai merosot.
Dimana
kita lihat, kepentingan umum tidak lagi menjadi nomor satu, akan tetapi kepentingan
dan keuntungan pribadilah yang menonjol pada banyak orang (Komariah, 2011). Generasi
muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu
meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam
mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat
yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya
memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain :
minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, seks bebas dan lain-lain yang dapat
menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS (Rauf cit. Sulistianingsih, 2010),.
Adanya
penyimpangan moral remaja ini mendorong penulis untuk memaparkan tentang
penyimpangan moral remaja saat ini, penyebabnya, dan solusinya yangng diperoleh
dari berbagai sumber pustaka. Penulis juga mengharapkan adanya manfaat bagi penulis
dan para pembaca sekalian.
MORAL DAN PENYIMPANGAN MORAL
Moral
sangat penting bagi tiap-tiap orang, tiap bangsa. Karena pentingnya moral
tersebut ada yang mengungkapkan bahwa ukuran baik buruknya suatu bangsa
tergantung kepada moral bangsa tersebut. Apabila bangsa tersebut moralnya
hancur, maka akan hancurlah bangsa tersebut bersama moralnya. Memang, moral
sangat penting bagi suatu masyarakat, bangsa dan umat. Kalau moral rusak,
ketenteraman dan kehormatan bangsa itu akan hilang. Oleh karena itu, untuk
memelihara kelangsungan hidup sebagai bangsa yang terhormat, maka perlu sekali
memperhatikan pendidikan moral, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat
(Komariah, 2011).
Moral
melibatkan pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang sesuai Ataupun sebaliknya
pada pandangan masyarakat. Ia mempunyai kaitan dengan hubungan intrapersonal
dan interpersonal manusia. Dimensi interpersonal berkaitan dengan aktivitas
individu yang tidak melibatkan orang lain. Manakala, interpersonal pula
berkaitan dengan hubungan dengan orang lain (Madoan dan Ahmad, 2004).
Moral
berasal dari bahasa latin mores yang berarti tata cara, kebiasaan, perilaku,
dan adat istiadat dalam kehidupan (Hurlock, 1990). Rogers (1977) mengartikan
moral sebagai pedoman salah atau benar bagi perilaku seseorang yang ditentukan
oleh masyarakat. Allen (1980) mengartikan moral sebagai pola perilaku, prinsip‐prinsip, konsep dan aturan‐aturan yang digunakan individu
atau kelompok yang berkaitan dengan baik dan buruk. Moral menurut Piaget (1976)
adalah kebiasaan seseorang untuk berperilaku lebih baik atau buruk dalam
memikirkan masalah ‐masalah
sosial terutama dalam tindakan moral.
Moral akibat pengaruh faktor-faktor tertentu dapat menyimpang.
Moral akibat pengaruh faktor-faktor tertentu dapat menyimpang.
Kartono
(2007) memberi definisi yang cukup panjang, penyimpangan moral adalah kondisi
individu yang hidupnya delingment (nakal, jahat), yang senantiasa melakukan
penyimpangan perilaku dan bertingkah laku asosial atau antisosial dan amoral.
Ciri-ciri orang yang mengalami defisiensi moral cenderung psikotis dan
mengalami regresi, dengan penyimpangan-penyimpangan relasi kemanusiaan,
sikapnya dingin, beku, tanpa afeksi, emosinya labil, munafik, jahat, sangat
egoistis, self centered, dan tidak menghargai orang lain. Tingkah laku orang
yang mengalami defisiensi moral selalu salah dan jahat (misconduct), sering
melakukan penyimpangan perilaku, bisa berupa menindas, suka berkelahi, mencuri,
mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Ia selalu melanggar hukum,
norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Penyimpangan
moral remaja biasanya diwujudkan dalam bentuk kenakalan. Santrock (2003)
menjelaskan kenakalan remaja berdasarkan tingkah laku, yaitu;
a. Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan dengan nilai -nilai norma- norma dalam masyarakat. Contoh: berkata kasar pada guru, orang tua.
a. Tindakan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial karena bertentangan dengan nilai -nilai norma- norma dalam masyarakat. Contoh: berkata kasar pada guru, orang tua.
b.Tindakan pelangga ran ringan
seperti ; membolos sekolah, kabur pada jam mata pelajaran tertentu dll.
c. Tindakan pelanggaran berat yang
merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja, seperti;
mencuri, seks pranikah, menggunakan obat-obatan terlarang.
PENYIMPANGAN MORAL PADA REMAJA SAAT INI
PENYIMPANGAN MORAL PADA REMAJA SAAT INI
Beraneka
ragam tingkah laku atau perbuatan remaja yang menyimpang dari moral sering
menimbulkan kegelisahan dan permasalah terhadap orang lain. Penyimpangan moral
tersebut dapat berwujud sebagai kenakalan atau kejahatan. Berikut di bawah ini
adalah beberapa contoh dari penyimpangan –peyimpangan moral pada remaja yang
sering terjadi dan muncul dalam media-media pemberitaan.
1. Perkosaan
1. Perkosaan
Perkosaan
(rape) berasal dari bahasa latin raperen yang berarti mencuri,
memaksa,merampas, atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Perkosaan adalah suatu
usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki
terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum
dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum (Wignjosoebroto,
1997).
Sejak
tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta
orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam
sehari dan 30 persen pelakunya adalah remaja SMP dan SMA. Fenomena tingginya
remaja melakukan aborsi karena akibat perkosaan dan hubungan suka sama suka
(Ardiantofani, 2014). Dalam Republika.co.id (Sadewo, 2014), Indonesia Police
Watch (IPW) melihat kecenderungan meningkatnya angka perkosaan di Indonesia
tahun ini. Menurut Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, meski belum memiliki angka
pasti untuk tahun ini, namun kecenderungan tersebut telah terlihat. Tahun 2013
setiap bulan tiga sampai empat kasus perkosaan di seluruh indonesia. Tahun
2014, empat hingga enam setiap bulan. Tercatat, hingga 50 persen pelaku
perkosaan adalah anak berusia di bawah 20 tahun. Sebagian dari para remaja
memperkosa teman perempuannya.
2. Tawuran
Istilan
tawuran sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar
sekolah, yang akhir-akhir ini sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan
pembicaraan yang asing lagi. Kekerasan dengan cara tawuran sudah dianggap
sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja.
Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa
melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu saja
perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian
atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat
secara langsung (Julianti, 2013).
Di
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering
terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992
tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus
dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban
meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus
yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban
meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah
perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu
hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Setyawan,
2014).
3. Pergaulan Bebas
3. Pergaulan Bebas
Dewasa
ini pergaulan bebas yang mengarah pada perilaku sex pra nikah (berkencan,
berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada
di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas
baju, memegang alat kelamin di bawah celana, dan melakukan senggama) sudah
menjadi sesuatu yang biasa, padahal hal tersebut tidak boleh terjadi (Samino, 2012).
Perilaku
seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja berawal dari munculnya “ chemistry”
(ketertarikan) terhadap lawan jenis sebagai dampak dari perkembangan seksual
yang dialami. Ketertarikan tersebut mengundang remaja untuk menjalin suatu
hubungan romantis, dimana dalam hubungan romantis tersebut remaja mulai
mengembangkan bentuk-bentuk perilaku seksual sejalan dengan meningkatnya
dorongan seksual remaja yang menimbulkan keinginan-keinginan yang tidak mudah
dipahami oleh remaja (Andayani dan Setiawan, 2005).
Perubahan
sosial mulai terlihat dalam persepsi masyarakat yang pada mulanya menyakini
seks sebagai sesuatu yang sakral menjadi sesuatu yang tidak sakral lagi, maka
saat ini seks sudah secara umum meluas di permukaan masyarakat. Ditambah dengan
adanya budaya permisifitas seksual pada generasi muda tergambar dari pelaku
pacaran yang semakin membuka kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan
seksual juga adanya kebebasan seks yang sedang marak saat ini telah melanda
kehidupan masyarakat yang belum melakukan perkawinan. Bahkan aktivitas seks
pranikah tersebut banyak terjadi di kalangan remaja dan pelajar yang sedang
mengalami proses pembudayaan dengan menghayati nilai-nilai ilmiah (Salisa,
2010).
Dalam
kehidupannya, remaja tidak akan pernah lepas dari apa yang dinamakan
“percintaan”. Hampir seluruh remaja di dunia, termasuk Indonesia, mempunyai
suatu budaya untuk mengekspresikan percintaan tersebut, yakni dengan apa yang
biasa disebut “pacaran”. Pacaran merupakan hal yang sudah lazim di kalangan
remaja saat ini. Cara mereka mengisi pacaran pun bermacam-macam, mulai dari
yang biasa sampai yang luar biasa yang tidak diterima karena telah melanggar
ketentuan norma yang ada. Salah satu cara yang paling tidak diterima di
masyarakat adalah seks bebas (Karmila, 2011).
Kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi dalam melakukan hubungan sesual bebas di kalangan remaja
adalah sebagai berikut : 1)Kehamilan Remaja. Faktor-faktor yang perlu mendapat
perhatian sehubungan dengan masalah kehamilan remaja adalah:
(a) Masalah keadaan
reproduksi. Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting di kalangan
remaja-remaja yang kelak akan menikah dan menjadi orang tua sebaliknya
mempunyai kesehatan prima sehingga dapat menurunkan generasi.
(b) Masalah psikologis pada ke
hamilan remaja. Remaja yang hamil diluar nikah menghadapi masalah psikologis,
yaitu rasa takut kecewa, menyesal, malu dan rendah diri terhadap kehamilannya.
Sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan dengan jalan menggugurkan kandungan
(aborsi),
(c) Masalah sosial dan ekonomi
keluarga;
(1).Penghasilan yang terbatas,
(2).Putus sekolah, sehingga
pendidikan menjadi terlantar
(3) Nilai gizi yang relatif rendah dapat
menimbulkan berbagai masalah kebidanan, dan (c) Dampak kebidanan pada kehamilan
remaja. Penyulit kehamilan pada remaja tinggi dibandingkan kurun waktu
reproduksi sehat antara umur 25 sampai 35 tahun. Keadaan ini disebabkan belum
matang alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu
perkembangan dan pertumbuhan janin. sehingga memudahkan terjadi ( (1) Keguguran
, (2).Persalinan premature, berat badan lahir rendah (BBLR) dan (3)Mudah
terjadi infeksi, (4).Anemia pada kehamilan, ( 5) Keracunan kehamilan, dan (6)
Kematian ibu yang tinggi (Manuaba, 1999)
4. Penggunaan Narkoba
4. Penggunaan Narkoba
Globalisasi
dan modernisasi tidak dapat dipungkiri lagi telah mendatangkan keuntungan bagi
manusia. Arus informasi yang masuk ke negeri ini semakin sulit dibendung.
Dampak negatifnya, banyak remaja yang terjerumus mengikuti budaya asing yang
tidak sesuai dengan budaya Indonesia, misalnya seks pranikah dan maraknya
penyalahgunaan Narkoba (Primatantari dan Kahono, Unknown Time).
Pengguna narkoba biasanya dimulai dengan coba-coba yang bertujuan sekedar memenuhi rasa ingin tahu remaja, namun sering keinginan untuk mencoba ini menjadi tingkat ketergantungan.
Pengguna narkoba biasanya dimulai dengan coba-coba yang bertujuan sekedar memenuhi rasa ingin tahu remaja, namun sering keinginan untuk mencoba ini menjadi tingkat ketergantungan.
Tingkat
pengguna narkoba sendiri dapat dibagi menjadi;
(1) pemakai coba-coba,
pemakaian sosial (hanya untuk bersenang-senang),
(2) pemakaian situasional
(pemakaian pada saat tegang, sedih, kecewa dan lain-lain),
(3) penyalahgunaan (pengunaan
yang sudah bersifat patologis) dan (4) tahap yang lebih lanjut atau Ketergantungan
(kesulitan untuk menghentikan pemakaian) (Wahyurini dan Ma’shum cit. Widianingsih
dan Widyarini, 2009).
Sejak
2010 sampai 2013 tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang
menjadi tersangka kasus narkoba. Pada 2010 tercatat ada 531 tersangka
narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian,
terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013.
Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus
mahasiswa.
Pada
2010, terdata ada 515 tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada
2011. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun
2013. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika,
merupakan konsumen atau pengguna. Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional
perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar
dan mahasiswa. Dari penelitian di 16 provinsi di tanah air, ditemukan 2,6
persen siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7 persen siswa
SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi,
ada 7,7 persen mahasiswa yang pernah mencoba narkoba (Tryas, 2014).
Tren
penyalahgunaan narkoba saat ini didominasi ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin,
kokain, dan obat-obatan Daftar G. Sepanjang 2012, BNN sudah 12 kali memusnahkan
narkoba. Total yang telah dimusnahkan sebanyak 28.062 gram sabu-sabu, 44.389
gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir ekstasi. Sebagian besar
penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi. Berdasarkan data BNN,
sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat penyalahgunaan narkoba dan kerugian
negara mencapai Rp50 triliun per tahun. Pecandu heroin dan morfin yang
menggunakan jarum suntik itu berpotensi besar terkena penyakit hepatitis B dan
hepatitis C bahkan tertular virus HIV-AIDS. (Holisah, 2014).
5. Menyontek
Menyontek
merupakan tindak kecurangan dalam tes, melalui pemanfaatan informasi yang
berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994). Perilaku menyontek
harus dihilangkan, karena hal tersebut sama artinya dengan tindakan kriminal
mencuri hak milik orang lain. Namun nyatanya perilaku menyontek semakin
mengalami peningkatan (McCabe, 2001). Perilaku menyontek telah merambah ke
berbagai penjuru, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tak hanya
dilakukan oleh siswa maupun mahasiswa yang berprestasi rendah, tetapi juga
siswa serta mahasiswa yang berprestasi tinggi pernah melakukannya. Sebagaimana
survey yang dilakukan oleh Who’s Who Among American High School Student,
menunjukkan bahwa mahasiswa terpandai mengakui pernah menyontek, untuk
mempertahankan prestasinya (Parsons dalam Mujahidah, 2009).
Pusat
Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
melakukan survei online atas pelaksanaan ujian nasional (UN) tahun 2004-2013.
Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi secara massal lewat aksi mencontek, serta
melibatkan peran tim sukses yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan
pengawas. Psikolog UPI Ifa Hanifah Misbach memaparkan, total responden dalam
survei UN adalah 597 orang yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25
provinsi.
Survei
dilakukan secara online untuk mengurangi bias data. Sebab, tim psikologi UPI
sudah beberapa kali melakukan survei langsung ke sekolah namun sering ditolak
oleh kepala sekolah dan ada intervensi dari guru saat mengisi survei. Responden
berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden
mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil survei, 75% responden mengaku
pernah menyaksikan kecurangan dalam UN.
Jenis
kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat
(sms), grup chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual
beli bocoran soal dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau
pihak lain (bimbingan belajar dan joki). Dalam survei juga terungkap sebagian
besar responden tidak melakukan apa pun saat melihat aksi kecurangan.
Sedangkan, sisanya ikut melakukan kecurangan atau sekadar sebagai pengamat.
Responden yang melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3%). Ada doktrin
dari sekolah bahwa kita masuk sekolah sama-sama dan keluar harus sama-sama. Ini
akhirnya menjadikan anak yang jujur malah dimusuhi dan tidak dapat kawan
(Anonim, 2013).
6. Mabuk-mabukan
Pergaulan
remaja juga berpotensi menimbulkan keresahan sosial karena tidak sedikit para
remaja yang terlibat pergaulan negatif mabuk-mabukan. Tindakan ini selain
mengganggu ketertiban sosial juga sangat merugikan kesehatan mereka sendiri
(Surbakti, 2009). Diberitakan dalam bangka.tribunnews.com, pada tanggal 18 April 2014
remaja mabuk menggunakan lem dan minuman keras (miras) jenis arak telah
meresahkan masyarakat. Segerombolan remaja sering minum-minuman keras di Jalan
Pattimura, Desa Air Saga, Tanjungpan dan nekat menjebol pagar kawat milik warga
(Setyanto, 2014).
Di
media online lain yaitu news.detik.com diberitakan dua remaja mabuk
menghina polisi dan mengeluarkan kata-kata kotor di depan Polsek Sleman. Sempat
terjadi kejar-kejaran dengan polisi, lalu keduanya tertangkap. Satu di
antaranya ditembak karena melawan. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu tanggal
15 November 2014 sekitar pukul 03.00 WIB dengan TKP jalan Cimpling, Cebongan,
Jumeneng, Kecamatan Mlati, Sleman (Kurniawan, 2014).
7. Membolos
Membolos
sekolah adalah perbuatan yang menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang
bermanfaat (Mahmudi, 2014). Membolos adalah budaya yang umum di Indonesia.
Orang dewasa pun melakukannya. Penulis pernah melihat sendiri para PNS jajan di
warung angkringan saat jam kerja. Belanja di pasar juga saat jam kerja. Dan hal
inilah juga ditiru olahe remaja kita. Penulis juga pernah melihat para siswa
SMA jajan/nongkrong di angkringan saat jam sekolah. Makan dan minum di warung
burjo saat jam sekolah. Sungguh kebiasaan yang jelek yang harus dihapus.
FAKTOR PENYEBAB PENYIMPANGAN
MORAL
1. Media Internet
Kebebasan
media dan pers yang menyertai era globalisasi, diantaranya
menyebabkan
materi-materi seks kian mudah didapatkan dan beredar di masyarakat. Media
komunikasi internet yang bebas sensor menjadi lahan subur bagi perkembangan
materi-materi seks, terutama yang berbau porno. Kemudahan dan fasilitas seperti
yang disediakan internet pun menjadikan sajian-sajian seksual di internet
sangat variatif. Internet tidak hanya menampilkan materi seks porno dalam
bentuk gambar-gambar diam saja, tetapi ada juga yang menampilkan gambar
bergerak len gkap dengan suaranya, potongan video klip dengan durasi pendek
sampai yang panjang (Purwono cit. Rahmawati et al., 2002).
Ironisnya
adalah sesuatu yang baik itu biasanya sulit untuk diterima demikian sebaliknya
sesuatu yang buruk dan menyesatkan biasanya sangat mudah diadopsi oleh remaja,
hal ini termasuk informasi tentang seksual tanpa batas. Tidak sedikit informasi
yang diperoleh remaja disalahartikan sehingga menimbulkan berbagai perilaku
menyimpang yang akibatnya tidak saja merugikan remaja itu sendiri, tetapi juga
dapat merugikan orang lain, seperti melakukan hubungan seks dengan pacar tanpa
memperhitungkan akibat yang timbul, yaitu kehamilan, penyakit menular seksual
dan tercorengnya kehormatan keluarga (Setiawan dan Nurdiyah, 2008).
Sajian
situs porno di internet selain memperlihatkan gambar-gambar wanita telanjang,
ternyata juga menayangkan video hubungan seksual, paedophilia (foto telanjang
anak-anak), hebephilia (foto telanjang remaja) dan paraphilia (materi seks
“menyimpang”); termasuk di antaranya gambar-gambar sadomasochism (perilaku seks
dengan siksaan fisik), perilaku sodomi, urinasi (perilaku seks dengan urin),
defekasi (perilaku seks dengan feses) dan perilaku seks dengan hewan
(Elmer-Dewitt cit. Rahmawati et al., 2002).
Perilaku
kenakalan pada remaja yang dipengaruhi oleh media internet antara lain adalah :
(a) Perkelahian sebagai akibat
dari kecanduan game online yang bertema kekerasan, peperangan, terorisme;
(b) Perkataan yang kotor,
kasar, tidak senonoh, saling mengejek antar teman yang bermula dari penulisan
“status” di facebook atau twitter dan jejaring sosial lainnya; (c) Penipuan,
melalui media internet rentan sekali penipuan dengan memasang iklan-iklan jual
beli barang dengan harga murah;
(d) Pemalsuan identitas,
melalui jejaring sosial seperti facebook, twitter, friendster dan lain-lain
dengan menemukan teman yang baru dikenalnya sehingga memudahkan untuk menipu
dan dapat menghindar dari tanggung jawab jika melakukan tindakan merugikan
orang lain;
(e) Penculikan, seringkali
terjadi penculikan gadis remaja karena berkenalan dengan temannya di facebook
untuk bertemu di dunia nyata sehingga membawa kabur gadis remaja tersebut;
(f) Perbuatan asusila, seperti
perkosaan, pencabulan, sex bebas, sebagai akibat dari melihat gambar/ video
porno di internet;
(g) Membolos sekolah, karena
begadang kecanduan game online sampai larut malam bahkan sampai pagi; dan
(h) Berbohong pada orang tua,
karena kecanduan internet membutuhkan biaya untuk ke warnet atau membeli pulsa
modem (Budhyati, 2012).
Di
Indonesia, pornografi telah menjadi hal yang sangat umum karena sangat mudah
diakses oleh setiap kalangan usia. Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia
menyatakan bahwa Indonesia selain menjadi negara tanpa aturan yang jelas
tentang pornografi, juga mencatat rekor sebagai Negara kedua setelah Rusia yang
paling rentan pornografi terhadap anak-anak (BKKBN cit. Samino, 2012). Menurut
Anttoney General’s Final Report on Pornography konsumen utama pornografi adalah
remaja laki-laki berusia 12 sampai 17 tahun. Dampaknya adalah makin aktifnya
perilaku seksual pranikah yang disertai ketidaktahuan yang pada gilirannya bisa
membahayakan kesehatan reproduksi remaja (Wirawan cit. Samino, 2012).
Kemajuan
teknologi informasi, dan kebebasan untuk mendapat informasi tidak dapat
dibendung, dan hal itu sesungguhnya merupakan sesuatu yang positif bagi
kemajuan kehidupan manusia, seperti dapat mengakses berbagai ilmu pengetahuan
secara luas. Namun juga ada dampak negatifnya dari teknologi informasi jika
disalahgunakan, seperti secara bebas siswa remaja mengakses informasi; menonton
atau membaca gambar atau tulisan porno. Gambar atau tulisan yang mengandung
ponografi, cenderung meningkatkan ransangan seksual seseorang dan membuatnya
tergoda untuk mencoba segala hal yang berkaitan dengan seks, dan hal itu
merupakan informasi yang menarik namun sesat (Hilman, 2005)
2. Media Televisi/ Media Massa
2. Media Televisi/ Media Massa
Kemungkinan
terjadi pergeseran nilai–nilai moral yang terjadi di masyarakat, dapat
disebabkan oleh proses belajar sosial tersebut. Meskipun demikian, perilaku
kejahatan seksual seperti juga seluruh perilaku kejahatan lainnya, merupakan
perilaku yang dianggap melanggar norma sosial, sehingga harus dihindari oleh
setiap individu (Santosa dan Zulfa, 2001)..
Beragam
tanggapan yang diberikan khalayak terhadap tayangan program di televisi. Ada
yang memberikan tanggapan positif, tanggapan negative atau biasa -biasa saja.
Terdapat tiga dimensi efek komunikasi massa yaitu (1) Efek kognitif ; meliputi
peningkatan kesadaran, proses belajar dan tambahan pengetahuan. (2) Efek
afektif ; berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap dan (3) Efek konatif
berkaitan dengan tingkah laku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut
caratertentu (Winkel, 1989).
Pengaruh
televisi terhadap sistem komunikasi tidak pernah lepas dari pengaruh terhadap
aspek-aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Prof. Dr. R. Mar’at acara
televisi pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan
bagi para penontonnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh psikologis dari
televisi itu sendiri, di mana televisi seakan-akan menghipnotis pemirsa,
sehingga mereka telah hanyut dalam keterlibatan akan kisah atau peristiwa yang
disajikan oleh televisi (Effendy, 2002).
Nugroho
(2000) mengatakan bahwa televisi mempengaruhi kalangan anak-anak dan remaja.
Mereka mulai tertarik dan mencerna apa yang ditampilkan televisi sejak umur dua
tahun. Mereka menganggap apa yang tampil di layar kaca itu adalah kebenaran
yang senyatanya. Bahkan mereka belum bisa membedakan antara mana kenyataan yang
sesungguhnya dan mana tayangan yang hanya fiksi semata. Tidak semua anak –anak
dan remaja ini mendapat bimbingan hingga mereka berkembang secara utuh dewasa.
Lewat televisi, mereka menerima apa yang ditayangkan sebagai norma sosial dan
mereka mengintegrasikannya dalam pola perilaku ketika berhubungan dengan orang
lain.
3. Lingkungan Pergaulan Yang
Buruk
Mulyadi
(1997) mengemukakan bahwa anak-anak sebagai generasi yang unggul pada dasarnya
tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka memerlukan lingkungan yang subur
yang sengaja diciptakan untuk itu sehingga dapat mengarahkan dan membimbing
mereka agar dapat tumbuh dan berkembang kepribadiannya secara wajar, yang juga
nantinya akan memungkinkan potensi mereka dapat tumbuh dengan optimal.
Pengalaman
seksual yang menyenangkan selama pacaran akan menyebabkan sepasang kekasih
menganggap bahwa perilaku seksual sebagai suatu hal yang menyenangkan untuk
dilakukan dengan pasangannya karena perilaku seksual mereka anggap sebagai
perilaku yang normal dilakukan oleh orang yang telah dewasa. Kebanyakan remaja
tidak ingin dianggap sebagai anak kecil tetapi akan lebih bangga bila dianggap
sudah dewasa, sehingga dalam beberapa pendapat menyebutkan bahwa perilaku
seksual dianggap sebagai simbol status kedewasaan dan mereka sebagai bagian
dari komunitas orang dewasa merasa telah mempunyai hak untuk melakukan perilaku
tersebut (Hurlock, 1999).
Lingkungan
masyarakat dimana anak itu dibesarkan ikut ambil peranan dalam membentuk
kepribadian anak selanjutnya. Anak yang berkembang di lingkungan alam pedesaan
memiliki kepribadian yang berbeda dengan anak yang tumbuh berkembang di
lingkungan masyarakat kota yang penuh kesibukan dan kebisingan yang seolah
saling tak menghiraukan antara anggota masyarakat yang satu dengan lainnya.
Demikian halnya anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang sangat agamis
tentu akan berbeda bila dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di lingkungan
masyarakat yang sangat tidak memperdulikan masalah-masalah norma-norma agama
(Tepas Ahmad Heryawan, 2008).
Dikatakan
oleh (Eitzen, 1986) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup
dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada
umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan
nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial
menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan
perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang
terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma
sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh
sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.
4. Pendidikan Agama Yang Rendah
4. Pendidikan Agama Yang Rendah
Sikap
tidak permisif terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat dari aktifitas
keagaaman dan religiusitas (Rice, 1990). Pendidikan agama dalam keluarga sangat
penting untuk membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
pada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral,
budi pekerti, pemahaman dan pengalaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari. Dan hal itu merupakan sumbangan bagi pembangunan bangsa dan Negara
(Tepas Ahmad Heryawan, 2008).
Pemahaman
agama yang baik akan menumbuhkan perilaku yang baik. Remaja memerlukan
kemampuan pemecahan masalah yang baik, sehingga remaja mampu menyelesaikan
masalah mereka dengan efektif (Aini, 2011).
Menurut Darajat (1997) bahwa religiusitas dapat memberikan jalan keluar kepada individu untuk mendapatkan rasa aman, berani, dan tidak cemas dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi kehidupannya.
Menurut Darajat (1997) bahwa religiusitas dapat memberikan jalan keluar kepada individu untuk mendapatkan rasa aman, berani, dan tidak cemas dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi kehidupannya.
Agama
Islam sendiri mengajarkan bahwa dengan mendekatkan diri kepada Allah maka
seseorang akan mendapatkan ketenangan hidup lahir dan batin serta dapat
mengontrol perilakunya Menurut Paloutzian (1996) bahwa tingkat personal agama
secara fungsional memberikan makna pada berbagai peristiwa yang dihadapinya
atau memberikan bimbingan moral bagaimana seharusnya ia bertindak ditengah‐tengah manusia.
5. Kondisi Keluarga dan Pola
Asuh Orang Tua
Anak
yang dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, biasanya memiliki latar
belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini
disebabkan karena anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mampu
mempersepsi bahwa rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena
semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang
dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya.
Jika
anak mampu mempersepsi bahwa keluarganya berantakan atau kurang harmonis maka
ia akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya
tersebut. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada
remaja adalah konsep diri yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap
keseluruhan diri, baik yang menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan
(Soekanto, 1987).
Pengabaian
orangtua terhadap naknya meberikan andil yang besar dalam mucul perilaku
kenakalan remaja. Gunarsa (2004) membagi sikap pengabaian orangtua terhdap anak
menjadi lima jenis.
a. Pengabaian fisik (physical
neglect) : meliputi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan atas makanan, pakaian, dan
tempat tinggal yang memadai.
b. Pengabaian emosional
(emotional neglect) : meliputi perhatian, perawatan, kasih saying, dan afeksi
yang tidak memadai dari orang tua, atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan
remaja akan penerimaan, persetujuan, dan persahabatan.
c. Pengabaian intelektual
(intellectual neglect) : termasuk di dalamnya kegagalan untuk memberikan
pengalaman yang menstimulasi intelek remaja, membiarkan remaja membolos sekolah
tanpa alasan apa pun, dan semacamnya.
d. Pengabdian social (social
neglect) : meliputi pengawasan yang tidak memadai atas aktivitas social remaja,
kurangnya perhatian dengan siapa remaja bergaul, atau karena gagal mengajarkan
atau mensosialisasikan kepad remaja mengenai bagaimana bergaul secara baik
dengan orang lain.
e. Pengabaian moral (moral
neglect) : kegagalan dalam memberikan contoh moral atau pendidikan moral yang
positif kepada remaja.
Menurut
Thoha cit. Graciani (2011) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu
cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai
perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak . Pengaruh keluarga dalam
pembentukan dan perkembangan kepribadian anak mempunyai pengaruh yang besar.
Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan
perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa.
Orang
tua dalam mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di
lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga dipengaruhi oleh sikap-sikap
tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap
tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda,
karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu.
Penelitian
oleh Kumpfer tahun 1998 (Watters cit. Kristanto, 2014) menunjukan bahwa di
dalam keluarga terdapat faktor resiko spesifik dan non-spesifik tentang
bagaimana keluarga dalam hal ini dapat memberikan ruang atau celah terhadap
resiko masalah narkoba. Faktor resiko spesifik tersebut mencakup:
(1) penjelasan tentang
obat-obatan terhadap remaja atau anak,
(2) memberikan contoh negatif
secara tidak langsung,
(3) sikap orang tua terhadap
obat dan keberadaan obat. Faktor-faktor tersebut memberikan langkah-langkah
kepada orang tua untuk bisa melakukan pencegahan terhadap resiko penggunaan
narkoba terhadap anak. Faktor non-spesifik terhadap masalah narkoba meliputi:
(1) terjadinya disfungsi dalam
keluarga dan konflik dalam keluarga,
(2) konflik antar orang tua,
(3) masalah perekonomian
keluarga atau orang tua yang kurang mampu
(4) penjelasan orang tua
mengenai stress,
(5) penyakit psikologis
keluarga,
(6) penelantaran dan
kekerasan. Faktor-faktor non-spesifik tersebut dapat menjadi alasan atau penyebab
remaja menggunakan narkoba.
6. Kecerdasan Emosi
Banyak
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kenakalan yang dilakukan oleh remaja,
misalnya tumbuh dalam keluarga yang berantakan, kemiskinan dan lain sebagainya.
Namun ada peran yang dilakukan oleh keterampilan atau kecerdasan emosional yang
melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi, dan peran itu sangat penting dalam
menentukan sejauh mana remaja atau seorang anak tidak dipengaruhi oleh
kekerasan atau sejauh mana mereka menemukan inti ketahanan guna menanggung
kekerasan (Goleman, 2000).
Kecerdasan
emoisonal adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan
kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain (Goleman, 2007).
Hal
positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan
emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima
perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalamn dalam memecahkan permasalahannya
sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses disekolah dan dalam
berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko
seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks tidak aman (Gottman,
2001).
7. Perspektif Islam
Dalam
perspektif segala macam tindakan yang melanggar norma agama adalah tindakan
kemaksiatan. Setiap penyimpangan moral adalah kemaksiatan. Penyimpangan moral
yang dilakukan akhir-akhri ini termasuk juga dalam kemaksiatan. Faktor
pendidikan agama oleh orang tua, lingkungan dan juga sumber penghasilan menjadi
pengaurh utama dalam mewujudkan kebaikan akhlak. Sebagaimana disbeutkan dalam
hadits-hadits berikut :
a. Faktor Orangtua
Orangtua
mendapat tanggung jawab untuk membentuk sifat serta karakter anaknya menjadi
keturunan yang shalih dan shalihah. Sehingga baik buruknya seorang anak sangat
erat hubungannya dengan pendidikan yang diberikan orangtuanya.
Apakah
ia akan menjadi seorang muslim yang baik, ataukah menjadi pengikut agama Yahudi
dan Nasrani, atau tidak mengenal agama sama sekali, karena pada umumnya seorang
anak sangat terpengaruh dengan orangtua sebagai orang dekatnya. Bukankah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan di atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak
tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1384 dan
Muslim no. 2658 dari hadits Abu Hurairah)
b. Faktor Lingkungan/ Teman
b. Faktor Lingkungan/ Teman
Dalam
sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran
dan dampak seorang teman dalam sabda beliau : Dalam sebuah hadits: “Seseorang
tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memerhatikan siapakah
teman dekatnya.” Hadits ini diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah melalui dua
jalur periwayatan, oleh Al-Imam Ahmad (2/303, 334) Abu Dawud (no. 4812),
At-Tirmidzi (no. 2484), Al-Hakim (4/171), Ath-Thayalisi (no. 2107), Al-Qudha’i
(dalam Al-Musnad no. 187).
Hadist
tentang permisalan teman : “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk
ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak
wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak
wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan
kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR.
Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
Ibnu
Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata : “ Secara umum, hendaknya orang yang
engkau pilih menjadi sahabat memiliki lima sifat berikut : orang yang berakal,
memiliki akhlak yang baik, bukan orang fasik, bukan ahli bid’ah, dan bukan
orang yang rakus dengan dunia” (Mukhtasar Minhajul Qashidin 2/36).
c. Faktor Sumber Penghasilan
c. Faktor Sumber Penghasilan
Hadits
Makanan haram mempengaruhi do’a “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu
thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib
(baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin
seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para
Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya
Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai
orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami
rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan
tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga
rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit
seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang
yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi
makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?”
(HR. Muslim no. 1015)
Hadits
Kedua Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu, ia berkata, Aku mendengar
Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya perkara yang
halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan d antara keduanya ada
perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia.
Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri
untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu
berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala
yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang,
hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah
tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah
bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram.
Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi
baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa
itu adalah hati.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
SOLUSI PENYIMPANGAN MORAL
Pertama.
Untuk solusi Tawuran yaitu
a) Melarang segala macam
bentuk ospek yang berisi perploncoan (kekerasan dan pembodohan). Ospek harus
berisi pencerahan yang mengarahkan siswa baru menjadi lebih semangat berilmu
dan menjadi orang cerdas. Perploncoan yang diselenggarakan di luar sekolah
(yang biasanya diadakan oleh senior dan alumni) harus dibubarkan paksa dan
setiap siswa yang terlibat harus dihukum. Jika ada ancaman kekerasan dari
senior dan alumni kepada siswa baru untuk ikut perploncoan, maka mereka harus
diadukan ke kepolisian;
b) Jadwalkan agenda
silaturahim antar sekolah. Saling berkunjung satu sama lain. Terutama sekolah
yang pernah tawuran. Pertemukan seluruh siswanya. Jalin komunikasi. Saling
berbagi informasi kegiatan di sekolah masing-masing. Dengan silaturahim akan
terjalin rasa persaudaraan;
c) Aktifkan dengan serius
kegiatan ekstra kurikuler, seperti keagamaan (ROHIS, ROHKRIS, ROHHIN, ROHBUD,
dsb.), KIR, PMR, Pencinta Alam, Bela Diri, Teater, Olah Raga, Musik, Film, dan
lain-lain. Dengan berbagai aktivitas ekskul yang positif, tentu para pelajar
tidak akan “kurang kerjaan”. Waktu mereka akan habis untuk hal-hal yang
berguna. Bukan untuk nongkrong;
d) Ubah mindset dan bentuklah
opini bahwa tawuran pelajar bukanlah “kenakalan remaja”, tetapi “perbuatan
kriminal”. Setiap pelajar yang terlibat, terlebih lagi para provokator dan
aktor intelektualnya, harus ditangkap dan diperlakukan sama dengan para
kriminal. Kenakan sanksi pidana plus denda sekian juta rupiah. Kalau tidak
sanggup bayar denda, tambah lagi hukuman kurungannya. Provokator dan aktor
intelektual serta pembunuh harus mendapatkan hukuman paling berat. Ini supaya
ada efek jera. Sehingga semua pelajar akan berpikir seribu kali kalau mau
tawuran;
Kedua.
Selain melakukan kerjasama dengan instansi, guru juga melakukan kerjasama
dengan masyarakat dilingkungan sekolah. Dalam mendidik sekian banyak siswa
dengan keberagaman sifat dan karakter dan dengan jumlah guru yang terbatas
tentunya guru tidak dapat melakukannya sendiri, dengan kata lain guru juga
membutuhkan bantuan dari masyarakat sekitar untuk dapat membantu memantau siswa
ketika siswa berada di luar lingkungan sekolah tanpa sepengetahuan guru, dengan
cara memberikan peringatan atau langsung melaporkannya kepada pihak sekolah.
Ketiga.
Selain dengan pihak kepolisian juga melakukan kerjasama dengan BNN yaitu berupa
penyuluhan tentang bahaya narkoba dan dilanjutkan dengan tes urin.
Keempat.
Yang terpenting adalah pendidikan agama. Iman adalah benteng terkuat ketika
remaja mendapat infiltrasi dari luar berupa pengaruh-pengaruh buruk. Adapun
yang bisa dilakukan: a) Keluarga punya andil dalam membentuk pribadi seorang
anak, jadi untuk memulai perbaikan, maka kita harus mulai dari diri sendiri dan
keluarga. Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Mulailah perbaikan dari
sikap yang paling kecil, seperti selalu berkata jujur meski dalam gurauan.
Jangan
sampai ada kata-kata bohong, membaca do’a setiap malakukan hal-hal kecil,
memberikan bimbingan agama yang baik kepada keluarga dan masih banyak hal lagi
yang bisa kita lakukan, memang tidak mudah melakukan dan membentuk keluarga
yang baik tetapi kita bisa lakukan itu dengan perlahan dan sabar. Orangtua yang
tidak menegrti tentang agama sebaiknta tidak malu untuk mengikuti pengajian.
Karena malu atau gengsi adalah penghalang ilmu.
Orangtua
dan anak bersama-sama sepekan sekali atau dua kali dalam sepekan mengikuti
kajian-kajian Islam (Contoh ; di Kota Yogyakarta, seminggu penuh ada kajian
Islam Umum). Ada dua manfaat yang dapat diperoleh yaitu terjamin keharmonisan
dan komunikasi yang baik dan anak, kedua menambah ilmu agama; b) Mendatangkan
seorang Ustadz yang kompeten di bidangnya ke rumah. Misalnya bisa baca kitab
kuning. Seorang Hafidz. Bisa Bahasa Arab. Kemudian mengadakan pengajian
membahas kitab masalah penyucian jiwa seperti Kitab Riyadush Sholihin atau
membahas masalah dosa (Al Kabair).
Kelima.
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki pengaruh kuat terhadap
perkembangan remaja, ada banyak hal yang bisa kita lakukan di sekolah untuk
memulai perbaikan remaja, diantaranya melakukan program mentoring pembinaan
remaja lewat kegiatan keagamaan seperti rohis, sispala, patroli keamanan
sekolah dan lain sebagainya,jika kita optimalisasikan komponen organisasi ini
maka kemungkinan terjadinya kenakalan remaja ini akan semakin berkurang dan
teratasi.
Sepekan
sekali mengadakan pengajian dengan mengundang seorang Ustadz yang kompeten di
bidangnya. Bukan Ustadz pelawak. Bukan orang yang jago pidato kemudian terkenal
sebagai Ustadz. Pilihlah dari lulusan yang jelas (Saudi, LIPIA, Mesir, Yaman,
Sudan, dan lainnya). Atau dari Pondok Tertentu. Dengan membahas Kitab Kuning
secara bertahap sesuai mad’u atau audience . Kajian dilakukan secara kontinu
dan merupakan program wajib bagi para siswa.
Keenam.
Usahakan para orangtua untuk mencarikan nafkah halal kepada anaknya. Karena
harta haram juga mempengaruhi perilaku anak.
Ketujuh. Filterisasi media internet dengan DNS Nawala untuk memblok situs porno. Sementara untuk televisi, gunakan layanan TV satelit atau TV kabel yang berupa program-program Islami. Kita bisa menfilter dan menyetting tayang program yang sesuai dengan Islam.
Ketujuh. Filterisasi media internet dengan DNS Nawala untuk memblok situs porno. Sementara untuk televisi, gunakan layanan TV satelit atau TV kabel yang berupa program-program Islami. Kita bisa menfilter dan menyetting tayang program yang sesuai dengan Islam.
Semoga Bermamfaat, Jazakumullahu Khairan@
DAFTAR
PUSTAKA
Allen, D. E. 1980. Social
Psychologyas A Social Process. Wodworten Publishing Company.
California.
California.
Anonim. 2013. Survei UPI:
Kecurangan UN Libatkan Guru dan Kepala Sekolah.
Ardiantofani, C. 2014. 30
Persen Kasus Aborsi di Jatim Pelakunya Remaja. http://surabayanews.co.id/…/30-persen-kasus-aborsi-di-jatim…. Diakses tanggal 9 Desember
2014.
Borba, M. 2008. Membangun
Kecerdasan Moral : Tujuh Kebijakan Utama agar Anak Bermoral Tinggi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Budhyati, A. B. 2012. Pengaruh
Internet terhadap Kenakalan Remaja. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains
& Teknologi (SNAST) Periode III. http://repository.akprind.ac.id/…/confere…/2012/mz_15451.pdf. Diakses tanggal 1 Januari
2015.
Hadisaputro, P. 2004. Studi
Tentang Makna Penyimpangan Perilaku Di Kalangan Remaja. Jurnal Kriminologi
Indonesia Vol. 3. No. 3 : 9-18.
herupurnomo, 2015. Penyimpangan Moral Remaja, Penyebab, dan
Solusinya.
Haryanto. 1997. Dampak
Sosio-Psikologis Korban Tindak Perkosaan terhadap Wanita. Pusat Studi Wanita
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hilman A .M. 2005. Mengana
Anak Kita Perla Pendidikan Seksualitas. HDA Publishers. Bandung.
Holisah, L. 2014. 2014 adalah
tahun penyelematan pengguna narkoba. http://www.dakwatuna.com/…/2014-adalah-tahun-penyelamatan…/…. Diakses tanggal 9 Desember
2014.
http://sp.beritasatu.com/…/survei-upi-kecurangan-un-l…/42791. Diakses tanggal 9 November
2014.
Hurlock, E. B. 1990.
Perkembangan Anak. Erlangga. Jakarta.
Julianti. 2013. Internalisasi
Nilai Toleransi melalui Model Telling Story pada Pembelajaran Pkn untuk
Mengatasi Masalah Tawuran (Studi Kasus Tawuran Pelajar Sekolah Menengah di
Sukabumi). Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1 : 1-12.
Karmila, M. 2011. Kecemasan
dan Dampak dari Perilaku Seksual Pranikah pada Mahasiswa. Skripsi. Program
Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran. UNS. Surakarta.
Komariah, K. S. 2011. Model
Pendidikan Nilai Moral bagi Para Remaja Menurut Perspektif Islam. Jurnal
Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 9 No. 1 : 45-54.
Kurniawan, B. 2014. Remaja
Mabuk ini Hina Polisi lalu Kabur Akhirnya Dikejar dan Didor. http://news.detik.com/…/2-remaja-mabuk-ini-hina-polisi-lalu…. Diakses tanggal 9 Desember
2014.
Manuaba, I. B. 1999. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.
EGC. Jakarta.
Mulyadi, S. 1997. Anakku,
Sahabatku dan Guruku. Erlangga. Jakarta.
Piaget, J. 1976. Psychology
and Education. Hadder and Staunghton. London.
Primatantari, V. A. dan G. B.
Kahono. Unknown Time. Efektifitas Kampanye Anti Penyalahgunaan Narkoba terhadap
Pengetahuan dan Sikap Remaja akan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap
Remaja di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Teluk Betung Selatan , Kota Bandar
Lampung ). Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 2: 93-97.
Rice, P. F. 1990. The
Adolesence : development relation culture . 6th edition. Boston : Allyn and
Bacon, inc.
Rogers, D. 1977. The
Psychology of Adolescence. Prentice Hall .Englewood Cliff. NewJersey.
Sadewo, J. 2014. Angka
Perkosaan Cenderung Meningkat. http://nasional.republika.co.id/…/ndddjo-angka-perkosaan-ce…. Diakses tanggal 9 Desember
2014.
Salisa, A. 2010. Perilaku Seks
Pranikah di Kalangan Remaja (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Perilaku Seks
Pranikah Di Kalangan Remaja Kota Surakarta). Skripsi. Jurusan Sosiologi.
Fakultas Isipol. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Samino. 2012. Analisis
Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandar Lampung 2011. Jurnal Dunia Kesmas Vol 1. Nor
4 : 175-183.
Setiawan, R. dan S.
Nurhidayah. 2008. Pengaruh Pacaran terhadap Perilaku Seks PraNikah. Jurnal Soul
Vol. 1 No. 2 : 60-72.
Setyanto, A. A. 2014. Remaja
Mabuk-Mabukan Mulai Resahkan Warga di Belitung. http://bangka.tribunnews.com/…/remaja-mabuk-mabukan-mulai-r…. Diakses tanggal 9 Desember
2014.
Setyawan, D. 2014. TAWURAN
PELAJAR MEMPRIHATINKAN DUNIA PENDIDIKAN. http://www.kpai.go.id/…/tawuran-pelajar-memprihatinkan-dun…/. Diakses tanggal 9 Desember
2014.
Sulistianingsih, A. 2010. Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan tentang
Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas pada Remaja. Skripsi. Fakultas Kedokteran. UNS. Surakarta.
Tryas. 2014. 22 Persen Pengguna Narkoba Kalangan Pelajar. http://www.harianterbit.com/…/22-Persen-Pengguna-Narkoba-Ka…. diakses tanggal 9 Desember 2014.
Widianingsih, R. dan M. M. R. Widyarini. 2009. Dukungan Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 1 : 10-15.
Wignjosoebroto, S. 1997. “Kejahatan Perkosaan Telaah Teoritik dari Sudut Tinjau Ilmu-Ilmu Sosial, alam Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, ed. Perempuan dalam Wacana Perkosaan , Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Yogyakarta.
Sulistianingsih, A. 2010. Hubungan Lingkungan Pergaulan dan Tingkat Pengetahuan tentang
Kesehatan Reproduksi dengan Sikap Seks Bebas pada Remaja. Skripsi. Fakultas Kedokteran. UNS. Surakarta.
Tryas. 2014. 22 Persen Pengguna Narkoba Kalangan Pelajar. http://www.harianterbit.com/…/22-Persen-Pengguna-Narkoba-Ka…. diakses tanggal 9 Desember 2014.
Widianingsih, R. dan M. M. R. Widyarini. 2009. Dukungan Orangtua dan Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 1 : 10-15.
Wignjosoebroto, S. 1997. “Kejahatan Perkosaan Telaah Teoritik dari Sudut Tinjau Ilmu-Ilmu Sosial, alam Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, ed. Perempuan dalam Wacana Perkosaan , Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Yogyakarta.
0 Response to "Realitas Pemuda Indonesia: Penyimpangan Moral Remaja & Solusinya"
Post a Comment