10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 3) "Utsman bin Affan"
3. Utsman
bin Affan "Dzunnurain" ra.
Utsman bin Affan (574 - 656 /12 Dzulhijjah 35 H; umur
81-82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah
seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa
dalam hal membukukan Al-Qur'an .
Ia adalah khalifah ketiga yang memerintah dari
tahun 644 (umur 69-70 tahun)
sampai 656 (selama 11-12
tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat
pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah
ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan
ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang
diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzunnurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan
ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah
Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Utsman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan
Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti
Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan
termasuk golongan as-sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama
masuk Islam). Rasulullah Saw sendiri menggambarkan
Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara
kaum muslimin.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah
Saw, Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian
khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja
dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau
terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa? ' Rasulullah menjawab, "Apakah
aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya"
Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke
Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman
bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda.
Tak lama tinggal di Mekkah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw
untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk
menemui Abu Sofyan di Mekkah .
Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan
dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk
Mekkah.
Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah Saw memimpin perang,
Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk , Utsman mendermakan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda,
ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan
sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan
kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang pria suku Ghifar seharga 35.000
dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar , Utsman juga pernah
memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin
yang menderita di musim kering.
Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua,
diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang
kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib ,Utsman bin Affan , Abdurrahman bin Auf , Sa'ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin
Ubaidillah.
Selanjutnya Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqas, Zubair
bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan
Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih
Utsman menjadi khalifah ketiga.
Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi
khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa
calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi
khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.
Pada tahun
pertama dari khilafah Utsman bin Affan, yaitu tahun 24 Hijriah, negeri Rayyi
berhasil ditaklukkan. Sebelumnya, negeri ini pernah ditaklukkan, tetapi
kemudian dibatalkan. Pada tahun yang sama, berjangkit wabah demam berdarah
yang menimpa banyak orang. Khalifah Usman bin Affan sendiri terkena sehingga
ia tidak dapat menunaikan ibadah haji. Pada tahun ini, Utsman bin Affan
mengangkat Sa'ad bin Abi Waqqash menjadi
gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu'bah.
Di tahun 25 Hijriah, Utsman bin
Affan memecat Sa'ad bin Abi Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan sebagai
gantinya diangkatlah Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ith (seorang Shahabi dan
saudara seibu dengan Utsman bin Affan). Inilah sebab pertama dituduhnya
Usman bin Affan melakukan nepotisme.
Pada tahun 26 Hijriah, Utsman bin
Affan melakukan perluasan Masjidil Haram dengan membeli sejumlah tempat dari
para pemiliknya lalu disatukan dengan masjid. Pada tahun 17 Hijriah,
Mu'awiyah menyerang Qubrus (Siprus) dengan membawa pasukannya menyeberangi
lautan. Di antara tim ini terdapat Ubadah bin Shamit dan istrinya, Ummu
Haram binti Milhan al-Ansharish. Dalam perjalanan, Ummu Haram jatuh dari
kendaraannya kemudian syahid dan dikuburkan di sana. Nabi saw pernah
memberi-tahukan kepada Dia berkata pada tim ini, seraya berdoa agar Dia berkata
menjadi salah seorang dari anggota tim ini.Pada tahun ini, Usman bin Affan
menurunkan Amru bin Ash dari jabatan gubernur Mesir dan sebagai gantinya
diangkatlah Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh. Dia kemudian menyerbu Afrika
dan berhasil menaklukkannya dengan mudah. Di tahun ini pula, Andalusia
berhasil ditaklukkan.
Tahun 29 Hijriah, negeri-negeri lain
berhasil ditaklukkan. Pada tahun ini, Usman bin Affan
memperluas masjid Madinah al-Munawarah dan
membangunnya dengan batu-batu berukir. Ia membuat tiangnya dari batu dan
atapnya dari kayu (gulir).Panjangnya 160 depa dan luasnya 150 depa.
Negeri-negeri Khurasan ditaklukkan pada tahun ke-30
Hijriah sehingga banyak terkumpul Kharaj (infaq penghasilan) dan harta dari
berbagai penjuru. Allah memberikan karunia yang melimpah dari semua negeri
kepada kaum Muslimin.
Pada tahun 32 Hijriah, Abbas bin
Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf ,
Abdullah bin Mas'ud, dan Abu Darda 'wafat. Orang-orang yang pernah
menjabat sebagai hakim negeri Syam sampai saat itu adalah Mu'awiyah, Abu Dzarr
bin Jundab bin Junadah al-Ghiffari, dan Zaid bin Abdullah. Pada tahun
ke-33 Hijriah, Abdullah bin Mas'ud bin Abi Sarh menyerbu Habasyah.
Seperti diketahui, Utsman bin Affan
mengangkat para kerabatnya dari bani Umayyah menduduki berbagai
jabatan. Kebijakan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah sahabat dari
berbagai departemen mereka dan digantikan oleh orang yang disukai-nya dari
kerabatnya. Kebijakan ini mengakibatkan rasa tidak senang banyak orang
terhadap Usman bin Affan. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan cadangan
oleh orang Yahudi yaitu Abdullah bin Saba 'dan teman-temannya untuk membangkitkan
fitnah.
Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa penduduk Kufah umumnya melakukan pemberontakan
dan konspirasi terhadap Sa'id ibnul Ash, pemimpin Kufah. Mereka kemudian
mengirim utusan kepada Utsman bin Affan guna menggugat kebijakannya dan alasan
pemecatan sejumlah orang dari bani Umayyah. Dalam pertemuan ini, utusan
tersebut berbicara kepada Utsman bin Affan dengan bahasa yang kasar sekali
sehingga membuat dadanya sesak. Ia lalu memanggil semua pimpinan tim untuk
dimintai pendapatnya.
Akhirnya, berkumpullah di
hadapannya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan (pemimpin negeri Syam), Amr ibnul Ash
(pemimpin negeri Mesir), Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh (pemimpin negeri
Maghrib), Sa'id ibnul Ash (pemimpin negeri Kufah), dan Abdullah bin Amir
(pemimpin negeri Bashrah). Kepada mereka, Utsman bin Affan meminta
pandangan tentang peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang muncul.
Masing-masing dari mereka kemudian
mengemukakan pendapat dan pandangannya. Setelah mendengar berbagai pandangan
dan mendiskusikannya, akhirnya Usman bin Affan memutuskan untuk tidak melakukan
penggantian para gubernur dan pembantunya. Kepada masing-masing mereka,
Utsman bin Affan memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan
pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan
peperangan lain dan pos-pos perbatasan.
Setelah peristiwa ini, di Mesir
muncul satu kelompok dari anak-anak para sahabat. Mereka menggerakkan
massa untuk menentang Utsman bin Affan dan menggugat sebagian besar
tindakannya. Kelompok ini melakukan tindakan tersebut tentu setelah
Abdullah bin Saba' berhasil menyebarkan kerusakan dan fitnah di Mesir. Ia
berhasil menghasut sekitar enam ratus orang untuk berangkat ke Madinah dengan
berkedok melakukan ibadah umrah, namun sebenarnya mereka bertujuan menyebarkan
fitnah dalam masyarakat Madinah.
Tatkala mereka hampir memasuki
Madinah, Utsman bin Affan mengutus Ali bin Abu Thalib untuk
menemui mereka dan berbicara kepada mereka. Ali bin Abu Thalib kemudian
berangkat menemui mereka di Juhfah. Mereka ini mengagungkan Ali bin Abu Thalib
dengan sangat berlebihan, karena Abdullah bin Saba' telah berhasil mempermainkan
akal pikiran mereka dengan berbagai khurafat dan penyimpangan. Setelah Ali
bin Abu Thalib membantah semua penyimpangan pemikiran yang sesat itu, mereka
menyesali diri seraya berkata, "Orang inikah yang kalian jadikan
sebagai sebab dan dalih untuk memerangi dan memprotes Khalifah (Utsman bin
Affan)?" Mereka kemudian kembali dengan membawa kegagalan.
Ketika menghadap Utsman bin Affan,
Ali bin Abu Thalib melaporkan kepulangan mereka dan mengusulkan agar Utsman bin
Affan menyampaikan pidato kepada orang banyak, guna meminta maaf atas
tindakannya mengutamakan sebagian kerabatnya dan bahwa ia telah bertobat dari
tindakan tersebut. Usulan ini diterima olehnya. dan Utsman bin Affan
kemudian berpidato di depan orang banyak pada hari Jum'at. Dalam pidato
ini, di antaranya Usman bin Affan mengatakan, "Ya Allah, aku memohon
ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu. Ya Allah, aku adalah orang yang
pertama bertobat dari apa yang telah aku lakukan."
Pernyataan ini diucapkannya sambil
menangis sehingga membuat semua orang ikut menangis. Utsman bin Affan
kemudian menegaskan kembali, bahwa ia akan menghentikan kebijakan yang
menyebabkan timbulnya protes tersebut. Ditegaskan-nya bahwa ia akan
memecat Marwan dan kerabatnya.
Setelah penegasan tersebut, Marwan
bin Hakam menemui Utsman bin Affan. Dia menghamburkan kecaman dan protes
kemudian berkata, "Andaikan ucapanmu itu engkau ucapkan pada waktu
engkau masih sangat kuat, niscaya aku adalah orang yang pertama menerima dan
mendukungnya, tetapi engkau mengucapkannya ketika banjir bah telah mencapai
puncak gunung. Demi Allah, melakukan suatu kesalahan kemudian meminta ampunan
dari-Nya adalah lebih baik dari tobat karena takut kepada-Nya. Jika suka, kamu
dapat melakukan tobat tanpa menyatakan kesalahan kami."
Marwan kemudian memberitahukan
kepadanya bahwa di balik pintu ada segerombolan orang. Utsman bin Affan
menunjuk Marwan untuk berbicara kepada mereka sesukanya. Marwan lalu
berbicara kepada mereka dengan suatu pembicaraan yang buruk, sehingga merusak
apa yang selama ini diperbaiki oleh Utsman bin Affan. Dalam
pembicaraannya, Marwan berkata, "Kalian datang untuk merebut
pemerintahan dari tangan kami. Keluarlah kalian dari sisi kami. Demi Allah,
jika kalian membangkang kepada kami, niscaya kalian akan mengalami kesulitan dan
tidak akan menyukai akibatnya."
Setelah mengetahui hal ini, Ali bin
Abu Thalib segera datang menemui Utsman bin Affan dan dengan nada marah, ia
berkata, "Mengapa engkau merelakan Marwan, sementara dia tidak
menghendaki kecuali memalingkan engkau dari agama dan pikiranmu! Demi Allah,
Marwan adalah orang yang tidak layak dimintai pendapat tentang agama atau
dirinya sekalipun. Demi Allah, aku melihat bahwa dia akan menghadirkan kamu
kemudian tidak akan mengembalikan kamu lagi. Saya tidak akan kembali setelah
ini karena teguran-ku kepadamu. "
Setelah Ali bin Abu Thalib keluar,
Na'ilah masuk menemui Utsman bin Affan (ia telah mendengarkan apa yang
diucapkan Ali bin Abu Thalib kepada Usman bin Affan) kemudian berkata, "Aku
harus bicara atau diam!" Utsman bin Affan menjawab, "Bicara
lah!" Na'ilah berkata, "Aku telah mendengar ucapan Ali bin Abu
Thalib bahwa dia tidak akan kembali lagi padamu, karena engkau telah menaati
Marwan dalam segala apa yang dikehendakinya," Usman bin Affan berkata,
"Berilah pendapatmu kepadaku."
Na'ilah memberikan pendapatnya, "Bertaqwa
lah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ikutilah sunnah kedua sahabatmu
yang terdahulu ( Abu Bakar As Siddiq dan Umar Bin Khattab ),
sebab jika engkau menaati Marwan, niscaya dia akan membunuhmu. Marwan adalah
orang yang tidak memiliki harga di sisi Allah, apalagi rasa takut dan cinta.
utuslah seseorang menemui Ali bin Abu Thalib guna meminta pendapatnya, karena
dia memiliki kekerabatan denganmu dan dia tidak layak ditentang."
Utsman bin Affan kemudian mengutus
seseorang kepada Ali bin Abu Thalib, tetapi Dia menolak datang. Ali bin
Abu Thalib berkata, "Aku telah memberitahukan kepadanya bahwa aku tidak
akan kembali lagi". Sikap ini merupakan awal krisis yang menyulut api
fitnah dan memberikan kesempatan kepada para tukang fitnah, untuk memperbanyak
kayu bakarnya dan mencapai tujuan-tujuan busuk yang mereka inginkan.
Usman bin Affan menjabat sebagai
khalifah selama dua belas tahun. Tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan
celah untuk mendendam-nya. Beliau bahkan lebih dicintai oleh orang-orang
Quraisy umumnya ketimbang Umar bin Khattab, karena Umar bin Khattab bersikap
keras terhadap mereka, sedangkan Utsman bin Affan bersikap lemah lembut dan
selalu menjalin hubungan dengan mereka.
Akan tetapi, masyarakat mulai
berubah sikap terhadapnya, tatkala ia mengutamakan kerabatnya dalam
pemerintahan, sebagaimana telah kami sebutkan. Kebijakan ini dilakukan
Utsman bin Affan pada pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu
perintah Allah. Akan tetapi, kebijakan ini pada akhirnya menjadi sebab
pembunuhannya.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari
az-Zuhri, ia berkata, "Aku pernah berkata kepada Sa'id bin Musayyab,
Ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Usman! Bagaimana hal ini sampai
terjadi". Ibnul Musayyab berkata, "Utsman dibunuh secara
aniaya. Pembunuhnya adalah kejam dan pengkhianatnya adalah orang yang
membutuhkan ampunan. Ibnul Musayyab kemudian menceritakan kepada az-Zuhri
tentang sebab pembunuhannya dan bagaimana hal itu dilakukan. Kami sebutkan di
sini secara singkat.
Para penduduk Mesir datang
mengadukan Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini, Usman bin Affan menulis
surat kepadanya yang berisikan nasehat dan peringatan terhadapnya. Akan
tetapi, Abu Sarh tidak mau menerima peringatan Usman bin Affan, bahkan
mengambil tindakan keras terhadap orang yang mengadukannya.
Selanjutnya, para tokoh sahabat,
seperti Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, dan Aisyah mengusulkan agar
Utsman bin Affan memecat Ibnu Abi Sarh dan menggantinya dengan orang
lain. Utsman bin Affan lalu berkata kepada mereka, "Pilihlah orang
yang dapat menggantikannya." Mereka mengusulkan Muhammad bin Abu
Bakar. Utsman bin Affan kemudian menginstruksikan hal tersebut dan
mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini kemudian dibawa oleh
sejumlah sahabat ke Mesir. Baru tiga hari perjalanan dari Madinah,
tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang pemuda hitam berkendaraan unta yang
berjalan mundur maju.
Para sahabat Rasulullah itu kemudian
menghentikannya seraya berkata, "Mengapa kamu ini! Kamu terlihat
seperti orang yang lari atau menemukan sesuatu!" Ia menjawab,
"Saya adalah pembantu Amirul Mukminin yang diutus untuk menemui
Gubernur Mesir." Ketika ditanya, "Utusan siapa kamu
ini!" Dengan gagap dan ragu-ragu, ia kadang-kadang menjawab, "Saya
pembantu Amirul Mukminin," dan kadang-kadang pula ia menjawab, "Saya
pembantu Marwan." Mereka kemudian mengeluarkan sebuah surat dari
barang bawaannya.
Di hadapan dan disaksikan oleh para
sahabat dari Anshar dan Muhajirin tersebut, Muhammad bin Abu Bakar membuka
surat tersebut yang ternyata berisi, "Jika Muhammad beserta si fulan
dan si fulan datang kepadamu, bunuhlah mereka dan batalkan-lah suratnya. Dan
tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau menerima keputusanku. Aku
menahan orang yang akan datang kepadaku mengadukan dirimu. "
Akhirnya, para sahabat itu kembali
ke Madinah dengan membawa surat tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan
para tokoh sahabat dan memberitahukan ihwal surat dan kisah utusan
tersebut.
Peristiwa ini membuat seluruh
penduduk Madinah gempar dan benci terhadap Usman bin Affan. Setelah
melihat hal ini, Ali bin Abu Thalib segera
memanggil beberapa tokoh sahabat, antara lain Thalhah bin Ubaidillah , Zubair bin Awwam , Sa'ad bin Abu Waqqash , dan
Ammar. Bersama mereka, Ali bin Abu Thalib dengan membawa surat, pembantu, dan
unta tersebut, masuk menemui Utsman bin Affan. Ali bin Abu Thalib bertanya
kepada Usman bin Affan, "Apakah pemuda ini pembantumu?"
Utsman bin Affan menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib
bertanya lagi, "Apakah unta ini untamu?" Utsman bin Affan
menjawab "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi, "Apakah
kamu pernah menulis surat ini?" Utsman bin Affan menjawab, "Tidak." Utsman
bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah
menulis surat tersebut, tidak pernah memerintahkan penulisan surat, dan tidak
mengetahui ihwal surat tersebut." Ali bin Abu Thalib bertanya
lagi, "Apakah stempel ini, stempel-mu?" Utsman bin Affan
menjawab, "Ya." Ali bin Abu Thalib bertanya lagi "Bagaimana
pembantumu ini bisa keluar dengan menunggang untamu dan membawa surat yang
distempel, dengan stempel-mu, sedangkan engkau tidak mengetahuinya?" Utsman
bin Affan kemudian bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah
menulis surat ini, tidak pernah memerintahkannya, dan tidak pernah pula
mengutus pembantu ini ke Mesir."
Mereka kemudian memeriksa tulisan
surat tersebut dan mengetahui bahwa surat itu ditulis oleh Marwan. Mereka
lalu meminta kepada Utsman bin Affan agar menyerahkan Marwan kepada mereka,
tetapi Usman bin Affan tidak bersedia melakukannya, padahal Marwan saat itu
berada di dalam rumahnya. Akhirnya, orang-orang keluar dari rumah Utsman
bin Affan dengan perasaan marah. Mereka mengetahui bahwa Utsman bin Affan
tidak berdusta dalam bersumpah, tetapi mereka marah karena dia tidak bersedia
menyerahkan Marwan kepada mereka.
Setelah itu, tersiarlah berita
tersebut di seluruh kota Madinah, sehingga sebagian masyarakat mengepung rumah
Utsman bin Affan dan tidak memberikan air kepadanya. Setelah Utsman bin
Affan dan keluarganya merasakan kepayahan akibat terputusnya air, ia menemui
mereka seraya berkata, "Apakah seseorang yang sudi memberi tahu Ali bin
Abu Thalib agar memberi air kepada kami?" Setelah mendengar
berita ini, Ali bin Abu Thalib segera mengirim tiga qirbah air. Kiriman
air ini pun sampai kepada Utsman bin Affan melalui cara yang sulit sekali.
Pada saat itu, Ali bin Abu Thalib
mendengar desas-desus tentang adanya orang yang ingin membunuh Utsman bin
Affan, lalu ia berkata "Yang kita inginkan darinya adalah Marwan, bukan
pembunuhan Utsman bin Affan." Ali bin Abu Thalib kemudian berkata
kepada kedua anaknya, Hasan dan Husain, "Pergilah dengan membawa pedang
kalian untuk menjaga pintu rumah Usman. Jangan biarkan seorang pun masuk
kepadanya." Hal ini juga dilakukan oleh sejumlah sahabat
Rasulullah saw demi menjaga Utsman bin Affan. Ketika para pengacau
menyerbu pintu rumah Utsman bin Affan ingin masuk dan membunuhnya, mereka dihentikan
oleh Hasan dan Husain serta sebagian sahabat.
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40
hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Beliau diberi 2
ulimatum oleh pemberontak, yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman
mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk
tidak menumpahkan darah umat Islam.
Sejak itu, pengepungan rumah Utsman bin Affan lebih
ketat dan secara sembunyi-sembunyi berhasil masuk dari atap rumah. Mereka
berhasil menebaskan pedang sehingga Khalifah Utsman bin Affan
terbunuh. Ketika mendengar berita ini, Ali bin Abu Thalib datang dengan
wajah marah, seraya berkata kepada dua orang anaknya, "Bagaimana Amirul
Mukminin bisa dibunuh, sedangkan kalian berdiri menjaga pintu?" Ali
bin Abu Thalib kemudian menampar Hasan dan memukul dada Husain, serta mengecam
Muhammad bin Thalhah dan Abdullah bin Zubair. Demikianlah, pembunuhan
Utsman bin Affan merupakan pintu dari mata rantai fitnah yang terus membentang
tanpa akhir.
Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35
H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat
sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah
Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. peristiwa pembunuhan
usman berawal dari pengepungan rumah Usman oleh para pemberontak selama 40
hari. Usman wafat pada hari Jum'at 18 Dzulhijjah 35 H. Ia dimakamkan di
kuburan Baqi di Madinah.
0 Response to "10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 3) "Utsman bin Affan""
Post a Comment