10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 4) "Ali bin Abi Tholib"
4. Ali bin
Abi Tholib "Karramallahu Wajhahu"
Ali
bin Abi Thalib adalah sahabat yang terkemuka di kalangan umat Islam sekaligus
sepupu Nabi Muhammad yang menjadi khalifah (khulafaur rosyidin) setelah
kekhalifhan Utsman bin Affan. Ali adalah sosok yang cerdas dan tampan. Ali
lahir pada tahun kedua puluh sebelum kenabian, tumbuh berkembang dalam didikan
rumah tangga kenabian, dialah orang pertama yang masuk Islam dari golongan anak
kecil. Sejak kecil Ali telah berada dalam didikan Rasulullah SAW, sebagaimana
dikatakannya sendiri: "Nabi membesarkan aku dengan suapannya sendiri."
Aku menyertai beliau kemanapun beliau pergi, seperti anak unta yang mengikuti
induknya. Tiap hari aku dapatkan suatu hal baru dari karakternya yang mulia dan
aku menerima serta mengikutinya sebagai suatu perintah".
Kelahiran.
Kelahiran.
Ali
dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan) dan ada juga yang
menyebutkan tahun ke dua puluh sebelum kenabian. Muslim Syi'ah percaya bahwa
Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih
diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada
yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Ali
bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang
berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang
dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi SAW
memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).
Ayahnya
adalah: Abu Thalib, paman Nabi saw, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi
Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi
Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.
Dengan
demikian, jelaslah, Ali adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya.
Keluarga Hasyim memiliki sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah.
Sebelum datangnya Islam, keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia,
penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya adalah
Fathimah binti Asad, yang kemudian menamakannya Haidarah. Haidarah adalah salah
satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah adalah
salah seorang wanita yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Saw.
Dia pula-lah yang telah mendidik Nabi Saw, dan menanggung hidupnya, setelah
meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah dan Aminah. Beliau kemudian membalas
jasanya, dengan menanggung kehidupan Ali, untuk meringankan beban pamannya, Abu
Thalib, pada saat mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah meninggal dunia,
Rasulullah Saw yang mulai mengkafaninya dengan baju qamisnya, meletakkannya
dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai tangisan seorang anak atas ibunya.
Kehidupan Awal
Kelahiran
Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak
punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan
bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan
menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu
Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga
sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Ali
adalah anak bungsu dari kedua orang tuanya, selain Ja'far, Uqail dan Thalib.
Saat Abu Thalib mengalamai krisis ekonomi karena kekeringan yang melanda,
seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah saw menyarankan
kepada kedua pamannya: Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringankan beban
saudaranya, Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya
pun memenuhi permintaan tersebut. Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada
kedua saudaranya tersebut,: "Ambillah siapa yang kalian ingini, namun
tinggalkanlah Uqail, untuk tetap aku didik." Uqail adalah anak yang paling
disayangi oleh Abu Thalib. Maka Abbas mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far
dan Rasulullah saw mengambil Ali.
Adalah
Nabi Saw bagi anak keponakannya, Ali KW, bertindak sebagai bapak, saudara,
teman, dan guru pendidik. Dan Ali pun menerima beliau pengganti kedua orang
tua, dan keluarganya. Sehingga ia pun terdidik dalam didikan Nabi Saw. Ia
Merupakan keturunan puncak keluarga Hasyimiah, yang darinya terlahir kemuliaan,
kedermawanan, sifat pemaaf, ksaih sayang dan hikmah yang lurus.
Seperti
diriwayatkan, ia tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak
jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia
menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak
seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah
keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan
menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat,
seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar.
Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Sifat-sifat Ali
bin Abi Thalib
Imam
Ali adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan pendek. Perutnya
agak menonjol. Pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot, seakan sedang
mengendarai singa. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya lebat. Kepalanya botak, dan
berambut di pinggir kepala. Matanya besar. Wajahnya tampan. Kulitnya amat gelap.
Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari
baja. Berisi. Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti
berjalannya Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah
fi Ma'rifat ash Shahabah: adalah Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit
hitam, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh pendek, amat
fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam
berbicara, dan halus perasaannya.
Jika
ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa
gentar, mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk
kemudian menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa,
ketika ia maju untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat,
dan menyergap dengan tangkas, untuk kemudian membuat mangsa tak berkutik.
Tadi
adalah sifat-sifat fisiknya. Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah
sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan. Keberaniannya menjadi perlambang
para kesatria pada masanya. Setiap kali Ali menghadapi musuh di medan perang,
maka dapat dipastikan Ali akan mengalahkannya.
Seorang
yang takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak
pernah melalaikan syari'at. Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam
kesederhanaan. Ali makan cukup dengan berlaukkan cuka, minyak dan roti kering
yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk
menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala hawa dingin
menghempas.
Penuh
hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam
sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus
terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara
pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa
panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.
Ali
bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang
bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang
melihat apa yang ada di balik sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ali
menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah menjadi lurus dan
meningkat ke arah kesempurnaan. Gurauan adalah 'anak' dari kritik. Dan ia
adalah 'anak' dari filsafat.
Ali
terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra
Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah.
Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga
menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di
puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab.
Ali
sangat loyal terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik
kepada kerabatnya. Amat mementingkan isterinya yang pertama, Fathimah az Zahra.
Dan ia selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia
senangi, kerabatnya atau kenalannya.
Ia
berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah.
Tidak mundur dalam membela prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang
menuduhnya bodoh dalam politik, tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal
melembutkan sikap musuh, sehingga kesulitan menjadi berkurang. Namun,
sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang tidak benar, karena ia tahu
apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu. Sehingga, di samping
kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung yang kokoh, yang
mencengkeram bumi. Itu semua adalah cermin dari percaya dirinya, keimanannya,
dan keyakinanya terhadap Rabb-nya, lantas bagaimana mungkin ia menjadi lembek?
Ali
dengan teguh menolak sikap yang tidak sesuai dengan kebenaran, atau syari'ah,
atau akhlak atau kemuliaan. Jiwanya yang mulia menolak untuk menipu seorang gubernur
yang senang berkuasa, dan yang menghamburkan kekayaan umat untuk kepentingan
hamba nafsunya. Ia tidak tidak peduli dengan orang yang membenci, atau orang
yang memusuhinya.Ali adalah sifat orang yang kuat, baik dalam kepribadiaannya,
pendapatnya dan dalam memegang kebenaran.
Ali
tidak bersifat lembek, namun ia lebih mementingkan persatuan umat. Karena
orang-orang yang ikut bersidang saat itu sedang berada dalam kubu-kubu yang
saling berbeda pendapat. Maka ia memilih untuk keluar dari kondisi terburuk
menuju kondisi yang buruk. Ia telah menegaskan hal itu, dan memberi peringatan
kepada para pengikutnya. Namun ternyata orang-orang yang berada di sekitarnya
tenggelam dalam perdebatan tanpa ujung dan pertikaian tanpa henti. Sehingga
terjadilah peristiwa-peristiwa yang memilukan.
Rasa
kasih sayang dalam hatinya-lah yang mendorong dirinya untuk bersikap lunak dan
tidak keras. Hal itu ia lakukan karena ingin menyelamatkan orang lain, sehingga
ia rela meletakkan dirinya dalam bahaya. Ia rela untuk menebus nyawa orang yang
ia kasihi, atau kelompok orang yang beriman, atau beberapa orang yang sedang
diincar oleh musuh, dengan nyawanya. Sehingga diapun bersikap lunak, dan
meminta jalan yang lebih baik. Agar kasih sayang mengalahkan kecemburuan,
kecintaan mengalahkan kekerasan, dan menjauhkan orang-orang yang ia sayangi
dari kebinasaan.
Orang
yang membaca apa yang ia pinta kepada Zubair bin Awwam dan Thalhah bin
Abdullah, niscaya akan mengetahui bahwa keduanya telah mengkhianatinya, dan
memeranginya. Maka iapun mengecam keduanya, dengan kecaman seorang penyayang
terhadap orang yang ia sayangi. Ia mengingatkan keduanya tentang janji-janji
yang pernah mereka ucapkan, dan kebersamaan mereka dalam menegakkan kalimat
Allah SWT.
Kehidupan di
Mekkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali
bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan
menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur
sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah
tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke
Madinah bersama Abu Bakar.
Kehidupan di
Madinah
Perkawinan
Setelah
masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi menimbang
Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun
(Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah
Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.
Pernikahan
dengan Fatimah az-Zahra
Putra Ali melalui Fatimah:
Hasan bin Ali, yang digelari al-Mujtaba
Husain bin Ali, yang digelari asy-Syahid
Muhsin bin Ali, yang meninggal waktu
masih dalam kandungan.
Putri Ali melalui Fatimah
Zainab binti Ali, yang dijuluki Zainab
al-Kubra
Ummu Kultsum, menikah dengan Umar bin
Khattab.
Zaid bin Umar.
Pernikahan
dengan Umamah binti Zainab
Umamah
merupakan anak dari Abi Al Aa'sh dan Zainab binti Muhammad, kakak perempuan
dari Fatimah az-Zahra, setelah meninggalnya Fatimah, Umamah kemudian menikah
dengan Ali dan sampai meninggalnya pada tahun 66 H / 685 Masehi tidak memiliki
anak seorangpun.
Pernikahan
dengan Ummu Banin binti Hizam
Ummu
Banin merupakan anak dari Hizam bin Khalid, memiliki 5 anak laki-laki, yaitu:
Ja’far
bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Abdullah bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Utsman bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Umar bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Abbas bin Ali
Abdullah bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Utsman bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Umar bin Ali, syahid di Karbala pada 10 Oktober 680
Abbas bin Ali
Pernikahan dengan Laila binti
Mas'ud
Ubaidullah
bin Ali
Abu Bakar bin Ali
Abu Bakar bin Ali
Pernikahan dengan Khawlah binti
Ja'far al-Hanafiah
Muhammad
Abu Abdullah bin Ali, lebih dikenal dengan Muhammad bin al-Hanafiah, meninggal
tahun 67 H.
Pernikahan dengan Al-Sahba' binti
Rabi'ah
Umar bin Ali
Pernikahan dengan Asma binti Umais
Asma
menikah pertama kali dengan Ja'far bin Abu Thalib, kemudian setelah
meninggalnya Ja'far, ia menikah dengan Abu Bakar, memiliki seorang anak, yang
kemudian menjadi anak angkat dari Ali bin Abi Thalib, yang bernama Muhammad bin
Abu Bakar. Setelah meninggalnya Abu Bakar, Asma binti Umais kemudian menikah
dengan Ali bin Abi Thalib, dan memiliki dua anak laki-laki, yaitu:
Yahya bin Ali
Muhammad al-Ashgar bin
Ali, syahid di Karbala pada tanggal 10 Oktober 680
Julukan
Julukan
Ketika
Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas
pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun
lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai
Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa
Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.
Pertempuran yang
Diikuti pada Masa Nabi SAW
Perang Badar
Beberapa
saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah
Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi.
Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan,
tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat
muda sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq
Perang
Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi
Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar
bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Perang Khaibar
Setelah
Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin
dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga
pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh,
biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka
benteng Khaibar, Nabi saw bersabda:
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat
pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin
Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng
Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab
lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Peperangan lainnya
Hampir semua peperangan
beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga
kota Madinah. Setelah
Nabi Wafat. Sampai
disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan
pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada
wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila
Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan
Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk
membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari
Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai
berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji (
Hijjatul-Wada'), malam hari Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu
tempat dekat Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu
adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah
di depan jamaah sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib. Dalam
khutbahnya itu antara lain beliau berkata : "Barang siapa menanggap aku
ini pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui
kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya"
Pengangkatan Abu Bakar
sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul Baitdan pengikutnya.
Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib
terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan
setelah Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang
terbanyak adalah Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam
bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat. Ada
yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena
umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan
kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Keislaman Ali bin Abi
Thalib ra. dan Peran Beliau Sebelum Diangkat Menjadi Khalifah.
Ali binAbi Thalib ra.
masuk Islam saat beliau berusia tujuh tahun, ada yang mengatakan delapan tahun,
dan ada pula yang mengatakan sepuluh tahun. Dikatakan bahwa beliau adalah orang
yang pertama kali masuk Islam. Namun yang shahih adalah beliau merupakan bocah
yang pertama kali masuk Islam, sebagaimana halnya Khadijah adalah wanita yang
pertama kali masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah budak yang pertama kali
masuk Islam, Abu Bakar ra adalah lelaki merdeka yang pertama kali masuk Islam.
Ali bin Abi Thalib ra. Memeluk Islam dalam usia muda disebabkan ia berada di
bawah tanggungan Rasulullah saw. Yaitu pada saat penduduk Makkah tertimpa
paceklik dan kelaparan, Rasulullah saw. mengambilnya dari ayahnya. Ali bin Abi
Thalib kecil hidup bersama Rasulullah saw.
Dan ketika Allah
mengutus beliau menjadi seorang rasul yang membawa kebenaran, Khadijah serta
ahli bait beliau, termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib, segera memeluk
Islam. Adapun keislaman yang bermanfaat dan menyebar manfaatnya kepada manusia
adalah keislaman Abu Bakar ash-Shiddiq Diriwayatkan dari Ali bahwa ia berkata,
“Aku adalah orang yang pertama kali masuk Islam.” namun sanadnya tidak shahih.
Telah diriwayatkan juga haditshadits yang semakna dengan ini yang diriwayatkan
oleh Ibnu Asakir, namun kebanyakan dari hadits itu adalah munkar dan tidak
shahih, wallahu a’lam.
Muhammad bin Ka’ab
al-Qurazhi berkata, “Wanita pertama masuk Islam adalah Khadijah, kaum lelaki
pertama yang masuk Islam adalah Abu Bakar dan Ali , hanya saja Abu Bakar
menyatakan keislamannya sementara Ali menyembunyikannya.” Menurut saya, “Yang
demikian itu karena ia takut kepada ayahnya, kemudian ayahnya memerintahkannya
supaya mengikuti dan membela keponakannya.” Ali turut berhijrah setelah
Rasulullah saw. keluar dari kota Makkah. Rasulullah saw. menugaskannya untuk
memberaskan hutang piutang beliau dan mengembalikan barang-barang yang
dititipkan kepada beliau. Kemudian Ali menyusul beliau setelah melaksanakan
perintah beliau dan turut berhijrah. Rasulullah saw. mempersaudarakannya dengan
Sahal bin Hunaif .
Ibnu Ishaq dan penulis
sejarah lainnya menyebutkan, “Rasulullah saw. mempersaudarakannya dengan diri
beliau sendiri. Telah diriwayatkan banyak hadits tentangnya tapi tidak shahih,
karena sanadnya dhaif. Dan sebagian matannya sangat ganjil, dalam sebuah matan
disebutkan, ‘Engkau adalah saudaraku, pewarisku, khalifah setelahku, dan
sebaik-baik amir sepeninggalku’.” Hadits ini maudhu‘ (palsu) dan bertentangan
dengan hadits-hadits yang shahih dalam kitab Shahihain dan kitab-kitab hadits lainnya.
Beliau ikut serta dalam perang Badar dan beliau memiliki jasa yang besar dalam
peperangan tersebut.
Beliau juga turut serta
dalam peperangan Uhud, pada saat itu beliau tergabung dalam sayap kanan pasukan
yang memegang panji setelah Mush’ab bin Umair. Beliau juga turut serta dalam
perang Khandaq. Dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan jagoan Arab dan
salah seorang pemberani mereka yang sangat populer, yakni Amru bin Abdi Wud
al-’Amiri. Beliau juga turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah dan Bai’atur
Ridhwan. Beliau juga mengikuti peperangan Khaibar. Dalam peperangan ini beliau
menunjukkan aksi yang luar biasa dan kepahlawanan yang mengagumkan.
Allah member kemenangan
lewat tangannya. Dan dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan Mirhab al-Yahudi.
Beliau juga turut serta dalam Umrah Qadha’. Pada saat itulah Rasulullah saw.
berkata kepadanya, “Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” Adapun
kisah yang banyak diceritakan oleh para qushshash (tukang cerita) bahwa beliau
pernah bertarung melawan jin di sumur Dzatul ilmi,880 sebuah sumur di dekat
Juhfah, adalah kisah yang tidak ada asal-usulnya. Kisah itu termasuk kisah yang
diada-adakah oleh orang-orang jahil dan tukang cerita, janganlah terpedaya dengannya.
Beliau juga mengikuti penaklukan kota Makkah, peperangan Hunain dan ath-Thaif.
Beliau berperang dengan
gagah berani lalu beliau berumrah bersama Rasulullah saw. dari al-Ji’ranah.
Ketika Rasulullah saw. berangkat ke Tabuk, beliau mengangkatnya sebagai
pengganti beliau di Madinah. la berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai
Rasulullah saw. apakah engkau membiarkan aku bersama kaum wanita dan
anak-anak?” Rasulullah saw. berkata kepadanya, ” Tidakkah engkau ridha
kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak
ada nabi setelahku. “
Rasulullah saw.
mengutusnya sebagai amir dan hakim di negeri Yaman bersama dengan Khalid bin
al-Walid. Kemudian beliau menyusul Rasul pada haji wada’ ke Makkah dengan
membawa onta korban beliau. la bertahallul sebagaimana tahallulnya. Rasulullah
saw. dan memberinya bagian dari hewan korban beliau. Lalu ia tetap mengenakan
kain ihramnya bersama Rasulullah saw. dan menyembelih hewan korban bersama
beliau setelah menyelesaikan manasik haji. Ketika Rasulullah saw. sakit,
al-Abbas berkata kepadanya, “Tanyalah kepada Rasulullah saw. , siapakah yang
berhak meme-gang kepemimpinan setelah beliau?” Ali berkata, “Demi Allah aku
tidak akan menanyakannya kepada beliau, sebab apabila beliau melarangnya dari
kita maka orang-orang tidak akan menyerahkannya kepada kita selama-lamanya.”
Hadits-hadits yang
shahih dan jelas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. tidak mewasiatkan jabatan
kekhalifahan kepadanya ataupun kepada selainnya. Bahkan beliau mengisyaratkan
dengan menyebut Abu Bakar. Beliau memberi isyarat yang dapat dipahami dan
sangat jelas sekali maksudnya. Seperti yang telah kami sebutkan dalam juz
sebelumnya, alhamdulillah.
Adapun kebohongan yang
dilontarkan oleh orang-orang jahil dari kalangan Syi’ah dan tukang cerita yang
bodoh bahwa Rasulullah saw. telah mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Ali
jelas merupakan sebuah kedustaan dan kebohongan yang sangat besar yang
menjerumuskan mereka ke dalam kesalahan yang sangat besar pula. Seperti tuduhan
para sahabat telah berkhianat dan bersepakat menggagalkan wasiat Rasulullah
saw. dan menahannya dari orang yang telah diberi wasiat. Lalu menyerahkannya
kepada orang lain tanpa alasan dan sebab.
Setiap mukmin yang
beriman kepada Allah dan RasulNya, meyakini bahwa Dienul Islam adalah haq pasti
mengetahui batil-nya kedustaan ini. Karena para sahabat adalah sebaik-baik
manusia setelah para nabi. Mereka adalah generasi terbaik umat ini yang
merupakan umat terbaik di dunia maupun di akhirat berdasarkan nash al-Qur’an
serta berda-sarkan ijma’ salaf dan khalaf, alhamdulillah.
Adapun cerita yang
disampaikan oleh orang-orang awam tukang cerita di pasar-pasar tentang
wasiat-wasiat yang khusus diberikan kepada Ali dalam hal adab (etika), akhlak,
adab makan dan minum, adab berpakaian, seperti cerita mereka, “Wahai Ali,
janganlah pakai imamah (sorban) sambil duduk. Wahai Ali, janganlah pakai
celanamu sambil berdiri. Wahai Ali, janganlah memegang tiang pintu. Dan
janganlah duduk di depan pintu. Janganlah menjahit pakaian yang sedangeng kau
kenakan.” Dan wasiat-wasiat sejenis-nya. Semua itu adalah cerita kosong yang
tidak ada asal-usulnya. Bahkan termasuk dusta, bohong dan palsu.
Kemudian, ketika
Rasulullah saw. wafat, Ali termasuk salah seorang yang memandikan, mengkafani
dan mengebumikan jenazah Rasulullah saw. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq dibai’at
menjadi khalifah pada hari Saqifah, Ali termasuk salah seorang yang berbai’at
di masjid, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.885 Abu Bakar
ash-Shiddiq dalam pandangan Ali bin Abi Thalib ra. sama seperti para umara’ dari
kalangan sahabat yang lainnya, beliau berpandangan mentaati Abu Bakar merupakan
kewajibannya dan merupakan perkara yang paling ia sukai. Ketika Fathimah wafat
enam bulan setelah Rasulullah saw. ketika itu ia kurang puas terhadap beberapa
keputusan Abu Bakar disebabkan warisan yang tidak ia peroleh dari ayahnya. Ia
belum mengetahui nash khusus dalam masalah ini bagi para nabi, yakni mereka
tidak mewariskan harta warisan kepada sanak famili.
Ketika hal itu sampai
kepadanya ia me-minta kepada Abu Bakar agar mengangkat suaminya sebagai
pengawas sedekah (harta warisan) tersebut, akan tetapi Abu Bakar menolaknya.
Maka ia terus memendam ketidakpuasan terhadap Abu Bakar seperti yang telah kami
jelaskan terdahulu. Maka Ali berusaha mengambil hati istrinya. Setelah Fathimah
wafat, Ali memperbaharui kembali bai’atnya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq.
Ketika Abu Bakar wafat
lalu Umar memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar kepadanya, Ali
bin Abi Thalib ra. termasuk salah seorang sahabat yang membai’at Umar. Ali
selalu bersama Umar dan memberikan masukan positif kepadanya. Disebutkan bahwa
Umar memintanya menjadi qadhi (hakim) pada masa kekhalifahannya. Beliau
menyertai Umar bersama para tokoh dari kalangan sahabat ke negeri Syam dan
menghadiri khutbah Umar di al-Jabiyah.
Ketika Umar ditikam dan
beliau menyerahkan urusan musyarawah kepada enam orang sahabat, salah seorang
di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib ra. Lalu mereka menetapkan dua orang
calon, yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman terpilih menjadi khalifah. Namun
begitu, Ali tetap mendengar dan taat kepada Utsman.
Peristiwa pembunuhan
terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia
Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara.
Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain
selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak,
tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga
akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang
dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang
berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4
yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan
yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk
pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Perang Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000
pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin
Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh
pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan
Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat
diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan
(akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah
oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan,
menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang
tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga
akhir pemerintahannya. Perang Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga
berawal dari masalah tersebut.
Nash Wasiat Ali bin Abi
Thalib
“Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penya-yang, ini adalah wasiat Ali bin Abi
Thalib ra., bahwasanya dia bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain
Allah semata tiada sekutu bagiNya. Dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan
utusanNya. Yang telah mengutusnya dengan membawa hidayah dan dien yang haq agar
mengatasi segala agama walaupun orang-orang musyrikin benci. Kemudian setelah
itu, sesungguhnya shalatku, ibadahku (yakni penyembelihan korban), hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya, demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku termasuk seorang muslim.
Aku wasiatkan kepadamu
hai Hasan, juga kepada seluruh putera-puteri, istri-istriku dan siapa saja yang
sampai kepadanya wasiatku ini agar bertakwa kepada Allah dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Berpegang
teguhlah kalian seluruhnya dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah,
sesungguhnya aku mendengar Abul Qasim s|i bersabda, “Sesungguhnya mendamaikan
dua pihak yang berselisih lebih utama daripada banyak ibadah shalat dan puasa.“
Perhatikanlah hak-hak
karib kerabatmu, sambunglah tali silaturahim dengan mereka niscaya Allah akan
meringankan hisabmu. Jagalah hak-hak anak yatim! Jangan sampai mulut mereka
tidak berisi makanan (jangan sampai mereka kelaparan). Janganlah mereka
terlantar di hadapan kalian. Peliharalah hak-hak tetanggamu, sesungguhnya nabi
kalian telah berwasiat agar berbuat baik kepada tetangga. Beliau senantiasa
mewasiatkannya se-hingga kami mengira beliau akan memberi hak waris bagi
tetangga. Jagalah hak-hak al-Qur’an, janganlah kalian didahului orang lain
dalam mengamal-kannya. Jagalah ibadah shalat, karena shalat adalah tiang agama
kalian.
Jagalah hak-hak rumah
Rabb kalian (masjid), janganlah sampai kosong selama kalian masih hidup.
Sesungguhnya apabila kalian meninggalkannya niscaya kalian tidak akan
dihiraukan. Peliharalah ibadah bulan Ramadhan. Karena berpuasa pada bulan
Ramadhan adalah perisai dari api neraka. Peliharalah jihad fi sabilillah dengan
harta dan jiwa raga kalian. Jagalah pembayaran zakat, karena zakat dapat
memadamkan kemarahan Ar-Rabb. Jagalah hak-hak orang yang dilindungi oleh nabi
kalian, janganlah mereka dizhalimi dihadapan kalian.
Jagalah hak-hak sahabat
nabi kalian, sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewasiatkan agar menjaga
hak-hak mereka. Jagalah hak-hak kaum faqir miskin, berilah mereka dari sebagian
rezeki kalian. Jagalah hak-hak budak yang kalian miliki, karena itulah pesan
terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah saw. beliau bersabda, “Aku mewasiatkan
agar kalian memperhatikan dua manusia yang lemah, yakni wanita dan budak-budak
yang kalian miliki.“
Jagalah ibadah shalat,
jagalah ibadah shalat, janganlah kalian takut terhadap celaan orang-orang yang
suka mencela dalam menegakkan agama Allah niscaya kalian akan terhindar dari
kejahatan orang-orang yang bermak-sud jahat kepadamu dan ingin berlaku
semena-mena terhadapmu. Berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik
seperti yang telah Allah perintahkan kepadamu. Janganlah kalian tinggalkan amar
ma’ruf nahi mungkar, jika tidak maka orang-orang yang jahat akan berkuasa atas
kalian sehingga doa kalian tidak dikabulkan.
Hendaklah kalian saling
menyambung ikatan dan saling memberi, dan hindarilah saling membelakangi,
saling memutus hubungan dan berpecah belah. Bertolongtolonganlah kamu dalam
kebaikan dan ketakwaan, janganlah bertolong-tolongan dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Mahakeras siksaNya.
Semoga Allah menjaga kalian dari dan semoga Allah menjaga nabi kalian di
tengah-tengah kalian, aku ucapkan selamat berpisah wassalamu ‘alaikum iva
rahmatullah.”
Wafat
Wafat
Amirul Mukminin
menghadapi masalah yang berat, kondisi negara saat itu tidak stabil, pasukan
beliau di Iraq dan di daerah lainnya membang-kang perintah beliau, mereka
menarik diri dari pasukan. Kondisi di wilayah Syam juga semakin memburuk.
Penduduk Syam tercerai berai ke utara dan selatan. Setelah peristiwa tahkim
penduduk Syam menyebut Mu’awiyah sebagai amir. Seiring bertambahnya kekuatan
penduduk Syam semakin lemah pula kedudukan penduduk Iraq.
Padahal amir mereka
adalah Ali bin Abi Thalib ra. sebaik-baik manusia di atas muka bumi pada zaman
itu, beliau yang paling taat, paling zuhud, paling alim dan paling takut kepada
Allah. Namun walaupun demikian, mereka meninggalkannya dan membiarkannya
seorang diri. Padahal Ali telah memberikan hadiah-hadiah yang melimpah dan
harta-harta yang banyak. Begitulah perlakuan mereka terhadap beliau, hing-ga
beliau tidak ingin hidup lebih lama dan mengharapkan kematian.
Karena banyaknya fitnah
dan merebaknya pertumpahan darah. Beliau sering berkata, ” Apakah gerangan yang
menahan peristiwa yang dinanti-nanti itu? Mengapa ia belum juga terbunuh?”
Kemudian beliau berkata, “Demi Allah, aku akan mewarnai ini sembari menunjuk
jenggot beliau- dari sini!” -sembari menunjuk kepala beliau.
Kronologis Terbunuhnya
Ali
Ibnu Jarir dan pakar-pakar
sejarah lainnya menyebutkan bahwa tiga orang Khawarij berkumpul, mereka adalah
Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari
al-Kindi sekutu Bani Jaba-lah dari suku Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah
at-Tamimi dan Amru bin Bakr at-Tamimi. Mereka mengenang kembali perbuatan Ali
bin Abi Thalib ra. yang membunuh teman-teman mereka di Nahrawan, mereka
memo-hon rahmat buat teman-teman mereka itu. Mereka berkata, “Apa yang kita
lakukan sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling
banyak shalatnya, mereka adalah penyeru manusia kepada Allah.
Mereka tidak takut
celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan agama Allah. Bagaimana
kalau kita tebus diri kita lalu kita da tangi pemimpin-pemimpin yang sesat itu
kemudian kita bunuh mereka sehingga kita membe-baskan negara dari kejahatan
mereka dan kita dapat membalas dendam atas kematian teman-teman kita.”
Ibnu Muljam berkata, “Aku akan menghabisi Ali bin Abi Thalib ra.!”
Ibnu Muljam berkata, “Aku akan menghabisi Ali bin Abi Thalib ra.!”
Al-Burak bin Abdillah berkata, “Aku
akan menghabisi Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Amru bin Bakr berkata,
“Aku akan menghabisi Amru bin al-Ash.” Merekapun berikrar dan mengikat
perjanjian untuk tidak mundur dari niat semula hingga masing-masing berhasil
membunuh targetnya atau terbunuh. Merekapun mengambil pedang masing-masing
sambil menyebut nama sahabat yang menjadi targetnya. Mereka sepakat
melakukannya serempak pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Kemudian ketiganya
berangkat menuju tempat target masing-masing.
Adapun Ibnu Muljam berangkat
ke Kufah. Setibanya di sana ia menyembunyikan identitas, hingga terhadap
teman-temannya dari kalangan Khawarij yang dahulu bersamanya. Ketika ia sedang
duduk-duduk bersama beberapa orang dari Bani Taim ar-Ribab, mereka mengenang
teman-teman mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiba-tiba datanglah
seorang wanita bernama Qatham binti Asy-Syijnah, ayah dan abangnya dibunuh oleh
Ali pada peperangan Nahrawan.
La adalah wanita yang
sangat cantik dan populer. Dan ia telah mengkhususkan diri beribadah dalam
masjid jami’. Demi melihatnya Ibnu Muljam mabuk kepayang. Ia lupa tujuannya
datang ke Kufah. Ia meminang wanita itu. Qatham mensyaratkan mahar tiga ribu
dirham, seorang khadim, budak wanita dan membunuh Ali bin Abi Thalib ra. untuk
dirinya. Ibnu Muljam berkata, “Engkau pasti mendapatkannya, demi Allah tidaklah
aku datang ke kota ini melainkan untuk membunuh Ali.”
Lalu Ibnu Muljam
menikahinya dan berkumpul dengannya. Kemudian Qathami mulai mendorongnya untuk
melaksanakan tugasnya itu. Ia meng-utus seorang lelaki dari kaumnya bernama
Wardan, dari Taim Ar-Ribab, untuk menyertainya dan melindunginya. Lalu Ibnu
Muljam juga menggaet seorang lelaki lain bernama Syabib bin Bajrah al-Asyja’i
al-Haruri. Ibnu Muljam berkata kepadanya, “Maukah kamu memperoleh kemuliaan
dunia dan akhirat?” “Apa itu?” Tanyanya. “Membunuh Ali!” Jawab Ibnu Muljam. Ia
berkata, “Celaka engkau, engkau telah mengatakan perkara yang sangat besar!
Bagaimana mungkin engkau mampu membunuhnya?” Ibnu Muljam berkata, “Aku
mengintainya di masjid, apabila ia keluar untuk mengerjakan shalat subuh, kita
mengepungnya dan kita membunuhnya. Apabila berhasil maka kita merasa puas dan
kita telah membalas dendam.
Dan bila kita terbunuh
maka apa yang tersedia di sisi Allah lebih baik dari-pada dunia.” Ia berkata,
“Celaka engkau, kalaulah orang itu bukan Ali tentu aku tidak keberatan
melakukannya, engkau tentu tahu senioritas beliau dalam Islam dan kekerabatan
beliau dengan Rasulullah saw. Hatiku tidak terbuka untuk membunuhnya.”
Ibnu Muljam berkata, “Bukankah ia
telah membunuh teman-teman kita di Nahrawan?”
“Benar!” jawabnya. “Marilah kita bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata Ibnu Muljam. Beberapa saat kemudian Syabib menyambutnya. Masuklah bulan Ramadhan. Ibnu Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam Jum’at 17 Ramadhan. Ibnu Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing.
“Benar!” jawabnya. “Marilah kita bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata Ibnu Muljam. Beberapa saat kemudian Syabib menyambutnya. Masuklah bulan Ramadhan. Ibnu Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam Jum’at 17 Ramadhan. Ibnu Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing.
Lalu mulailah ketiga
orang ini bergerak, yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib, dengan menghunus
pedang masing-masing. Mereka duduk di hadapan pintu yang mana Ali biasa keluar
dari-nya. Ketika Ali keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk shalat
sembari berkata, “Shalat….shalat!” Dengan cepat Syabib menyerang dengan
pedang-nya dan memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian Ibnu Muljam
menebaskan pedangnya ke atas kepala beliau. Darah beliau mengalir mem-basahi
jenggot beliau . Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata, “Tidak ada hukum
kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia
membaca firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ali berteriak, “Tangkap
mereka!” Adapun Wardan melarikan diri namun berhasil dikejar oleh seorang
lelaki dari Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menye-lamatkan
diri dan selamat dari kejaran manusia. Sementara Ibnu Muljam berhasil
ditangkap. Ali menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahab untuk mengimami
Shalat Fajar. Ali pun dibopong ke rumahnya. Lalu digiring pula Ibnu Muljam
kepada beliau dan dibawa kehadapan beliau dalam keadaan dibelenggu tangannya ke
belakang pundak, semoga Allah memburukkan rupanya. Ali berkata kepadanya,” Apa
yang mendorongmu melakukan ini?” Ibnu Muljam berkata, “Aku telah mengasah
pedang ini selama empat puluh hari. Aku memohon kepada Allah agar aku dapat
membunuh dengan pedang ini makhlukNya yang paling buruk!”
Ali berkata kepadanya,
“Menurutku engkau harus terbunuh dengan pedang itu. Dan menurutku engkau adalah
orang yang paling buruk.” Kemudian beliau berkata, “Jika aku mati maka bunuhlah
orang ini, dan jika aku selamat maka aku lebih tahu bagaimana aku harus
memperlakukan orang ini!”
Pemakaman Jenazah Ali
bin Abi Thalib
Setelah Ali wafat,
kedua puteranya yakni al-Hasan dan al-Husein memandikan
jenazah beliau dibantu oleh
Abdullah bin Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putera tertua beliau,
yakni al-Hasan. Al-Hasan bertakbir sebanyak sembilan kali. Jenazah Ali
dimakamkan di Darul Imarah di Kufah, karena kekhawa-tiran kaum Khawarij akan membongkar
makam beliau. Itulah yang masyhur.
Adapun yang mengatakan
bahwa jenazah beliau diletakkan di atas kendaraan beliau kemudian dibawa pergi
entah ke mana perginya maka sungguh ia telah keliru dan mengada^ada sesuatu
yang tidak diketahuinya. Akal sehat dan syariat tentu tidak membenarkan hal
semacam itu. Adapun keyakinan mayoritas kaum Rafidhah yang jahil bahwa makam
beliau terletak di tempat suci Najaf, maka tidak ada dalil dan dasarnya sama
sekali. Ada yang mengatakan bahwa makam yang terletak di sana adalah makam
al-Mughirah bin Syu’bah .
Al-Khathib al-Baghdadi
meriwayatkan dari al-Hafizh Abu Nu’aim dari Abu Bakar Ath-Thalahi dari Muhammad
bin Abdillah al-Hadhrami al-Hafizh Muthayyin, bahwa ia berkata, “Sekiranya
orang-orang Syi’ah menge-tahui makam siapakah yang mereka agung-agungkan di
Najaf niscaya mereka akan lempari dengan batu. Sebenarnya itu adalah makam
al-Mughirah bin Syu’bah.
Al-Hafizh Ibnu Asakir
meriwayatkan dari al-Hasan bin Ali, ia berkata, “Aku mengebumikan jenazah Ali
di kamar sebuah rumah milik keluarga ja’dah.” Abdul Malik bin Umair bercerita,
“Ketika Khalid bin Abdullah meng-gali pondasi di rumah anaknya bernama Yazid,
mereka menemukan jenazah seorang Syaikh yang terkubur di situ, rambut dan
jenggotnya telah memutih. Seolah jenazah itu baru dikubur kemarin. Mereka
hendak membakarnya, namun Allah memalingkan niat mereka itu. Mereka
membungkusnya dengan kain Qubathi, lalu diberi wewangian dan dibiarkan terkubur
di tempat semu-la. Tempat itu berada dihadapan pintu al-Warraqin setelah kiblat
masjid di rumah tukang sepatu. Hampir tidak pernah seorang pun bertahan di
tempat itu melainkan pasti akan pindah dari situ.
Diriwayatkan dari
Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, ia berkata, “Jenazah Ali dishalatkan pada malam
hari dan dimakamkan di Kufah, tem-patnya sengaja dirahasiakan, namun yang pasti
di dekat gedung imarah (istana kepresidenan).”
Ibnu Kalbi berkata,
“Turut mengikuti proses pemakaman jenazah Ali pada malam itu al-Hasan,
al-Husain, Ibnul Hanafiyyah, Abdullah bin Ja’far dan keluarga ahli bait beliau
yang lainnya. Mereka memakamkannya di dalam kota Kufah, mereka sengaja
merahasiakan makam beliau karena kekhawa-tiran terhadap kebiadaban kaum
Khawarij dan kelompok-kelompok lainnya.
Tanggal Terbunuhnya Ali
bin Abi Thalib
Ali ra, terbunuh pada
malam Jum’at waktu sahur pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Ada yang
mengatakan pada bulan Rabi’ul Awwal. Namun pendapat pertama lebih shahih dan
populer.Ali ditikam pada hr Jum’at 17 Ramadhan tahun 40 H, tanpa ada
perselisihan. Ada yang mengatakan beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada
yang mengatakan pada hari Ahad tanggal 19 Ramadhan. Al-Fallas berkata, “Ada
yang mengatakan, beliau ditikam pada malam dua puluh satu Ramadhan dan wafat
pada malam dua puluh empat dalam usia 58 atau 59 tahun.”
Ada yang mengatakan,
wafat dalam usia 63 tahun.940 Itulah pendapat yang masyhur, demikian dituturkan
oleh Muhammad bin al-Hanafiyah, Abu Ja’far al-Baqir, Abu Ishaq as-Sabi’i dan
Abu Bakar bin ‘Ayasy. Sebagian ulama lain mengatakan, wafat dalam usia 63 atau
64 tahun. Diriwayatkan dari Abu ja’far al-Baqir, katanya, “Wafat dalam usia 65
tahun.” Masa kekhalifahan Ali lima tahun kurang tiga bulan. Ada yang mengatakan
empat tahun sembilan bulan tiga hari. Ada yang mengatakan empat tahun delapan
bulan dua puluh tiga hari, semoga Allah meridhai beliau. Ali Bin Abu Thalib:
Orang yang Dicintai Allah Dan Rasulnya
"Tidak ada pedang, setajam
pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang setangguh Ali bin Abu Thalib"
Demikianlah slogan yang
selalu didengung-dengungkan oleh kaum muslimin ketika perang Uhud yang amat
dahsyat itu tengah berlangsung. Dalam perang tersebut, Ali bin Abu Thalib
memperlihatkan ketangguhannya sebagai seorang pahlawan islam yang gagah
perkasa. Ia di kenal sebagai jagoan bangsa Arab yang mempunyai kemahiran
memainkan pedang dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya
berbentuk tubuh bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian belakangnya.
Ketika di tanya,"Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan bagian
belakangnya, Hai Abu Husein?" Maka Ali bin Abu Thalib akan menjawabnya
dengan mudah,"Kalau seandainya aku menghadapi musuhku dari belakang,
niscaya aku akan binasa."
Ketika terjadi perang
Badar antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy, di mana kaum muslimin
memperoleh kemenangan yang telak, maka korban yang berjatuhan di pihak kaum
Quraisy berjumlah tujuh puluh orang. Konon sepertiga korban yang tewas dari
pihak kaum Quraisy pada perang badar itu merupakan persembahan khusus dari Ali
bin Abu Thalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib.
Sementara itu Amru bin
Wud Al 'Amiri, seorang jawara yang tangguh dari kaum kafir Quraisy ikut serta
dalam perang Khandak. Dengan angkuhnya ia menari-nari di atas kudanya sambil
memainkan pedangnya dan mengejek kaum muslimin seraya berkata,"Hai kaum
muslimin, manakah surga yang telah dijanjikan kepadamu bahwa orang yang gugur
diantaramu akan masuk kedalamnya? inilah dia surga yang kini berada di
hadapan-mu, maka sambutlah."
Namun nyatanya tak ada
seorangpun dari kaum muslimin yang berani maju untuk menjawab tantangan yang
dilontarkan Amru bin Wud , yang terkenal bengis dan kejam itu. Tak lama
kemudian Ali bin Abu Thalib pun berdiri dan berkata kepada Rasulullah," Ya
Rasulullah, kalau Anda mengijinkan, maka saya akan maju untuk bertarung
melawannya" Rasulullah menjawab,"Hai Ali, Bukankah dia itu Amru bin
Wud, jagoan kaum Quraisy yang ganas itu?" Ali bin Abu Thalib pun
menjawab,"Ya, Saya tahu dia itu adalah Amru bin wud, akan tetapi bukankah
ia juga manusia seperti kita?" Akhirnya Rasulullah mengijinkan untuk
bertarung melawannya.
Selang beberapa saat
kemudian, Ali bin Abu Thalib telah maju ke gelanggang pertarungan untuk
bertarung melawan Amru bin Wud. Lalu Amru bertanya seraya memandang remeh
kepadanya,"Siapakah kamu hai anak muda?", "Aku adalah Ali."
Amru bin Wud bertanya lagi,"Kamu anak Abdul Manaf?", "Bukan, Aku
anak Abu Thalib." Lalu Amru bin Wud berkata,"Kamu jangan maju ke sini
hai anak saudaraku! Kamu masih kecil. Aku hanya menginginkan orang yang lebih
tua darimu, karena aku pantang menumpahkan darahmu." Ali bin Abu Thalib
menjawab,"Jangan sombong dulu hai Amru! Aku akan buktikan bahwa aku dapat
merobohkan-mu hanya dalam beberapa detik saja dan aku tidak segan-segan untuk
menghantarkan-mu ke liang kubur."
Betapa marahnya Amru
bin Wud mendengar jawaban Ali bin Abu Thalib itu. Lalu ia turun dari kuda dan
dihunus-nya pedang miliknya itu ke arah Ali bin Abu Thalib. Sementara itu Ali
bin Abu Thalib menghadapinya dengan tameng di tangan kirinya.
Tiba-tiba Amru bin Wud
melancarkan serangannya dengan pedang. Dan Ali pun menangkis serangan itu
dengan menggunakan tamengnya yang terbuat dari kulit binatang sehingga pedang
Amru tertancap di tameng itu. Maka secepat kilat Ali menghantamkan dengan keras
pedang Zulfikar pada tengkuknya hingga ia tersungkur ke tanah dan bersimbah darah,
dan kaum kafir Quraisy lainnya yang melihat itu lari tunggang langgang.
Pada suatu ketika
Rasulullah mengutus pasukan kaum muslim ke Wilayah Khaibar di bawah pimpinan
Abu Bakar As Siddiq. Lalu pasukan tersebut berangkat untuk menembus benteng
pertahanan Khaibar. Dengan mengerahkan segala daya kekuatan mereka berusaha
membobol benteng tersebut, namun pintu benteng tersebut sangat kokoh sehingga
sukar untuk ditembus-nya.
Keesokkan harinya,
Rasulullah mengutus Umar bin Khattab untuk memimpin pasukan untuk menaklukkan
benteng tersebut. Dengan semangat yang berkobar-kobar akhirnya terjadilah
peperangan yang dahsyat antara dua pasukan bersenjata itu. Umar terus
membangkitkan semangat anak buahnya agar dapat menguasai benteng khaibar, namun
upaya mereka belum membuahkan hasil meskipun telah berusaha sekuat tenaga dan
mereka pun pulang dengan tangan hampa.
Setelah itu Rasulullah
SAW bersabda,"Esok hari aku akan berikan bendera ini kepada seorang
laki-laki yang dicintai Allah dan Rasulnya. Dan mudah-mudahan Allah akan
membukakan pintu kemenangan bagi kaum muslimin melalui kedua tangannya,
sedangkan ia sendiri bukan termasuk seorang pengecut."
Maka para sahabat
bertanya-tanya "Siapakah laki-laki yang beruntung itu?" Akhirnya
setiap orang dari para sahabat itu berdoa dan memohon kepada Allah agar dialah
yang di maksud oleh Rasulullah.
Dan keesokkan harinya
Rasulullah ternyata menyerahkan bendera kepemimpinan itu kepada Ali bin Abu
Thalib yang sedang menderita penyakit mata. Kemudian Rasulullah meludahi kedua
belah matanya yang sedang sakit hingga sembuh seraya berkata,"Hai Ali,
terimalah bendera perang ini dan bawalah pasukan kaum muslimin bersamamu menuju
benteng Khaibar hingga Allah membukakan pintu kemenangan bagi kaum
muslimin."
Lalu Ali bin Abu Thalib
memimpin pasukan dan memusatkan pasukannya pada sebuah batu karang besar dekat
benteng guna menghimpun kekuatan kembali. Tak lama kemudian ia memberikan
komando untuk bersiap-siap menyerbu ke benteng dan akhirnya terjadilah perang
yang sengit antara kaum muslimin dengan orang-orang yahudi di sana.
Ali bin Abu Thalib
memainkan pedang Zulfikar-nya dengan gesit dan menghunuskan kepada musuhnya
yang berani menghadang. Tidak ada musuh pun yang selamat dari kelebatan pedang
yang di genggam Ali. Akan tetapi seorang yahudi tiba-tiba menghantamkan pedang
kearahnya dengan keras. Secepat kilat di tangkis serangan itu dengan tamengnya,
hingga terjatuh tamengnya itu. Akhirnya ia raih sebuah pintu besar yang terbuat
dari besi yang berada di sekitar benteng dan dijadikan-nya sebagai tameng dari
serangan pedang orang-orang yahudi lainnya. Dan ia tetap menggunakan pintu
besar itu hingga perang usai dan kaum muslimin memperoleh kemenangan.
Abu Rofi' seorang
sahabat yang ikut perang itu menyatakan,"Aku telah menyaksikan dengan mata
kepalaku sendiri bagaimana Ali bin Abu Thalib mencabut pintu besi yang besar
itu untuk dijadikan tameng-nya, Setelah tameng-nya terjatuh dari tangannya."
Kemudian setelah perang usai, ada delapan orang laki-laki, salah seorang
diantaranya adalah aku sendiri, yang berusaha untuk menggotong dan menempatkan
kembali pintu besi itu ke tempat semula, tetapi mereka tidak mampu untuk
melakukannya karena terlalu berat."
0 Response to "10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 4) "Ali bin Abi Tholib""
Post a Comment