10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 5) "Abu Ubaidah bin Jarrah"
5. Abu
'Ubaidah bin Jarrah ra.
Siapakah
kiranya orang yang dipegang oleh Rasulullah saw dengan tangan kanannya sambil
bersabda, "Sesungguhnya setiap ummat
mempunyai orang kepercayaan, dan sesungguhnya kepercayaan ummat ini adalah Abu
'Ubaidah Ibnul Jarrah."
Siapakah
orang yang dikirim oleh Nabi ke medan tempur Dzatus Salasil sebagai bantuan
untuk Amar bin 'Ash, dan diangkatnya sebagai panglima dari suatu pasukan yang
di dalamnya terdapat Abu Bakar dan Umar.
Siapakah
sahabat yang mula pertama disebut sebagai amirul umara atau panglima besar ini.
Dan siapakah orang yang tinggi perawakannya tetapi kurus tubuhnya, tipis
jenggotnya, berwibawa wajahnya, dan ompong karena patah dua gigi mukanya.
Siapakah
kiranya orang kuat lagi terpercaya, sehingga Umar bin Khattab ketika hendak
menghembuskan nafasnya yang terakhir pernah berkata mengenai pribadinya, "Seandainya
Abu 'Ubadah ibnul Jarrah masih hidup, tentulah ia di antara orang-orang yang
akan saya angkat sebagai penggantiku. Dan jika
Tuhanku menanyakan hal itu tentulah, "Saya angkat kepercayaan Allah dan
kepercayaan Rasul-Nya."
Dia lah yang
membunuh ayahnya yang berada di pasukan musyrikin dalam perang Badar, sehingga
ayat Al-Qur'an turun mengenai hal ini,
Artinya : "Engkau tidak
menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat yang mengasihi
orang-orang yang menentang Allah swt. dan Rasulullah, walaupun orang tersebut
ayah kandung, anak, saudara atau keluarganya sendiri. Allah telah mematri
keimanan di dalam hati mereka dan Dia bekali pula dengan semangat. Allah akan
memasukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
mereka akan kekal di dalamnya. Akan menyenangi mereka, di pihak lain mereka pun
senang dengan Allah. Mereka itulah prajurit Allah, ketahuilah bahwa prajurit
Allah pasti akan sukses". (Al-Mujadilah, 22).
Rasulullah
saw. menjulukinya dengan seorang yang "Gagah dan Jujur ". Ia adalah Abu 'Ubaidah, Amir bin
Abdillah ibnul Jarrah ra. lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga
suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarah
yang dijuluki dengan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang
berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat
pemalu.Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, dia disenangi
oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang.
Abu
'Ubaidah, Amir bin Abdillah ibnul Jarrah masuk Islam
melalui Abu Bakar Shiddiq di awal mula kerasulan, yakni sebelum Rasulullah saw
mengambil rumah Arqam sebagai tempat da'wah. Ia ikut
hijrah ke Habsy pada kali kedua. Ia kembali
pulang agar dapat mendampingi Rasulullah di perang Badar, perang Uhud, dan
pertempuran-pertempuran lainnya. Lalu
sepeninggal Rasulullah, dilanjutkannya gaya hidupnya sebagai seorang kuat yang
dipercaya mendampingi Abu Bakar dan kemudian Umar dalam pemerintahan
masing-masing dengan mengesampingkan dunia kemewahan dalam menghadapi tanggung
jawab keagamaan, baik dalam zuhud dan ketaqwaan, amanah dan keteguhan.
Ketika Abu
'Ubaidah bai'at atau sumpah setia kepada Rasulullah saw akan membangkitkan
hidupnya di jalan Allah, ia menyadari sepenuhnya makna kata-kata yang tiga ini:
berjuan dijalan Allah, dan telah memiliki persiapan sempurna untuk menyerahkan
kepadanya apa saja yang dibutuhkan berupa darma bakti dan pengurbanan.
Semenjak ia
mengulurkan tangannya untuk bai'at kepada Rasulullah, ia tidak memperhatikan
kepentingan pribadi dan masa depannya. Seluruh
kehidupannya dihabiskan dalam mengemban amanat yang dititipkan Allah kepadanya
dan dibaktikan pada jalan-Nya demi mencapai keridhaan-Nya. Tidak ada suatu pun yang dikejar untuk kepentingan
dirinya pribadi, dan tidak satu keinginan atau kebencian pun yang dapat
menyelewengkannya dari jalan Allah itu.
Maka tatkala
Abu 'Ubaidah telah menepati janji yang dilakukan oleh para sahabat lainnya,
dilihat pula oleh Rasulullah sikap jiwa dan tata cara kehidupannya yang
menyebabkannya layak untuk menerima gelar mulia yang diserahkan serta
dihadiahkan Rauslullah kepadanya, dengan sabdanya: "Orang kepercayaan ummat ini, Abu 'Ubaidah ibnul
Jarrah."
Amanat atau
kepercayaan yang dipenuhi oleh Abu 'Ubaidah atas segala tanggung jawabnya, merupakan
sifatnya yang paling menonjol. Misalnya
waktu perang Uhud, dari gerak gerik dan jalan pertempuran, diketahui bahwa
tujuan utama dari orang-oarng musyrik itu adalah bukanlah hendak merebut
kemenangan, tetapi untuk menghabisi riwayat Nabi Besar dan merenggut nyawanya. Ia berjanji pada dirinya untuk selalu dekat dengan
Rasulullah di arena perjuangan itu.
Maka dengan
pedangnya yang terpercaya seperti dirinya pula, ia maju ke muka, merambah dan
mendesak tentara berhala yang hendak melampiaskan maksud jahat mereka untuk
memadamkan nur Ilahi. Setiap
suasana medan pertempuran memaksanya terpisah jauh dari Rasulullah saw, ia
tetap bertempur tanpa melepaskan pandangan matanya dari posisi Rasulullah itu
yang selalu diikutinya dengan hati cemas dan jiwa gelisah. Jika dilihatnya ada bahaya yang mengancam Nabi, maka
ia bagaikan disentakan dari tempatnya lalu melompat menerkam musuh-musuh Allah
dan mengusir mereka ke belakang sebelum mereka sempat mencelakakannya.
Suatu ketika
pertempuran berkecamuk dengan hebatnya, ia terpisah dari Nabi karena terkepung
oleh tentara musuh, tetapi seperti biasa kedua matanya bagai mata elang
mengintai kedaan sekitarnya. Hampir saja
ia gelap mata, melihat sebuah anak panah meluncur dari tangan seorang musyrik
lalu mengenai Nabi. Terlihatlah
pedangnya yang sebilah itu berkelibatan, tak ubah bagai seratus bilah pedang
menghantam musuh yang mengepungnya sampai mencerai-beraikan mereka, lalu ia
terbang mendapatkan Rasulullah. Didapatinya
darah beliau yang suci mengalir dari wajahnya, dan dilihatnya Rasulullah,
Al-Amin, menghapus darah dengan tangan kanannya, sambil bersabda: "Bagaimana mungkin berbahagia suatu kaum yang
mencemari wajah Nabi mereka, padahal ia menyerunya kepada Nabi mereka, padahal
ia menyerunya kepada Tuhan mereka."
Abu 'Ubaidah
melihat dua buah mata rantai baju besi penutup kepala Rasulullah menancap di
kedua belah pipinya. Abu 'Ubaidah
tak dapat manahan hatinya lagi; ia segera menggigit salah satu mata rantai itu
dengan gigi manisanya lalu menariknya dengan kuat dari pipi Rasulullah sampai
tercabut keluar, tetapi bersamaan dengan itu, tercabut pula sebuah gigi manis
Abu' Ubaidah, lalu ditariknya mata rantai yang kedua dan tercabut pulalah gigi
manis Abu 'Ubaidah yang kedua.
Abu Bakar
Shiddiq berkata menceritakan peristiwa itu: "Di waktu perang Uhud dan
Rasulullah ditimpa anak panah sampai dua buah rantai ketopong masuk ke dua
belah pipinya bagian atas, saya segera berlari mendapatkan Rasulullah saw
kiranya ada seorang yang datang bagaikan terbang dari jurusan timur, maka kataku:
"Ya Allah, moga-moga itu merupakan pertolongan." Dan kala kami sampai pada Rasulullah, kiranya orang
itu adalah Abu 'Ubaidah yang telah mendahuluinya ke sana, dan katanya,
"Atas nama Allah, saya minta kepada Anda wahai Abu Bakar, agar saya
dibiarkan mencabutnya dari pipi Rasulullah saw." Saya pun membiarkanya,
maka dengan gigi mukanya Abu 'Ubaidah melepaskan salah satu mata rantai baju
besi penutup kepala beliau sampai ia terjatuh ke tanah, dan bersamaan dengan
itu jatuhlah pula sebuah gigi manis Abu' Ubaidah. Kemudian
ditariknya pula mata rantai yang kedua dengan giginya yang lain sampai sama
tercabut, menyebabkan Abu 'Ubaidah tampak di hadapan orang banyak bergigi
ompong. "
Di saat-saat
bertambah besar dan meluasnya tanggung jawab para sahabat, maka amanah dan
kejujuran Abu 'Ubaidah meningkatlah pula. Tatkala ia
dikirim oleh Nabi saw dalam ekspedisi "Daun
Khabath" dengan memimpin lebih dari tiga ratus orang prajurit
sedang berbekalan mereka tidak lebih dari sebakul kurma, sementara tugas sulit
dan jarak yang akan ditempuh jauh pula, Abu 'Ubaidah menerima perintah itu
dengan taat dan hati gembira. Bersama anak
buahnya pergilah ia ke tempat yang dituju, dan berbekallah setiap prajurit
setiap harinya hanyalah segenggam kurma.
Ketika
perbekalan hampir habis, maka bagian masing-masing prajurit hanyalah sebuah
kurma untuk sehari. Tatkala
habis sama sekali, mereka mulai mencari daun kayu yang disebut "khabath," lalu mereka
tumbuk sampai halus seperti tepung dengan menggunakan alat senjata. Di samping daun-daun itu dijadikan sebagai makanan,
dapat pula mereka gunakan sebagai wadah untuk air minum. Itulah sebabnya ekspedisi ini disebut ekspedisi "Daun Khabath."
Mereka terus
maju tanpa menghiraukan lapar dan dahaga, dan tak ada tujuan mereka kecuali
menyelesaikan tugas mulia bersama panglima mereka yang kuat lagi terpercaya.
Rasulullah amat sayang kepada Abu 'Ubaidah sebagai orang kepercayaan ummat, dan
beliau sangat terkesan kepadanya. Tatkala
datang perutusan Najran dari Yaman menyatakan keislaman mereka dan meminta
kepada Nabi agar dikirim bersama mereka seorang guru untuk mengajarkan
Al-Qur'an dan As-Sunnah serta seluk beluk agama Islam, maka ujar beliau: "Baiklah, akan saya kirim bersama Tuan-Tuan
seorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya,
benar-benar terpercaya."
Para sahabat
mendengar pujian yang keluar dari mulut Rasulullah saw ini, dan masing-masing
berharap agar pilihan agar jatuh kepada dirinya, sampai beruntung beroleh
pengakuan dan kesaksian yang tak dapat diragukan lagi kebenarannya.
Umar bin
khattab menceritakan peristiwa itu sebagai berikut: "Aku tak pernah
berangan-angan menjadi amir, tetapi ketika itu aku tertarik oleh ucapan beliau
dan mengharapkan yang dimaksud beliau itu adalah aku. Aku cepat-cepat berangkat untuk
shalat dhuhur. Dan tatkala
Rasulullah selesai mengimami kami shalat dhuhur, beliau memberi salam, lalu
menoleh ke sebelah kanan dan kiri.Maka saya pun mengulurkan badan agar terlihat
oleh beliau. Tetapi ia
juga masih melayangkan pandangannya menacari-cari, sampai akhirnya tampaklah
Abu 'Ubaidah, maka dipanggilnya, lalu sabdanya: "Pergilah
berangkat bersama mereka dan selesaikanlah apabila terjadi perselisihan di
antara mereka dengan haq." Maka Abu 'Ubaidah berangkatlah
bersama orang-orang itu.
Dengan
peristiwa ini, tentu saja tidak berarti bahwa Abu 'Ubaidah merupakan
satu-satunya yang mendapat kepercayaan dan tugas dari Rasulullah, sedang
lainnya tidak. Maksudnya adalah bahwa ia adalah
salah seorang yang beruntung beroleh kepercayaan yang berharga serta tugas
mulia ini. Di samping itu, ia adalah salah
seorang, mungkin juga satu-satunya orang pada masa itu, yang berpropesi da'i.
Sebagaimana
Abu Ubaidah menjadi seorang kepercayaan di masa Rasulullah saw, demikian pula
setelah Rasulullah wafat, ia tetap sebagai orang kepercayaan, memikul semua
tanggung jawab dengan sifat amanah. Wajarlah apabila ia menjadi suri tauladan bagi
seluruh ummat manusia.
Di bawah
panji-panji Islam, kemana pun ia pergi, ia adalah seorang prajurit yang dengan
keutamaan dan keberaniannya melebihi seorang amir atau panglima, dan disaat ia
sebagai panglima, karena keikhlasan dan kerendahan hatinya, menyebabkan tidak
lebih dari seorang prajurit biasa.
Kemudian,
tatkala Khalid bin Walid sedang memimpin tentara Islam dalam salah satu
pertempuran terbesar yang menentukan, tiba-tiba amirul mu'minin Umra
mema'lumkan titahnja untuk mengangkat Abu 'Ubaidah sebagai pengganti Khalid,
maka demi diterimanya berita itu, dari utusan khalifah, dimintanya orang itu
untuk merahasiakan berita tersebut kepada umum. Sementara,
Abu 'Ubaidah sendiri mendiamkannya dengan suatu niat dan tujuan baik sebagai
lazimnya dimiliki seorang zuhud, arif, bijaksana, lagi dipecaya, menunggu
selesainya Panglima Khalid itu merebut kemenangan besar.
Setelah
kemenangan tercapai, barulah ia mendapatkan Khlaid dengan hormat dan ta'dhimnya
untuk menyerahkan surat dari amirul mu'minin. Ketika Khalid
bertanya kepadanya, "Semoga Allah memberimu rahmat wahai Abu 'Ubaidah, Apa sebanya Anda tidak
menyampaikannya kepadaku di waktu datangnya? " Maka ujar
kepercayaan ummat itu," Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak anda,
dan bukan kekuasaan dunia yang kita tuju, dan bukan pula untuk dunia kita
beramal. Kita semua
bersaudara karena Allah."
Demikianlah,
Abu 'Ubaidah telah menjadi panglima besar di Syria Di bawah kekuasaanya,
bernaung sebagian besar tentara Islam, baik dalam luas wilayahnya, maupun dalam
perbekalan dan jumlah bilangannya. Tetapi ia
tetap terlihat seperti salah seorang prajurit biasa serta pribadi biasa dari
kaum muslimin.
Ketika
sampai kepadanya perbincangan orang-orang Syria tentang dirinya dan ketakjuban
mereka terhadap sebutan panglima besar, dikumpulkannya mereka lalu ia berdiri
menyampaikan pidato,"Hai ummat manusia. Sesungguhnya saya ini adalah
seorang muslim dari suku Quraisy. Dan siapa
saja diantara kalian, baik ia berkulit merah atau hitam yang lebih takwa dari
padaku, hatiku ingin sekali berada dalam bimbingannya."
Kedudukannya
sebagai panglima besar, dan pemimpin tentara Islam yang paling banyak jumlahnya
dan paling menonjol keperwiraannya serta paling besar kemenangannya, begitu pun
sebagai wali negeri diwilayah Syria yang semua kehendakanya terjadi dan
perintahnya ditaati, maka semua itu dan lainnya yang serupa, tidak menggoyahkan
ketakwaanya sedikit pun, dan tidak dijadikan andalan.
Amirul
Mu'minin umar bin Khattab datang berkunjung ke Suriah, kepada para penyambutnya
ditanyakannya: "Mana saudara
saya?" "Siapa?," ujar
mereka. "Abu
'Ubaidah Ibnul Jarrah," katanya pula. Kemudian datanglah
Abu 'Ubaidah yang kemudian dipeluk oleh Amirul Mu'minin, lalu mereka pergi
bersama-sama kerumahnya. Maka tidak
satu pun perabotan rumah tangga ada di rumah itu, kecuali pedang, tameng serta
pelana kendarannya.
Sambil
tersenyum, Umar bertanya kepadanya, "Mengapa
tidak kau ambil untuk dirimu sebagaimana dilakukan oleh orang lain?"
Maka jawab Abu 'Ubaidah, "Wahai Amirul Mu'minin, ini menyebabkan hatiku
lega dan sempat beristirahat."
Abu Ubaidah
bin Jarah ra. ikut partisipasi dalam semua peperangan Islam, bahkan selalu
memiliki andil besar dalam setiap peperangan tersebut. Dia berangkat
membawa pasukan menuju negeri Syam, dengan izin Allah dia berhasil menaklukkan
semua negeri tersebut.Ketika wabah penyakit Taun merajalela di negari Syam,
Khalifah Umar bin Khatab ra mengirim surat untuk memanggil kembali Abu
Ubaidah.
Namun Abu
Ubaidah menyatakan keberatannya sesuai dengan isi surat yang dikirimkannya
kepada khalifah yang berbunyi, "Hai Amirul Mukminin! Sebenarnya saya
tahu, kalau kamu membutuhkan saya, akan tetapi seperti kamu ketahui saya sedang
berada di tengah-tengah serdadu muslimin. Saya tidak ingin menyelamatkan diri
sendiri dari musibah yang menimpa mereka dan saya tidak ingin berpisah dari
mereka sampai Allah sendiri menetapkan keputusannya terhadap saya dan mereka.
Karena itu, sesampainya surat saya ini, tolonglah saya dibebaskan dari
panggilam beliau dan izinkanlah saya tinggal di sini. " Setelah
Umar ra membaca surat itu, dia menangis, sehingga para hadirin bertanya, "Apakah
Abu Ubaidah sudah meninggal?" Umar menjawab, "Belum, akan
tetapi kematiannya sudah di ambang pintu."
Menjelang
kematian Abu Ubaidah ra dia berpesan kepada pasukannya, "Saya pesankan
kepada kalian sebuah pesan, jika kalian terima, kalian akan baik, 'Dirikanlah
salat, bayar zakat, puasalah bulan Ramadan, berdermalah, tunaikan ibadah haji
dan umrah, saling nasihat menasihatilah kalian, sampaikanlah nasihat kepada pimpinan
kalian, jangan suka menipunya, janganlah kalian terpesona dengan keduniaan,
karena betapapun seorang melakukan seribu upaya, dia pasti akan menemukan
kematiannya seperti saya ini. Sungguh Allah telah menetapkan kematian untuk
setiap pribadi manusia, oleh sebab itu semua mereka pasti akan mati. Orang yang
paling beruntung adalah orang yang paling taat kepada Allah dan paling banyak
bekalnya untuk akhirat ... Assalamu alaikum warahmatullah'. " Kemudian
beliau melihat ke Muaz bin Jabal ra dan mengatakan, "Ya Muaz! imamilah
salat mereka." Setelah itu, Abu Ubaidah ra. pun menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Sepeninggal
Abu Ubaidah ra Muaz bin Jabal berpidato di hadapan kaum muslimin yang berisi, "Hai
sekalian kaum muslimin! Kalian sudah dikejutkan dengan berita kematian seorang
pahlawan, yang demi Allah saya tidak menemukan ada orang yang lebih baik
hatinya, lebih jauh pandangannya, lebih suka terhadap hari kemudian dan sangat
senang memberi nasihat kepada semua orang dari dia. Karena itu kasihanilah dia,
semoga kamu akan dikasihani Allah. "
Tatkala
Amirul Mu'minin Umar Al-Faruq, mendengar berita berkabung meninggalnya Abu
'Ubaidah. Maka terpejamlah kedua pelupuk matanya yang telah digenangi air. Dan air itu pun meleleh, hingga Amirul Mu'minin
membuka matanya dengan tawakal menyerahkan diri. Dimohonkannya
rahmat untuk sahabatnya itu, dan bangkitlah kanangan-kenangan lamanya bersama
almarhum ra. yang ditampungnya dengan hati sabar diliputi duka. Kemudian diulangi kembali ucapan tersebut sahabatnya
itu, katanya: "Seandainya aku
bercita-cita, maka tak adalah harapanku selain sebuah rumah yang penuh di diami
oleh tokoh-tokoh seperti Abu 'Ubaidah."
Orang kepercayan
dari ummat ini wafat diatas bumi yang telah disucikannya dari keberhalaan Persi
dan penindasan Romawi. Dan disana sekarang ini, yaitu dalam pangkuan tanah
Yordania, bermukim makam yang mulia, tempat bersemayam jiwa yang tenteram dan
ruh pilihan.
0 Response to "10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 5) "Abu Ubaidah bin Jarrah""
Post a Comment