10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 9) "Thalhah bin Ubaidillah"
9. Thalhah
bin Ubaidillah ra.
Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim
bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Ibunya bernama Ash-Sha'bah binti Al
Hadrami, saudara perempuan Al Ala'. Wanita ini telah menyatakan dirinya
sebagai seorang muslimah. Ia seorang pemuda Quraisy yang memilih profesi
sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi
berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang
lain yang lebih tua.
Pada suatu ketika Thalhah bin
Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah bin Ubaidillah
mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya. Tiba-tiba seorang
pendeta berteriak-teriak, "Wahai para pedagang, apakah di antara
tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?." "Ya, aku penduduk Makkah," sahut Thalhah. "Sudah
munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?" tanyanya. "Ahmad yang mana?" "Ahmad
bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup
para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang
banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan
air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda," kata
pendeta itu.
Ucapan pendeta itu begitu membekas di
hati Thalhah bin Ubaidillah, sampai tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar
ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Mekkah, ia langsung bertanya
kepada keluarganya, "Ada
peristiwa apa sepeninggalku?" "Ada Muhammad bin
Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah
mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya," jawab
mereka.
"Aku
kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia
pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang
menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy," gumam
Thalhah bin Ubaidillah lirih.
Setelah itu Thalhah bin Ubaidillah
langsung menemui Abu Bakar As Siddiq dan bertanya: "Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau
mengikutinya?" Abu Bakar menjawab: "Betul." Kemudian
Abu Bakar As-Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira'
sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq mengajak Thalhah bin
Ubaidillah untuk masuk Islam.
Usai Abu Bakar As-Siddiq bercerita
Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan pendeta
Bushra. Abu Bakar As-Siddiq tercengang. Lalu Abu Bakar As-Siddiq mengajak
Thalhah bin Ubaidillah untuk menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang
dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin
Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bagi keluarganya, masuk Islamnya
Thalhah bin Ubaidillah bagaikan petir di siang bolong. Keluarganya dan
orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya dari Islam. Mulanya dengan
bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah bin Ubaidillah sangat kokoh, mereka
akhirnya bertindak kasar.
Siksaan demi siksaan mulai mendera
tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan
terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memacu dan
memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci
maki Thalhah bin Ubaidillah, yaitu ibunya, Ash-Sha'bah. Tak hanya itu,
pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar
As-Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu dan
mendorong ke algojo sampai darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia
ini.
Peristiwa ini mengakibatkan Abu
Bakar As-Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah digelari Al-Qarinain atau sepasang
sahabat yang mulia. Tidak hanya sampai disini saja cobaan dan ujian yang
dihadapi Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan
makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam, hingga banyak gelar
dan sebutan yang didapatnya antara lain "Assyahidul Hayy", atau syahid yang hidup.
Julukan ini diperolehnya dalam
perang Uhud. Saat itu barisan kaum muslimin terpecah belah dan kocar-kacir
dari samping Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau hanya 11 orang
Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah dari Muhajirin. Rasulullah dan
orang-orang yang mengontrol beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum
musyrikin.
"Siapa
berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga," seru
Rasulullah. "Aku Wahai Rasulullah," kata Thalhah bin
Ubaidillah. "Tidak, jangan
engkau, kau harus berada di tempatmu." "Aku ya
Rasulullah," kata seorang prajurit Anshar. "Ya, majulah," kata
Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit
kafir. Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan.
Rasulullah kembali meminta para
sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan selalu saja Thalhah bin Ubaidillah
mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan
diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11 prajurit Anshar gugur menemui
syahid dan tinggal Thalhah bin Ubaidillah sendirian bersama Rasulullah.
Saat itu Rasulullah berkata kepada
Thalhah bin Ubaidillah, "Sekarang
engkau, wahai Thalhah." Dan majulah Thalhah bin
Ubaidillah dengan semangat jihad yang berkobar-kobar menerjang ke arah musuh
dan mengusir agar jangan mendekati Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan
Rasulullah sendiri ke bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit
orang kafir yang tewas.
Saat itu Abu Bakar As-Siddiq dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang
berada agak jauh dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. "Tinggalkan aku, bantulah Thalhah, kawan
kalian," seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari
Thalhah bin Ubaidillah, ketika ditemukan, ini dalam kondisi pingsan, sedangkan
badannya berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka bekas tebasan pedang,
tusukan tombak dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya
putus sebelah.
Dikiranya Thalhah sudah gugur,
ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid yang hidup diberikan
Rasulullah. " Siapa yang ingin melihat orang berjalan di
muka bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah," sabda Rasulullah.
Sejak saat itu bila orang
membicarakan perang Uhud dihadapan Abu Bakar As-Siddiq, maka beliau selalu
menyahut, " Perang hari itu adalah peperangan Thalhah seluruhnya
sampai akhir hayatnya . "
Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita
contoh dan kita teladani. Dalam hidupnya ia memiliki tujuan utama yaitu
bermurah dalam pengorbanan jiwa. Thalhah
bin Ubaidillah merupakan salah seorang dari sepuluh orang
yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu satu orang bernilai seribu
orang.
Sejak awal keislamannya sampai akhir
hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu
tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi
berkhianat. Thalhah bin Ubaidillah bagaikan sungai yang airnya mengalir
terus menerus mengairi dataran dan lembah. Ia adalah seorang dari kaum
muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya bernama Su'da
binti Auf.
Pada suatu hari istrinya melihat
Thalhah bin Ubaidillah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat
kondisi suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan
Thalhah mejawab, " Uang
yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa
yang harus kulakukan? " Maka istrinya berkata, "Uang
yang ada ditanganmu itu bagi-Bagikanlah kepada fakir-miskin." Maka
dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa meninggalkan
sepeserpun.
As-Saib bin Zaid berkata tentang
Thalhah bin Ubaidillah, katanya, " Aku berkawan dengan Thalhah
baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun
yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang,
sandang dan pangannya."
Jabir bin Abdullah berbicara, " Aku
tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa
diminta." Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Thalhah
si dermawan", " Thalhah si konduktor harta "," Thalhah
kebaikan dan kebajikan ".
Sewaktu terjadi pertempuran
"Al-jamal", Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali bin Abu Thalib dan
memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah
beracun mengenai betisnya, maka dia segera dipindahkan ke Basrah dan tak berapa
lama kemudian karena lukanya ia wafat. Thalhah bin Ubaidillah wafat pada usia 60 tahun dan
dimakamkan di suatu tempat dekat padang rumput di Basrah.
Sesungguhnya Thalhah bin Ubaidillah
berharap bisa gugur ketika berjuang bersama Rasulullah Saw. saat menghadapi
musuh Islam. Namun, ketentuan Ilahi menghendaki dia tewas di tangan orang Islam
sendiri. Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat, "Orang ini
termasuk yang gugur, dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan
diatas bumi maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah".
Hal itu juga dikatakan Allah dalam
firmanNya:
Artinya : "Di antara orang-orang mukmin itu ada
orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka
diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang
menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya. " (Al-Ahzaab: 23).
0 Response to "10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 9) "Thalhah bin Ubaidillah""
Post a Comment