Kejayaan Islam Indonesia: Peran Pemuda Dalam Kebangkitan Islam
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
Dari Abu Sa’id Al-Khudry ra., ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ Barang siapa diantara kalian
melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, apabila ia tidak mampu,
maka ubahlah dengan lisannya, bila ia tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan
itu adalah paling lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Sulthonul Auliya’ kita, Syaikh
Abdul Qodir Al Jailani berkata, “Jika engkau mampu mencegah diri dari
kejahatan, maka engkau mampu mencegah orang lain dari kejahatan. Sesuai dengan
kadar kekuatan imanmu engkau bisa menyingkirkan kemungkaran-kemungkaran, dan
sesuai kadar kelemahan imanmu engkau akan ongkang-ongkang kaki dirumah dan
berdiam diri dari penumpasan kemungkaran-kemungkaran” ( dikutip dari: New
Quantum Tarbiyah, Solikhin Abu ‘Izzuddin).
Menegakkan kebajikan dan membasmi
kemungkaran merupakan tugas yang mulia, beruntunglah bagi orang yang mampu
menegakkan amar makruf nahi munkar ini. Sebagaimana Allah telah berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyerukan kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali ‘Imran: 104).
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyerukan kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali ‘Imran: 104).
Suatu hal yang mulia tentu
tidaklah mudah untuk dicapai, perlu konsistensi diri dan pengorbanan yang
ekstra dalam upaya menegakkan kebajikan. Apalagi di era globalisasi ini. Suatu
era yang tidak mengenal adanya batas-batas wilayah, bahkan tidak mengenal
aturan lokal ataupun regional. Sehingga masuknya unsur-unsur ekonomi, sosial
dan kultur asing pun tidak terelakkan lagi.
Perlu filterisasi yang matang dan
penanganan yang cukup serius terhadap masuknya unsur budaya asing yang masuk
tanpa kata permisi ke negeri ini. Budaya asing yang masuk tanpa diserap dengan
baik, maka yang akan terjadi adalah suatu keadaan seperti saat ini. Kebobrokan
moral para pemuda yang merajalela. Tawuran antar pelajar, penggunaan narkotika
dan tindakan asusila dikalangan pemuda yang sudah menjadi suatu kebiasaa.
Di imbangi lagi dengan kehidupan
hidonis yang merasuk dalam kehidupan para pemuda, dimana setiap pemuda dalam
kehidupannya selalu berorientasi pada materi. Yang terserap dalam otak mereka
adalah bagaimana mendapatkan uang yang banyak dan mudah, tanpa memikirkan halal
atau haramkah uang yang mereka peroleh. Hal ini juga turut menambah kebobrokan
moral pemuda masa kini, karena kehidupan hidonis menimbulkan sikap apatis,
penuh ego dan renggangnya tali silaturahmi serta timbulnya perbuatan
menghalalkan segala hal yang sebenarnya diharamkan dalam syariat.
Demi uang tidak sedikit para
pemudi yang tidak segan untuk menjual diri, inilah salah satu bentuk dari menghalalkan
segala cara itu. Praktik asusila sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi dalam
kehidupan pemuda kita. Hal ini terbukti bahwa, berdasarkan data dari KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyatakan bahwa sebanyak 32% remaja usia
14-18 tahun dikota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung)
pernah berhubungan seks.
Hasil survey lain juga menyatakan, satu dari
empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan
62,7% remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan
21,2% diantaranya berbuat ekstrim yakni pernah melakukan aborsi.(dikutip dari
Pendidikan Karakter, Agus Wibowo).
Begitu ironisnya potret pemuda
negeri ini. Bahkan merekapun seakan tidak menyadari bahwa tindakan mereka
mencerminkan tindakan amoral. Inilah imbas dari suatu kebiasaan buruk, yang
dibiarkan lepas bebas tanpa ada penanganan. Menjadi suatu hal yang wajar-wajar
saja dilakukan. Ibarat perahu yang tengah dalam kondisi bocor, namun nahkodanya
terkesan tidak peduli dengan keadaan perahunya serta tidak menyegerakan diri
untuk memperbaiki. Awalnya memang tidak ada masalah sama sekali, karena walau
dalam kondisi bocor pun perahu masih tetap bisa dijalankan.
Namun andai hal ini tidak
mendapatkan perhatian khusus dari sang nahkoda dan tidak menyegerakan diri
untuk memperbaiki atau bahkan nahkoda terkesan tidak peduli dengan apa yang
terjadi pada perahunya. Sungguh tidak dapat dipungkiri bahwa perahu tersebut tidak
lama pasti akan tenggelam juga.
Perumpamaan tersebut setidaknya
dapat mewakili akan gambaran kehidupan pemuda sekarang ini, yang menunjukkan
akan adanya suatu degradasi moral berkelanjutan yang tidak mendapatkan
penanganan sama sekali. Andai hal ini tidak segera ditangani, maka yang akan
terjadi adalah kebobrokan moral yang akan mengancam pada kredibilitas pemuda
negeri ini, yang yang terkesan santun dan berkarakter, serta akan mengancam
pada kehancuran negeri ini yang secara perlahan tapi pasti.
Peran pemuda islam yang
berakhlakul karimah menjadi suatu yang urgen untuk memberikan solusi akan
keadaan yang terjadi pada pemuda negeri ini. Kita semua tahu dunia pendidikan
formal kita belum mampu memberikan solusi ataupun belum menerapkan sistem
pendidikan yang mengarahkan peserta didiknya pada perbaikan moral. Orientasi
pendidikan formal kita hanya mengacu pada perkembangna kognitif semata, serta
terkesan mengabaikan pendidikan afektif peserta didiknya.
Hal ini terbukti dari sistem
evalusi terhadap peserta didik. Didalam rapor prestasi peserta didik, untuk
penilaian aspek kognitif sistem penilaiannya begitu detail. Nilai matematika
8,50; nilai bahasa Indonesia 7,65; nilai ilmu pengetahuan alam 8,75. Sampai
berapa angka dibelakang komapun disebutkan, begitu teliti dan detail dunia
pendidikan formal kita dalam menilai perkembangan kognitif peserta didiknya.
Namun bagaimana dengan evaluasi
afektifnya? Evaluasi afektif begitu terabaikan. Mungkin sudah bisa kita
prediksi bersama bahwa rata-rata nilai afektif kita dan teman-teman kita semua
sama yaitu B. Kelakuan B, kerapian B. Hampir semua siswa mendapatkan nilai yang
sama dalam aspek afektif ini. Tidak ada diferensiasi antara peserta didik satu
dengan peserta didik lainnya. Inilah yang menunjukkan bahwa, perhatian dunia
pendidikan formal kita belum menuju pada perbaikan moral. Aspek-aspek afektif
diabaikan begitu saja tanpa terintegrasi dengan baik.
Pemuda-pemuda tarbiyah yang bukan
hanya mengerti akan isi kandungan Al-Qur’an dan Al-Hadist namun juga memiliki akhlak
seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, bukan hanya berkembang
aspek kognitif semata namun berkembang pula aspek afektif, menjadi suatu yang
urgen demi terbentuknya kehidupan bangsa yang lebih baik.
Oleh karena itu, peran serta
kader-kader dakwah dalam upaya meletakkan dasar-dasar keislaman tidak dielakkan
lagi peranannya. Hal ini dilakukan dalam upaya membentuk pemuda-pemuda
tarbiyah. Pemuda-pemuda berkarakter yang senantiasa menyampaikan perkara yang
haq dan memerangi kebathilan.
Yang senantiasa menyampaikan
risalah dakwa dalam hidupnya demi terciptanya kebajikan. Sekecil apapun suatu
kebenaran yang berkecambah pada jiwa kader-kader dakwa, segeralah mereka
mengekspornya ke alam sekeliling, agar bisa tumbuh besar dan berkecambah menjadi
suatu kebenaran yang kekal dan melekat.
Sampaikanlah walau satu ayat.
Disinilah urgensi besar pemuda muslim dalam upaya mengatasi degradasi moral
masa kini. Senantiasa beramar makruf nahi munkar. Memperbaiki diri sendiri
menjadi pemuda tarbiyah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist dan memperbaiki
lingkungan sekitar melalui risalah dakwah.
Namun perlu kita sadari bersama,
bukan perkara mudah dalam upaya menciptakan pemuda-pemuda tarbiyah ini. Perlu
adanya Jiddiyah (kesungguhan), Takliyah (pengorbanan) dan Istimroriyah (terus
menerus) dalam penyampaian risalah dakwah. Selalu berpegang pada prinsip bahwa
sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
Serta selalu menginstropeksi diri
bahwa kita dari Allah, bersama Allah, Kepada Allah dan untuk Allah. Minallah,
Billah, ilallah, dan lillah. Selalu ikhlas dalam menegakkan amar makruf nahi
mungkar di jalan Allah. Fisabilillah. Demi terciptanya pemuda-pemuda tarbiyah
yang mampu mengatasi degradasi moral negeri ini.
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakumullahu Khairan@....
0 Response to "Kejayaan Islam Indonesia: Peran Pemuda Dalam Kebangkitan Islam"
Post a Comment