Realitas Pemuda Indonesia: Miras & Narkoba Penghancur Generasi
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
MIRAS
DAN NARKOBA
1.
MASA REMAJA
Masa remaja merupakan masa dimana
seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan
mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh
dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan
sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang
timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode
dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak
terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan
ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian
remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18)
kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak
berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun
tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi
dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di
saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang
perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola
perkembangan yang pasti.
Dalam perkembangannya seringkali
mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak
tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang
banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali
perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang
dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai
dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu
dilihat berdasarkan perubahan pada dimensidimensi tersebut.
Dimensi Biologis Pada saat seorang
anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja
putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami
perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang
menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau
gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1)
Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak
perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan
progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH)
merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari
hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot,
dan fisik lainnya yang berhubungan
dengan
tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat
sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations).
Pada periode ini, idealnya para
remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah
yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian
rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir
secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa
lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana
untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu
mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara
berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang
dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif
operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan
sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih
sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi.
Hal ini bisa saja diakibatkan sistem
pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajarmengajar satu
arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak.
penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung
masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki
keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya.
Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak
supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan
mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakumullahu Khairan@....
0 Response to "Realitas Pemuda Indonesia: Miras & Narkoba Penghancur Generasi"
Post a Comment