10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 8) "Sa'ad bin Abi Waqqash"
8. Sa'ad bin
Abi Waqqash ra.
Malam telah larut, ketika seorang
pemuda bernama Sa'ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia
bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan,
kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran,
keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam kondisi yang demikian dahsyat
itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang
terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita
menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh
rumah penjuru bumi. Bersamaan dengan sinar yang cemerlang itu, Sa'ad bin
Abi Waqqash melihat tiga orang pria, yang setelah diamati tidak lain
adalah Ali bin Abi Thalib , Abu Bakar bin Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsah .
Sejak ia bermimpi yang demikian itu,
mata Sa'ad bin Abi Waqqash tidak mau terpejam lagi. Kini Sa'ad bin Abi Waqqash
duduk merenung untuk memikirkan arti mimpi yang baginya sangat
aneh. Sampai sinar matahari mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh
tersebut masih belum terjawab. Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah
gerangan yang hendak saya peroleh. Seperti biasa, di waktu pagi, Sa'ad dan
ibunya selalu makan bersama-sama.
Dalam menghadapi hidangan pagi ini,
Sa'ad lebih banyak berdiam diri. Sa'ad adalah seorang pemuda yang sangat
patuh dan taat kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak
diceritakan kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam
sayangnya Sa'ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa'ad hanya untuk
ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil sampai dewasa dengan penuh
kelembutan dan berbagai pengorbanan.
Pekerjaan Sa'ad adalah membuat
tombak dan lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah
yang senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha
ini. Ibu Sa'ad yang bernama Hamnah
binti Suyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan
bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah
juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang
jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah
berhala.
Pada suatu hari tabir mimpi Sa'ad
mulai terbuka, ketika Abu Bakar As-Siddiq mendatangi Sa'ad di tempat
pekerjaannya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw,
sebagai Rasul Allah. Ketika Sa'ad bertanya, "Siapakah orang-orang
yang telah beriman kepada Muhammad Saw," dijawab oleh Abu Bakar As
Siddiq, dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib ,
dan Zaid bin Haritsah. Muhammad
Saw, mengajak manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan
ini telah mengetuk pintu hati Sa'ad untuk menemui Rasulullah Saw, untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kalbu Sa'ad telah disinari cahaya
iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa'ad
termasuk dalam deretan pria pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi
Thalib, Abu Bakar As-Shiddiq dan Zaid bin Haritsah. Cahaya agama Allah
yang memancar ke dalam kalbu Sa'ad, sudah demikian kuat, meskipun ia mengalami
ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah ini.
Diantara ujian yang dirasa paling
berat adalah, karena ibunya yang paling dikasihi dan disayanginya itu tidak
rela ketika mengetahui Sa'ad memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, Sa'ad
telah melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai
pada suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah, secara tidak sengaja,
ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah ini melihatnya.
Dengan nada sedikit marah, Hamnah
bertanya: "Sa'ad, apakah yang sedang kau lakukan?" Rupanya
Sa'ad sedang berdialog dengan Tuhannya, ia tampak tenang dan khusyu'
sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia berbalik menghadap ibunya
seraya berkata lembut. "Ibuku
sayang, anakmu tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya". Mendengar jawaban
anaknya, sang ibu mulai naik darah dan berkata: "Rupanya engkau telah
meninggalkan agama nenek moyang kita, Tuhan Latta, Manna dan Uzza. Ibu
tidak rela wahai anakku. Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah ke agama
nenek moyang kita yang telah sekian lama kita anut ". "Wahai ibu, aku tidak dapat lagi
menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada yang setara dengan Dia,
dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat manusia, " jawab
Sa'ad.
Kemarahan ibunya semakin
menjadi-jadi, karena Sa'ad tetap bersikeras dengan keyakinannya yang baru
ini. Oleh karena itu, Hamnah berjanji tak akan makan dan minum sampai
Sa'ad kembali taat memeluk agamanya semula. Sehari telah berlalu, ibu ini
tetap tidak mau makan dan minum. Hati Sa'ad merintih melihat ibunya,
tetapi keyakinanya terlalu mahal untuk dikorbankan. Sa'ad datang membujuk
ibunya dengan mengajaknya makan dan minum bersama, tapi ibunya menolak dengan
harapan agar Sa'ad kembali kepada agama nenek moyangnya. Kini Sa'ad makan
sendirian tanpa ditemani ibunya. Hari keduapun telah berlalu, ibunya
tampak letih, wajahnya pucat-pasi dan matanya cekung, ia terlihat lemah
sekali. Tidak ada sedikitpun makanan dan minuman yang
dijamahnya. Sa'ad sebagai seorang anak yang mencintai ibunya bertambah
sedih dan terharu sekali melihat keadaan Hamnah yang demikian.
Malam berikutnya, Sa'ad kembali
membujuk ibunya, agar mau makan dan minum. Namun ibunya adalah seorang
wanita yang berpendirian keras, ia tetap menolak ajakan Sa'ad untuk makan,
bahkan ia kembali merayu Sa'ad agar menuruti perintahnya semula. Tetapi
Sa'ad tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya
kepada Allah dengan sesuatu, sekalipun dengan nyawa ibu yang
dicintainya. Imannya telah membara, cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya
telah sedemikian dalam.
Di depan matanya ia menyaksikan
keadaan ibunya yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya keluar kata-kata
pasti yang membingungkan lbunya, "Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda
sayang, seandainya ibunda memiliki seratus nyawa lalu ia keluar satu persatu,
tidaklah nanda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun
juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda, apakah ibunda akan makan atau
tidak ". Kata kepastian yang diucapkan anaknya dengan tegas membuat
ibu Sa'ad bin Abi Waqqash tertegun sesaat.
Akhirnya ia mulai mengerti dan
sadar, bahwa anaknya telah memegang teguh keyakinannya. Untuk menghormati
ibunya, Sa'ad kembali mengajaknya untuk makan dengannya, karena ibu ini telah
merasakan kelaparan yang amat sangat dan ia telah memaklumi pula bahwa anak
yang dicintainya tidak akan mundur setapakpun dari agama yang dianutnya, maka
ibu Sa'ad mundur dari pendiriannya dan memenuhi ajakan anaknya untuk makan
bersama. Alangkah gembiranya hati Sa'ad bin Abi Waqqash. Ujian
imannya ternyata dapat diatasinya dengan ketabahan dan memohon pertolongan
Allah Swt.
Keesokan paginya, Sa'ad pergi menuju
ke rumah Nabi Saw. Sewaktu ia berada di tengah majelis Nabi Saw, turunlah
firman Allah yang mendukung pendirian Sa'ad bin Abi Wadqash:
Artinya : "Dan Kami perintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua
tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya kepada-Ku-lah
tempat kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
turuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya didunia dengan baik dan
ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
tempat kembalimu. Maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
" . (QS Luqman: 14-15).
Demikianlah, keimanan Sa'ad bin Abi
Waqqash kepada Allah dan Rasul-Nya telah mendapat keridhaan Ilahi. Al-Qur'an
telah mengabadikan peristiwa itu menjadi pedoman buat kaum
Muslimin. Terkadang Sa'ad mencucurkan air matanya apabila ia sedang berada
di dekat Nabi Saw. Ia adalah seorang sahabat Rasul Allah Saw, yang
diterima amal ibadahnya dan diberi nikmat dengan doa Rasul Allah Saw, agar
doanya kepada Allah dikabulkan. Apabila Sa'ad bermohon diberi kemenangan
oleh Allah pastilah Allah akan mengabulkan doanya.
Pada suatu hari, ketika Rasulullah
saw, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit
seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasul kembali menatap kepada
sahabatnya dengan berkata: "Sekarang akan ada di hadapan kalian
seorang laki-laki dari penduduk surga" . Mendengar ucapan
Rasulullah saw, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah,
untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga.
Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu itu, dialah Sa'ad bin Abi Waqqash. Disamping
terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa'ad bin Abi Waqash juga
terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah.
Ada dua hal penting yang dikenal
orang tentang kesatriaannya. Pertama, Sa'ad adalah orang yang pertama
melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang pertama
terkena panah. Dan yang kedua, Sa'ad adalah satu-satunya orang yang
dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua Nabi Saw. Bersabda
Nabi Saw, dalam perang Uhud: "Panahlah hai Sa'ad! Ayah-Ibuku
menjadi jaminan bagimu ". Sa'ad bin Abi Waqqash, hampir selalu
menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran.
Keberanian
Saad bin Abu Waqqash ra. diungkapkan oleh Az-Zuhri bahwa : Pada suatu hari
Rasulullah SAW telah mengutus Sa'ad bin Abu Waqqash ra. untuk memimpin
suatu pasukan ke suatu tempat di negeri Hijaz yang dikenal dengan nama
Rabigh. Mereka telah diserang dari belakang oleh kaum musyrik, maka Sa'ad
bin Abu Waqqash ra. mengeluarkan panah-panahnya serta memanah mereka dengan
panah-panah itu. Dengan itu, maka Sa'ad bin Abu Waqqash menjadi orang pertama
yang memanah di dalam Islam, dan peristiwa itu pula menjadi perang yang pertama
terjadi di dalam Islam.
Abdullah bin
Mas'ud ra. dia berkata: "Pada hari pertempuran di Badar, Sa'ad bin
Abu Waqqash ra. telah menyerang musuh dengan berkuda dan dengan berjalan
kaki".
Pada hari
pertempuran di Uhud Sa'ad bin Abu Waqqash ra. telah membunuh tiga
orang
musyrik dengan sebatang anak panah. Dipanahnya seorang, lalu diambilnya
lagi panah itu, kemudian dipanahnya orang yang kedua dan berikutnya orang yang
ketiga dengan panah yang sama. Banyak para sahabat merasa heran tentang
keberanian Sa'ad itu. Maka Sa'ad berkata: "Nabi SAW yang telah
memberikanku keberanian itu, sehingga aku menjadi begitu berani sekali".
Doa Sa'ad bin Abi Waqqash senantiasa
dikabulkan oleh Allah Swt, karena beliau telah dido’akan oleh Rasulullah
saw, "Ya Allah, kabulkanlah Sa'ad jika dia berdoa." maka
sejak saat itu setiap doanya senantiasa dikabulkan oleh Allah.
Jabir bin Samurah, berkata, "Sa’ad
ra. pernah mengutus beberapa orang untuk bertanya tentang dirinya di Kufah,
ternyata ketika mereka mendatangi masjid-masjid di Kuffah, mereka mendapat
informasi yang baik, sampai ketika mereka datang ke masjid Bani Isa, seorang
pria bernama Abu Sa'dah berkata, "Demi Allah, dia tidak adil dalam
menetapkan hukum, tidak membagi secara adil dan tidak berjalan (untuk melakukan
pemeriksaan) di waktu malam". Setelah itu Sa'ad bin Abi Waqqash
berkata, "Ya Allah, jika dia bohong maka butakanlah matanya,
panjangkanlah usianya dan timpahkanlah fitnah kepadanya."
Abdul Malik berkata, "Pada
saat itu aku melihat Abu Sa'dah menderita penyakit tuli dan jika ditanya
bagaimana keadaanmu, dia menjawab, 'Orang tua yang terkena fitnah, aku terkutuk
oleh doa Sa'ad."
Diriwayatkan dari Ibnu Al Musayyib,
bahwa suatu ketika seorang pria mencela Ali bin Abu Thalib , Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Mendengar
itu, Sa'ad menegurnya, "Janganlah kamu mencela sahabat-sahabatku."
Tetapi pria itu tidak mau menerima. Setelah itu Sa'ad berdiri, lalu
mengerjakan shalat dua rakaat dan berdoa. Tiba-tiba seekor unta
bukhti (peranakan unta Arab dan Dakhil) muncul menyeruduk pria tersebut
hingga jatuh tersungkur di atas tanah, lantas meletakkannya di antara dada dan
lantai sampai akhirnya ia terbunuh. Aku melihat orang-orang mengikuti
Sa'ad dan berkata, "Selamat kamu wahai Abu Ishaq, doamu
terkabulkan."
Sejarah mencatat, hari-hari terakhir
Panglima Sa'ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia delapan puluh
tahun. Dalam kondisi sakit Sa'ad bin Abi Waqqash berpesan kepada para
sahabatnya, agar ia dikafani dengan Jubah yang digunakannya dalam perang Badar,
sebagai perang kemenangan pertama untuk kaum muslimin. Pahlawan perkasa
ini telah menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H dengan meninggalkan
kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi
makamnya para Syuhada.
0 Response to "10 Sahabat Dijamin Masuk Syurga (bag 8) "Sa'ad bin Abi Waqqash""
Post a Comment