Keutamaan Ilmu Agama
Jika kita mengetahui keutamaan ilmu
ini, pasti akan semakin semangat untuk belajar Islam. Jika keutamaannya semakin
membuat seseorang dekat dengan Allah, diridhoi malaikat dan membuat penduduk
langit, juga bumi tunduk, maka itu sudah jadi keutamaan yang luar biasa.
Berikut kami tunjukkan beberapa di
antara keutamaan ilmu agama:
1- Yang paling
takut pada Allah hanyalah orang yang berilmu
Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,
إِنَّمَا
يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).
Para ulama berkata,
من كان بالله
اعرف كان لله اخوف
“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang
paling takut pada Allah.”
2- Keutamaan
menuntut ilmu sudah tercakup dalam hadits berikut.
عَنْ كَثِيرِ
بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِى الدَّرْدَاءِ فِى مَسْجِدِ دِمَشْقَ
فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّى جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ
الرَّسُولِ -صلى الله عليه وسلم- لِحَدِيثٍ بَلَغَنِى أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ. قَالَ فَإِنِّى
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا
يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ
وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ
الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ
وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ
كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا
دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ
وَافِرٍ »
Dari Katsir bin Qois, ia berkata, aku pernah duduk
bersama Abu Darda’ di Masjid Damasqus, lalu datang seorang pria yang lantas
berkata, “Wahai Abu Ad Darda’, aku sungguh mendatangi dari kota Rasul
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Madinah Nabawiyah) karena ada suatu hadits
yang telah sampai padaku di mana engkau yang meriwayatkannya dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku datang untuk maksud mendapatkan hadits tersebut. Abu
Darda’ lantas berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari
ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya
malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu.
Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan
bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang
berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar
dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi.
Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa
yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang
besar.” (HR. Abu Daud no. 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Dan sungguh sangat indah apa yang
dikatakan oleh Ibnul Qayyim,
ولو لم يكن
في العلم الا القرب من رب العالمين والالتحاق بعالم الملائكة وصحبة الملأ الاعلى
لكفى به فضلا وشرفا فكيف وعز الدنيا والآخرة منوط به ومشروط بحصوله
“Seandainya keutamaan ilmu hanyalah kedekatan pada
Rabbul ‘alamin (Rabb semesta alam), dikaitkan dengan para malaikat, berteman
dengan penduduk langit, maka itu sudah mencukupi untuk menerangkan akan
keutamaan ilmu. Apalagi kemuliaan dunia dan akhirat senantiasa meliputi orang
yang berilmu dan dengan ilmulah syarat untuk mencapainya” (Miftah Daaris
Sa’adah, 1: 104).
3- Orang yang
dipahamkan agama, itulah yang dikehendaki kebaikan.
Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ
اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan
seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR.
Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037). Yang dimaksud fakih dalam hadits bukanlah
hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan fakih jika
seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at
Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Kitabul
‘Ilmi, hal. 21.
4- Akan hidup
terus setelah matinya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ
الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya
amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil
manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
5- Ilmu
menghidupkan hati sebagaimana hujan menyuburkan tanah.
Dari Abu Musa, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ مَا
بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ
أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ
الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ
الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ،
وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ
مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ
وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ
يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ
بِهِ
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku
dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka
ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang
ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya),
maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang,
sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat
memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah
pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak
bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang
memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk
membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain.
Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak
mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Bukhari membawakan hadits ini dalam
kitab shahihnya pada Bab “Orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu”. An Nawawi
membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim pada Bab “Permisalan petunjuk dan
ilmu yang Allah mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengannya”.
Imam Nawawi –rahimahullah-
mengatakan,
“Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya
terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan al
ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa
tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.
Jenis pertama adalah tanah yang
bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya
mati, lalu dia pun menumbuhkan tanaman. Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya,
begitu pula hewan ternak, dan tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.
Begitu pula manusia jenis pertama.
Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun menjaganya (menghafalkannya),
kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang
dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan
juga bermanfaat bagi yang lainnya.
Jenis kedua adalah tanah yang tidak
mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain.
Tanah ini menahan air sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan
hewan ternak dapat mengambil manfaat darinya.
Begitu pula manusia jenis kedua. Dia
memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang
cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang
dalam berijtihad dalam ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki
banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap
ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi
dirinya; dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu
dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat
darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.
Jenis ketiga adalah tanah tandus
yang tanaman tidak dapat tumbuh di atasnya. Tanah jenis ini tidak dapat
menyerap air dan tidak pula menampungnya untuk dimanfaatkan orang lain. Begitu pula manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki banyak
hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu
tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu tersebut
agar bermanfaat bagi orang lain.” (Syarh Muslim, 15: 47-48). Semoga Allah beri hidayah untuk terus menempuh jalan
meraih ilmu bermanfaat.
Semoga Bermamfaat, Shukran
Jazakallah Khairan@
0 Response to "Keutamaan Ilmu Agama"
Post a Comment