Realitas Pemuda Saat Ini: Bobroknya Moral Remaja Masa Kini
MASA remaja adalah
masa transisi sekaligus masa kegemilangan. Dikatakan masa transisi karena masa
ini adalah masa perpindahan dari usia kanak-kanak menuju usia remaja, usia yang
menuntut kedewasaan. Di samping itu, pada masa remaja manusia bisa melakukan banyak
hal yang produktif dalam hidupnya. Kekuatan fisik yang mendukung, juga semangat
muda yang menggelora, menjadikan remaja sebagai tonggak peradaban manusia.
Melihat dan
mencermati moral remaja kita masa kini sungguh sangat memprihatinkan sekaligus
sangat disayangkan. Betapa tidak, remaja kita sekarang sudah banyak yang
terlibat dalam tindak kriminal, mulai dari ngelem, pencurian,
mabuk-mabukan, penyalahgunaan narkotika, pergaulan bebas (yang mengarah kepada
seks bebas), keluyuran tak tentu arah dan tujuan yang jelas (seperti anak-anak punk),
dan lain sebagainya bahkan sampai ada remaja di Singkawang yang berani membunuh
seperti yang diberitakan koran ini, Senin 1/5/2015. Na’udzubillahi min
dzalik.
Beradab atau tidaknya
suatu bangsa, dapat dilihat dari perilaku remajanya, terutama aspek moral alias
akhlak atau budi pekerti. Moral adalah cerminan hidup bagi penegak bangsa dan
remaja adalah harapan bangsa. Di pundaknyalah masa depan bangsa dipertaruhkan.
Jika remajanya hancur, maka hancurlah bangsa.
Di zaman yang serba
modern ini, remaja semakin lupa dengan apa yang seharusnya mereka kerjakan
sebagai generasi penerus yaitu kewajiban belajar, patuh pada orangtua dan juga
agama. Para remaja sekarang lebih mementingkan hura-hura (hedonis) dan
memperturutkan hawa nafsu daripada menjalankan kewajiban. Hal inilah yang
dikhawatirkan, moral bangsa akan terabaikan dan tidak sedikit orangtua yang
lebih cenderung memenuhi kebutuhan fisik buah hatinya daripada kebutuhan ruhani
mereka.
Para orangtua sering
sibuk dengan profesi mereka masing-masing. Sementara anak dipercayakan pada
orang yang kurang berwenang terhadap dirinya. Itulah yang menyebabkan anak
hidup dengan jalan mereka sendiri, tanpa bimbingan dari orangtua. Mereka tidak
menyadari yang mereka lakukan adalah awal dari hancurnya moral mereka,
sedangkan orangtua mereka tidak mengetahui sama sekali. Jika kebanyakan
orangtua seperti ini, maka nasib bangsa ini menjadi taruhannya. Dengan demikian
peran serta orangtua dan lingkungan sangat penting dalam pengawasan pertumbuhan
moral anak sebagai generasi penerus.
Faktor Merosotnya
Moral Remaja
Ada beberapa faktor
utama penyebab menurunnya akhlak remaja. Shirhi Athmainnah (2012) dalam
artikelnya yang berjudul “Organisasi: Upaya Meredam Degradasi Moral Remaja”,
menjelaskan faktor-faktor itu, yaitu:
Pertama, budaya baca
sangat rendah. Remaja Indonesia lebih senang dan
terlihat bergengsi ketika menggenggam HP/Smartphone/Tablet Pc dan sejenisnya
daripada memegang buku atau sumber pengetahuan/bacaan lain.
Kedua, forum diskusi
yang kian dihindari. Remaja Indonesia lebih senang
bergosip mengenai selebritis daripada berdiskusi tentang perjuangan para
pahlawan, sirah nabawiyah, ilmuwan dan sebagainya.
Ketiga, peran
keluarga yang kurang dominan. Keluarga tidak bisa
lepas dari tanggung jawab terhadap akhlak remajanya. Sehebat apapun remaja,
pastilah ia berasal dari keluarga. Pola didik dan pola asuh dari orangtua
pastilah sangat berefek pada mereka.
Keempat, jauhnya
remaja dari agama. Agama bukan lagi jadi pegangan, tapi
hanya mata pelajaran satu minggu sekali saja. Tidak akan merugi sama sekali
jika meninggalkan shalat. Namun akan rugi jika satu hari tidak memegang HP.
Kelima, mengidolakan
orang yang salah dan bermasalah. Sebut saja
selebritis, yang jelas-jelas punya kepribadian buruk, tetap saja disanjung dan
dipuja tiada henti. Rasulullah Saw. seakan tergeser ribuan kilometer. Teladan
yang harusnya dicontoh oleh remaja muslim, seakan tergeletak pada kisah-kisah
nabi dalam buku-buku Islam semata.
Tak dapat dipungkiri
memang, perkembangan media massa dan teknologi begitu cepat sehingga
sekat-sekat batas negara menjadi hampir tidak ada, karena kemajuan teknologi.
Hanya dengan mengakses internet ataupun menonton media televisi, setiap orang
dengan mudah mendapatkan informasi dari belahan dunia hanya dengan hitungan
detik. Namun, kemajuan teknologi tersebut ibarat ‘pisau bermata dua’,
bisa menguntungkan, bisa merugikan. Misalnya, sebagai dampak pengadopsian
budaya luar yang berlebihan dan tak terkendali oleh sebagian remaja. Persepsi
budaya luar ditelan mentah-mentah tanpa mengenal lebih jauh nilai-nilai budaya
luar itu secara arif dan bertanggung jawab.
Seorang
kolega/sahabat bercerita kepada penulis tentang bobroknya moral remaja kita
masa kini, mereka lebih peduli dengan bunyi HP daripada suara azan yang
berkumandang di masjid. Bunyi HP sekali, ia langsung dengar dan beranjak dari
tempat duduknya untuk sesegera mungkin menghampiri HP itu. Namun suara seorang
muazzin yang memanggil berkali-kali (5 waktu sehari-semalam) seakan tak
didengarnya dan ia dengan santainya tetap sibuk dengan urusannya sendiri atau
bahkan masih terlelap dalam tidurnya. Astaghfirullah!
Cerita di atas
membuktikan, teknologi sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja sekarang.
Walaupun peran orangtua sangat berpengaruh terhadap perilaku mereka, namun jika
orangtua kurang memperhatikan tingkah polah anaknya, maka jangan salahkan
keadaan jika anaknya kelak melakukan hal yang menyimpang. Lebih-lebih remaja
yang lemah iman dan spiritualnya, yang berada dalam posisi kehidupan yang keras
dalam masyarakatnya.
Upaya Pencegahan
Menurut hemat
penulis, ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah bobroknya moral remaja dan
hal ini penting diperhatikan, misalnya: (1) Kesadaran diri sendiri.
Jika remaja diarahkan untuk memahami, sesungguhnya untuk apa dirinya diciptakan
dan siapa sejatinya dirinya yang hina itu, maka diharapkan dia akan
memanfaatkan waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang positif, sehingga ia tidak
menyia-nyiakan waktunya dengan melakukan hal-hal yang dilarang agama. Kesadaran
diri ini tentu saja harus didorong oleh diri sendiri secara internal dan
didorong oleh orang lain secara eksternal, terutama orangtua/keluarga.
(2) Kekuatan iman.
Orang yang bisa mencegah hawa nafsunya untuk melakukan maksiat, niscaya
ia akan terhindar dari perbuatan amoral. Dalam konteks zaman yang semakin maju
ini, keimanan menjadi barang berharga yang mahal harganya dan karenanya harus
ditingkatkan. (3) Merasakan kehadiran Allah SWT. Mereka yang
bertanggungjawab atas perbuatannya tentu akan merasakan kehadiran Allah SWT. di
mana saja mereka berada. Setiap tindakan apapun yang dilakukan pasti akan
merasa diawasi oleh Allah SWT. karena Dia Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Perasaan merasa
diawasi atau dipantau oleh Allah SWT. inilah yang dalam istilah Nabi Muhammad
Saw. disebut dengan ihsan, suatu keyakinan bahwa Allah SWT. senantiasa
melihat gerak-gerik kita, sekecil apapun itu. Dengan perasaan ini, semestinya
kita pada umumnya, harus merasa malu jika kita kedapatan sedang berada di
tengah-tengah orang yang sedang berpesta kemaksiatan. Sebaliknya, seharusnya
kita malu juga jika Allah SWT. memantau sekelompok orang yang sedang melakukan
kebaikan, sementara kita tidak berada di dalamnya. Wallahu a’lam. **