Makalah Guru Berprestasi Menjadi Guru Adalah Sebuah Pengabdian & Kebanggaan
Makalah yang akan
saya sajikan di sini berjudul Menjadi Guru Adalah Sebuah Pengabdian, Menjadi Guru
Berprestasi Adalah Kebanggaan. Makalah ini
berbentuk essay gagasan saya bagaimana cara atau hal-hal yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan tugas dan profesi sebagai guru sehingga pada
akhirnya pengabdian kita akan membawa kepada sebuah prestasi yang patut
dibanggakan. Tentu saja ini adalah contoh semata, bapak dan ibu guru harus
menyesuaikan dengan tema yang diminta panitia seleksi. Persiapkan juga bahan
presentasinya dengan baik.
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Saat ini profesi guru
tengah banyak disorot oleh masyarakat kita dibanding profesi lainnya. Di
masyarakat luas, guru telah dianggap sebagai ujung tombak proses pendidikan.
Oleh karena itu, baik atau buruk kualitas pendidikan di negeri ini selalu
disangkutpautkan terutama dengan guru. Secara
formal guru adalah seseorang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah
atau lembaga swasta. Mereka diangkat dengan sebuah surat keputusan yang
memberikan tugas dan fungsi yang melekat padanya di suatu lembaga atau jenjang
pendidikan tertentu.
Perjalanan sejarah
karier guru yang ada di sekitar kita tampaknya mempunyai jalur yang bervariasi.
Tidak sedikit guru yang kariernya dengan mudah melesat naik. Banyak guru kita
saksikan sukses hingga menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, kepala dinas,
bupati, walikota, gubernur, atau bahkan mungkin menduduki jabatan-jabatan lain
yang lebih tinggi. Ada banyak guru yang sejak mulai menjadi guru telah
menunjukkan optimisme yang tinggi dalam berkarya. Guru-guru ini berkembang
menjadi guru inti, instruktur, hingga akhirnya dikirim belajar ke jenjang yang
lebih tinggi bahkan tidak sedikit yang dikirim ke luar negeri.
Sayangnya, banyak
pula kenyataan di lapangan kita temui, guru-guru masih mengalami berbagai
kendala dalam mengembangkan diri dan kariernya. Kondisi mereka cukup
memprihatinkan. Mereka mengajar sambil terpaksa melakukan pekerjaan lainnya
untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Mereka bahkan hampir tidak mampu membiayai
pendidikan anak-anak mereka sendiri.
Tentu saja besaran
gaji bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja profesional
guru. Ada banyak faktor lain seperti rasa pengabdian, kecintaan terhadap
profesi, kebiasaan melakukan refleksi diri, hingga semangat untuk terus belajar
sepanjang hayat juga mempengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi kesejahteraan
tetap signifikan berdampak pada kualitas kinerja guru. Karena itu, sudah
sepantasnyalah guru-guru profesional yang kompeten dan berprestasi di bidangnya
layak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, dapat dibuat sejumlah rumusan masalah, yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana
pengabdian seorang guru dapat membawanya menjadi guru profesional / guru yang
kompeten?
2. Apa saja yang
selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan pengabdiannya
sehingga ia dapat menjadi seorang guru profesional?
3. Bagaimana hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang berprestasi?
3. Bagaimana hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang berprestasi?
C. TUJUAN PENULISAN
Secara umum makalah
ini bertujuan menjelaskan bahwa profesi guru adalah sebuah pengabdian, yang
pada gilirannya pengabdian tersebut akan mengantarkan guru menjadi guru yang
benar-benar profesional dan berprestasi.
Secara khusus makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hal-hal berikut:
1. Pengabdian yang dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya dengan pengembangan profesinya.
Secara khusus makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hal-hal berikut:
1. Pengabdian yang dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya dengan pengembangan profesinya.
2. Hal-hal yang
selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan pengabdiannya
sehingga dapat menjadi seorang guru profesional.
3. Hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang berprestasi.
3. Hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang berprestasi.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari
penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Menggugah guru yang membacanya untuk mengabdikan diri secara tulus pada profesinya.
2. Menjadi salah satu sarana untuk mengajak guru agar meningkatkan kompetensinya sehingga dapat menjadi guru yang profesional dan berprestasi.
1. Menggugah guru yang membacanya untuk mengabdikan diri secara tulus pada profesinya.
2. Menjadi salah satu sarana untuk mengajak guru agar meningkatkan kompetensinya sehingga dapat menjadi guru yang profesional dan berprestasi.
3. Menjadi sebuah
wadah bagi penulis untuk menuangkan ide-ide yang dimilikinya sebagai salah satu
bentuk aktualisasi diri, perwujudan sebuah pengabdian dan kecintaan terhadap
profesi guru untuk dibagikan kepada pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MENJADI GURU
ADALAH SEBUAH PENGABDIAN
Banyak definisi yang
telah dirumuskan oleh para ahli mengenai apa itu ‘guru’. Salah satunya seperti
pendapat Suparlan, 2005: 12 yang menyebutkan bahwa guru adalah orang yang
tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua
aspeknya, baik spiritual, emosional, fisikal, intelektual, maupun aspek-aspek
lainnya. Jika kita menilik definisi di atas secara seksama maka kita akan
menyadari betapa mulianya tugas seorang guru. Ia adalah sosok yang mempunyai
tugas yang sangat penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini bukan
tugas yang ringan, karena ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ di sini meliputi
semua aspek kehidupan di antaranya aspek spiritual, aspek emosional, aspek
fisikal, aspek intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Tugas penting dan
tidak ringan tersebut umumnya kita dapati di lapangan, telah dilakukan guru
dengan penuh perasaan cinta, tanggung jawab, dan keikhlasan. Mereka melakukan
pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Guru melakukannya tanpa paksaan dan tanpa tekanan rasa ketakutan. Apabila ada
seorang guru yang melakukan tugasnya bukan karena rasa pengabdian tetapi karena
keterpaksaan atau karena tekanan rasa ketakutan, maka guru itu sesungguhnya
bukanlah seorang ‘guru’. Ia tidak akan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan
mulia pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengabdian seorang
guru seringkali bukanlah hal yang mudah dilakukan. Pengabdian seorang guru
bahkan kadang-kadang harus diikuti dengan pengorbanan besar. Banyak guru yang
mengabdi di tempat-tempat yang terpencil: jauh di puncak-puncak pegunungan, di
pulau-pulau kecil di tengah lautan, hingga di antara masyarakat yang masih
terasing dari peradaban modern. Banyak guru yang mengabdi di daerah-daerah
rawan konflik yang tentu saja dapat membahayakan keselamatan jiwanya dan
keluarganya. Acapkali pula demi pengabdiannya, banyak guru terpisah jauh dari
keluarga karena harus tinggal di daerah-daerah yang sarana tranpsortasi dan
komunikasinya masih sangat sulit dan minim. Banyak guru yang mengabdi tanpa
terlalu memperhitungkan besaran gaji yang akan mereka terima. Kita tahu, masih
banyak guru-guru non-PNS yang gajinya bahkan sangat jauh di bawah UMR (Upah
Minimum Regional) buruh.
Lalu, jika pilihan
hidup untuk mengabdi sebagai seorang guru bukanlah jalan yang mudah dan mulus
untuk dilalui, mengapa hingga sekarang masih banyak orang-orang yang
melakukannya? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali memahami makna
sebuah pengabdian. Pilihan hidup menjadi seorang guru apabila dilakukan dengan
tulus ikhlas dan rasa cinta, maka akan membawa seseorang kepada kebahagiaan
yang tentu tidak dapat dinilai dengan materi. Inilah modal terbesar yang akan
membawa seseorang pada kesuksesan dalam menjalani profesi sebagai seorang guru:
pengabdian. Apabila seorang “guru” tidak memiliki rasa pengabdian yang tulus di
dalam dirinya, maka “guru” itu tidak akan dapat bertahan pada pekerjaannya, dan
ia bukanlah seorang guru yang sebenarnya.
B. GURU YANG KOMPETEN
DAN BERPRESTASI
Sebagaimana telah
dipaparkan sebelumnya dalam tulisan ini, bahwa guru yang memiliki rasa
pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka ia telah memiliki modal terbesar
untuk menjadi guru yang kompeten dan berprestasi. Pertanyaan berikutnya adalah:
Hal-hal apa sajakah yang harus dilakukan oleh seorang guru yang telah mempunyai
rasa pengabdian yang tulus ini agar ia dapat menjadi seorang guru yang kompeten
dan berprestasi?
Modal dasar berupa
rasa pengabdian yang tulus apabila ditambah dengan kompetensi yang wajib
dimiliki seorang guru agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya akan
membentuk guru yang kompeten. Guru yang kompeten adalah guru yang memiliki
kompetensi-mutlak untuk menjadi seorang guru. Kompetensi-kompetensi guru ini
diperoleh melalui proses belajar sepanjang hayat. Agar proses belajar sepanjang
hayat yang dilakukan guru dapat efektif, maka ia juga harus membiasakan diri
berpikir reflektif. Kebiasaan berpikir reflektif memungkinkan guru mengetahui
potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan diri, selain juga mengetahui
kompetensi yang telah dan belum dimilikinya saat ini. Di samping itu, sifat
kreatif dan inovatif juga sangat penting dimiliki oleh seorang guru. Melalui
sifat ini guru akan menjadi role model (teladan) yang pantas untuk dicontoh
peserta didik bahkan orang-orang lain di sekitarnya.
1. Guru yang Kompeten
Pada beberapa tahun
belakangan, kita mengenal guru yang kompeten ini sebagai Guru Profesional.
Menurut Suyatno (2008: 15 – 17), guru dengan predikat profesional ini memiliki
4 bidang kompetensi, yaitu: (a) Kompetensi Pedagogik; (b) Kompetensi
Kepribadian; (c) Kompetensi Sosial; dan (d) Kompetensi Profesional. Keempat
bidang kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru ini akan di bahas satu
persatu.
a. Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki seorang guru meliputi kompetensi:
1) Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
1) Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
2) Perancangan
pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan;
menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan
materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang
dipilih.
3) Pelaksanaan
pembelajaran, dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran;
dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4) Perancangan dan
pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan
melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan
hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan (mastery learning); dan
memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program
pembelajaran secara umum.
5) Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliknya, dengan
indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai
potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai
potensi nonakademik.
b. Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
1) Kepribadian yang
mantap dan stabil memiliki indikator esensial: (a) bertindak sesuai dengan
norma hukum; (b) bertindak sesuai dengan norma sosial; (c) bangga sebagai guru;
(d) memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma.
2) Kepribadian yang
dewasa memiliki indikator esensial: (a) memiliki kemandirian dalam bertindak;
dan (b) memiliki etos kerja sebagai guru.
3) Kepribadian yang
arif memiliki indikator esensial: (a) menampilkan tindakan yang didasarkan pada
kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat; (b) menunjukkan keterbukaan
dalam berpikir dan bertindak.
4) Kepribadian yang
berwibawa memiliki indikator esensial: (a) memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadap peserta didik; dan (b) memiliki perilaku yang disegani.
5) Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: (a) bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong); dan
5) Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: (a) bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong); dan
(b) memiliki perilaku yang diteladani
peserta didik.
c. Kompetensi Sosial
c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial
adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, serta masyarakat
sekitar.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi
profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuannya.
1) Menguasai
substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang dipegangnya memiliki
indikator esensial: (a) memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
(b) memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren
dengan materi ajar; (c) memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
dan (d) menerapkan konsep-konsep keilmuan ke dalam kehidupan sehari-hari.
2) Menguasai struktur
dan metode keilmuan memiliki indikator esensial: (a) menguasai langkah-langkah
penelitian; dan (b) menguasai kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan atau
materi bidang studinya.
Tentu saja tidak ada
ruginya menjadi guru yang profesional atau kompeten di bidangnya. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 40 ayat 1
menyatakan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan, di antaranya: (a)
penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; (b)
penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja; (c) perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; hingga (d) kesempatan
untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.
2. Kebiasaan Berpikir Reflektif
Menurut Arqom (2012),
berpikir reflektif adalah berpikir untuk mengingat kembali terhadap apa yang
sudah dilakukan dalam rangka melakukan instropeksi, refleksi dan spirit koreksi
atas berbagai kualitas dan cara kerja yang sudah kita lakukan dalam kehidupan
ini.
Berpikir reflektif harus dijadikan kebiasaan karena sangat besar manfaatnya. Adapun manfaat berpikir reflektif yang berhubungan dengan pengembangan diri seorang guru misalnya:
Berpikir reflektif harus dijadikan kebiasaan karena sangat besar manfaatnya. Adapun manfaat berpikir reflektif yang berhubungan dengan pengembangan diri seorang guru misalnya:
a. Berpikir reflektif
memungkinkan guru untuk mengintrospeksi apa yang sudah dan belum dicapai.
Dengan berpikir reflektif, seorang guru dapat mengetahui di posisi mana
sekarang ia berada. Posisi yang dimaksud di sini adalah tingkat kompetensi yang
dimilikinya bila dibandingkan secara normatif dengan guru lainnya, atau secara
standar bila dibandingkan dengan standar kompetensi minimal yang harus dimiliki
seorang guru profesional. Adalah hal yang unik bahwa kadang-kadang
seseorang baru menyadari bahwa langkah-langkah hidupnya tidak produktif, begitu
ia menyempatkan diri berpikir reflektif dan mengevaluasi dirinya di suatu waktu
misalnya di akhir pekan.
b. Berpikir reflektif
dapat menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki diri menuju ke arah yang lebih
baik. Tidak setiap orang merasa perlu memperbaiki diri. Karena itu, melalui
proses berpikir reflektif dengan penyediaan waktu untuk merenung dan melihat ke
belakang, lalu melihat hal-hal yang belum dikerjakan secara optimal di masa
lalu maka muncullah motivasi untuk memperbaiki diri.
c. Melalui proses berpikir reflektif seorang guru akan mengetahui potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Setiap orang memiliki potensinya masing-masing. Potensi ini bersifat unik dengan kadar yang berbeda-beda. Bila seorang guru mengetahui potensi dan sumber daya apa yang dimilikinya, maka ia akan dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk pengembangan kompetensinya. Mereka akan berkembang menjadi guru-guru yang profesional, kreatif dan inovatif dengan berbagai kelebihannya masing-masing.
c. Melalui proses berpikir reflektif seorang guru akan mengetahui potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Setiap orang memiliki potensinya masing-masing. Potensi ini bersifat unik dengan kadar yang berbeda-beda. Bila seorang guru mengetahui potensi dan sumber daya apa yang dimilikinya, maka ia akan dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk pengembangan kompetensinya. Mereka akan berkembang menjadi guru-guru yang profesional, kreatif dan inovatif dengan berbagai kelebihannya masing-masing.
3. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Aziz (2012: 160)
menyebutkan bahwa orang-orang terpelajar adalah mereka yang telah melalui
proses belajar dan terus belajar. Mereka tidak mau berhenti belajar kecuali
nyawa telah hilang dari tubuh kasar mereka. Mereka pun tidak hanya belajar,
tetapi juga mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
Belajar sepanjang
hayat dapat memberikan kesempatan belajar secara wajar dan luas kepada seorang
guru sesuai dengan perbedaan minat, usia, dan kebutuhan belajar masing-masing
(Hufad, 2010). Belajar sepanjang hayat tidak dibatasi oleh waktu, tempat,
sarana, media, dan sumber belajar. Guru dapat belajar setiap hari dari beragam
sumber dengan tujuan memperoleh informasi yang mendukung pengembangan
kompetensinya. Guru dapat belajar melalui seminar, pameran, forum ilmiah,
tayangan televisi hingga film-film yang bermutu dan berkorelasi dengan
profesinya.
Pada penerapan
prinsip belajar sepanjang hayat, guru harus menjadikan membaca sebagai suatu
kebiasaan sehari-hari sehingga menjadi budaya yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupannya. Mereka dapat membaca koran, buku, hingga menggali secara mandiri
bahan bacaan dan informasi dari internet. Pada era informasi sekarang ini, guru
harus selektif memilih bacaan. Ia harus dapat menyeimbangkan antara minat dan
kebutuhannya.
Membaca saja tidaklah
cukup. Guru harus mempunyai keterampilan menulis. Keterampilan ini dapat
diperoleh guru secara alamiah melalui kebiasaan membaca dan latihan-latihan.
Kebiasaan membaca akan membuat guru mengolah kembali informasi yang didapatnya
saat membaca. Informasi yang telah diolah ini akan membantu guru memunculkan
ide-ide baru. Pada saat ide-ide baru ini muncul, maka guru akan merasa
perlu untuk mengekspresikannya dalam bentuk tulisan. Guru dapat berlatih
menuliskan ekspresinya di berbagai media. Saat ini terdapat beragam media untuk
mempublikasikan tulisan dapat dipilih guru, mulai dari media cetak hingga media
virtual seperti jejaring sosial facebook dan blog.
4. Kreatif dan Inovatif
4. Kreatif dan Inovatif
Menurut Woolfolk
(1995), kreatif adalah sifat yang dimiliki seseorang yang berpikir imajinatif,
orisinil, dengan tujuan untuk memecahkan masalah. Sedangkan inovatif adalah
nilai kebaruan dan kemanfaatan dari suatu penerapan pemecahan masalah.
Guru seringkali
menemui berbagai kendala dalam melaksanakan pembelajaran di kelasnya atau
tugas-tugas lainnya, misalnya karena keterbatasan sarana dan prasarana. Guru
yang memiliki sifat kreatif dan inovatif tidak akan menganggap keterbatasan ini
sebagai kendala yang berarti. Dengan kreativitas dan kemampuan melakukan
inovasinya, mereka akan mampu memecahkan masalah untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut.
Pengembangan
kreativitas dan inovasi dapat dilakukan guru melalui berbagai kegiatan,
misalnya mengikuti berbagai workshop untuk meningkatkan kemampuannya dalam
bidang-bidang tertentu yang berhubungan dengan profesinya. Selain itu guru juga
dapat mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat lomba kreativitas dan karya
inovasi untuk guru. Saat ini cukup banyak lomba kreativitas dan inovasi yang
diadakan untuk guru setiap tahunnya. Ikut serta dalam kegiatan yang bersifat
lomba ini tujuan utamanya bukanlah menjadi juara, akan tetapi lebih kepada
tujuan untuk memperluas wawasan, menambah pengetahuan dan keterampilan, serta
mengasah daya kreativitas dan daya berinovasi yang dimilikinya.
5. Motivasi Guru Berprestasi
Teori Maslow pada
tahun 1954: 92 dalam Slavin (2009: 109) mengidentifikasi dua jenis kebutuhan:
(1) kebutuhan kekurangan; dan (2) kebutuhan pertumbuhan. Hierarki Kebutuhan
Maslow ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut.
Menurut Maslow, seseorang akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan pada bagian bawah hierarki sebelum berupaya memuaskan kebutuhan pada bagian atas. Bila kita cermati, kebutuhan fisiologis berupa makanan, minuman, pakaian merupakan kebutuhan dasar yang merupakan kebutuhan kekurangan yang harus dipenuhi. Tanpa terpenuhi kebutuhan fisiologis, maka seseorang bahkan tidak akan menganggap penting kebutuhan-kebutuhan lain yang berada di tingkat lebih atas.
Menurut Maslow, seseorang akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan pada bagian bawah hierarki sebelum berupaya memuaskan kebutuhan pada bagian atas. Bila kita cermati, kebutuhan fisiologis berupa makanan, minuman, pakaian merupakan kebutuhan dasar yang merupakan kebutuhan kekurangan yang harus dipenuhi. Tanpa terpenuhi kebutuhan fisiologis, maka seseorang bahkan tidak akan menganggap penting kebutuhan-kebutuhan lain yang berada di tingkat lebih atas.
Seorang guru
profesional tentu saja merupakan individu yang hampir dapat dikatakan berhasil
memenuhi kebutuhan kekurangan yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keselamatan, kebutuhan hubungan dan cinta, dan kebutuhan harga diri.
Selanjutnya, dengan kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip belajar sepanjang
hayat, ia akan mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan seperti kebutuhan untuk
mengetahui dan memahami, bahkan juga kebutuhan estetik (rasa keindahan).
Pencapaian tertinggi oleh seorang guru profesional adalah mampu menjadi “Guru
Berprestasi”. Kemampuan memenuhi kebutuhan aktualisasi diri ini akan
mendatangkan rasa kebanggaan dan kebahagiaan yang sepantasnya mereka terima.
Aktualisasi diri
seorang guru profesional sebagai guru yang berprestasi akan nampak dalam
perilakunya yang mensyukuri dan menerima keadaan dirinya sendiri dan juga orang
lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan akrab dengan orang lain tetapi tetap
bersikap demokratis, kreatif, inovatif, memiliki sense of humor, dan kebebasan.
Pada intinya, seorang guru berprestasi yang telah mampu memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri ini akan memiliki kesehatan yang prima secara psikologis. Oleh
karena itu, bangga menjadi guru profesional yang berprestasi adalah hal sangat
wajar, karena itu merupakan cermin kebahagiaan batin (psikologis).
Modal besar yang
dimiliki ditambah dengan kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi akademik yang diperoleh melalui refleksi diri,
semangat sebagai pebelajar sepanjang hayat, kreatif, inovatif, dan memiliki
motivasi yang besar menjadikan mereka mampu mencetak prestasi gemilang yang
pantas dibanggakan. Prestasi ini tentu saja akan dihargai dengan pantas sebagaimana
jaminan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu Pasal 36
ayat (1), yang berbunyi: “Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa,
dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.”
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Beberapa hal yang
dapat kita simpulkan dari paparan tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Guru yang
mempunyai rasa pengabdian yang tulus dalam melaksanakan tugasnya telah
mempunyai modal yang sangat besar untuk berkembang menjadi guru yang
profesional (kompeten).
2. Guru yang
mempunyai rasa pengabdian yang tulus dapat berkembang menjadi guru profesional
apabila ia mempunyai kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip hidup sebagai
pebelajar sepanjang hayat, serta kreatif dan inovatif. Dengan berpikir
reflektif, guru akan mengetahui posisi dan potensinya. Dengan prinsip hidup
sebagai pebelajar sepanjang hayat, ia akan terus belajar sehingga memiliki
kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, maupun profesional. Dengan sifat
kreatif dan inovatif yang dimiliki, ia akan menjadi guru yang mampu mengatasi
berbagai kendala dan masalah dalam melaksanakan tugasnya.
3. Berdasarkan
pemikiran Maslow tentang hierarki motivasi, guru profesional yang tercukupi
kebutuhan-kebutuhannya akan mampu mengaktualisasikan diri untuk berkembang
menjadi guru yang berprestasi dan bangga akan prestasi yang diraihnya dengan
tetap memiliki karakter-karakter luhur.
B. SARAN
Adapun saran-saran
yang dapat diberikan agar guru dapat lebih termotivasi untuk melakukan tugasnya
sebagai sebuah bentuk pengabdian dan mampu berkembang sebagai guru berprestasi
adalah sebagai berikut:
1. Apabila seseorang
telah menentukan bahwa pilihan profesi yang akan dijalaninya adalah sebagai
seorang guru, maka hendaklah ia benar-benar tulus untuk melaksanakan tugasnya
sebagai sebuah pengabdian.
2. Untuk
mengembangkan diri menjadi guru yang profesional, hendaknya pengabdian tulus
yang telah diberikan selalu diimbangi dengan kebiasaan berpikir reflektif,
mempunyai prinsip hidup sebagai pebelajar sepanjang hayat yang selalu berusaha
meningkatkan kompetensi diri di bidang pedagogik, sosial, kepribadian, dan
profesional, dan mengasah kreativitas dan kemampuan berinovasi.
3. Kepada pihak-pihak
yang berwenang, hendaknya terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru agar
segala kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan dapat terpenuhi. Dengan
tercukupinya kebutuhan-kebutuhan guru maka akan dapat memotivasi guru untuk
mengaktualisasikan diri menjadi guru profesional yang bangga akan profesi dan prestasi
yang diraihnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim (2011). Manusia dan Tanggung Jawab. Tersedia Online di http://iiam.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dan-tanggung-jawab/ diakses tanggal 22 Mei 2013.
Anonim (2013). Pedoman Pelaksanaan
Pemilihan Guru Berprestasi Pendidikan dasar Tahun 2013. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan dasar, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Arqom, Akhmad (2012).Agar Hidup Kita
Semakin Berkualitas Berpikirlah Reflektif! Tersedia di
http://www.masulum.com/2012/05/25/agar-hidup-kita-semakin-berkualitas-berpikirlah-reflektif/
diakses tanggal 22 Mei 2013.
Aziz, Amka Abdul (2012). Hati, Pusat
Pendidikan Karakter (Melahirkan Bangsa Berakhlak Mulia). Klaten: Penerbit
Cempaka Putih.
Hufad, Achmad., dkk. (2010). Studi
Tentang Implementasi Program Belajar Sepanjang Hayat di Indonesia: Makalah
disampaikan pada Seminar Internasional Pendidikan Luar Sekolah, yang
Diselenggarakan oleh Prodi PLS-SPS-UPI Bandung tanggal 29 Nopember 2010.
Slavin, Robert E. (2009). Psikologi
Pendidikan, Edisi Ke Delapan, Cetakan Pertama. (Terjemahan). Jakarta: Penerbit
Indeks.
Suparlan (2005). Menjadi Guru Efektif,
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suparlan (2006). Guru Sebagai Profesi,
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suyatno (2008). Panduan Sertifikasi
Guru, Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Indeks.
Woolfolk, Anita E. (1995). Educational
Psychology – 6th Edition. Boston: Allyn and Bacon
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Makalah Guru Berprestasi Menjadi Guru Adalah Sebuah Pengabdian & Kebanggaan"
Post a Comment