Realita Pemuda Indonesia: Makalah Krisis Moral Remaja Diera Globalisasi
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Menurut Widjaja
(1985:154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang
perbuatan dan kelakuan (akhlak). Sementara itu Wila Huky, sebagaimana yang
dikutip oleh Bambang Daroesono (1986:22) merumuskan pengertian moral secara
kompeherensip sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan
warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan
tertentu, ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan
hidup atau agama tertentu,
Sebagai tingkah laku
hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan
untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
lingkungannya. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan
melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral
itu, seperti:
a. Seruan untuk berbuat baik
kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan
dan memelihara hak orang lain, dan
b. Larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Menurut Soejono
Soekanto norma-norma yang ada dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang
berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat ikatannya.
Pada yang terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat pada tidak berani
melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut,
secara sosiologis mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal
adanya empat pengetian, yaitu : cara (usage), kebiasaan (folkways), tata
kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom).
Moral berkaitan
dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah.
Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial
tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang
dialami waktu anak-anak.
Perkembangan moral (moral
development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai
mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang
lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam
dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan
teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Namun, moral remaja
pada era globalisasi ini telah menyimpang dari ajaran tentang tingkah laku
hidup atau ajaran agama tertentu yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat.
Mereka cenderung mengagung-agungkan budaya Barat dibandingkan budaya asli
Indonesia yang sebenarnya sangat unik dan beragam. Bukan hanya
mengagung-agungkan budaya Barat saja tapi teknologi global pun juga ikut
mempengaruhi krisis moral pada remaja. Kebudayaan sama halnya dengan
spesies-spesies, mengalami seleksi berdasarkan adaptasinya terhadap lingkungan,
yakni : sejauh mana kebudayaan itu membantu anggota-anggotanya untuk survive
dan memelihara kebudayaan itu sendiri.
Nilai merupakan
sesuatu yang baik, diinginkan atau dicita-citakan dan dianggap penting oleh
warga masyarakat, misalnya kebiasaan dan sopan santun. Menurut Green, sikap
merupakan kesediaan bereaksi individu terhadap suatu hal, sikap berkaitan
dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang. Tingkah laku adalah
implementasi dari sikap yang diwujudkan dalam perbuatan.
Dalam kaitan dengan
pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Dalam hal ini
aliran Psikonalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma dan nilai.
Semua konsep itu
menurut Freud menyatu dalam konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teori
Freud merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah
laku ego, sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat. Dari hasil
penyelidikan kohlberg mengemukakan 6 tahap (stadium) perkembangan moral yang
berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada 3 tingkat perkembangan moral menurut kohlberg, yaitu tingkat
:
I
Prakonvensional
II Konvensional
III Pasca-konvensional
Masing-masing tingkat
terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan yang berkembang secara
bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang dapat mencapai tahap
terakhir perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang
sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Hingga sesudah stadium ini
datanglah:
Tingkat I; prakonvensional,
yang terdiri dari stadiun 1 dan 2.
Pada stadium 1, anak
berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap baik atau buruk atas
dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan
ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus
menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.
Pada stadium 2,
berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak tidak lagi
secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau
ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
berbagai segi. Jadi, ada Relativisme. Relativisme ini artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya mencuri kambing karena kelaparan.
Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi kebutuhanya, maka mencuri dianggap
sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri itu diketahui
sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.
Tingkat II : konvensional.
Stadium 3, menyngkut
orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak mulai memasuki umur
belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang
dapat dinilai baik oleh orag lain, masyarakat adalah sumber yang menentukan,
apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih
sangat penting daam stadium ini.
Stadium 4, yaitu
tahap mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Pada stdium ini
perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima
oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut
mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma soisal. Jadi perbuatan baik
merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak
timbul kekacauan.
Tingkat III: Pasca-Konvensional.
Stadium 5, merupakan
tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial,
pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan
sosial, dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya, harus
sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya, lingkungan sosial
atau masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya.
Stadium 6, tahap ini
disebut prinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping norma
pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang ada unsur
subjektif ynag menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal
ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau
sebaliknya. Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mengerti nila-nilai.
Mengerti nilai-nilai
ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat
menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya berarti bahwa remaja sudah
dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral, menjadikanya sebagai
nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan
tercemin dalam sikap dan tingkah lakunya.
Sama halnya dengan
sifat-sifat spesies dalam teori Darwin praktek-praktek budaya bisa berubah atau
bermutasi, tetapi praktek-praktek budaya tersebut tetap berlaku karena
kebudayaan memiliki nilai adaptasi. Kelangsungan budaya sama halnya dengan
kelangsungan spesies-spesies, ditentukan oleh atau tergantung kepada
kelangsungan an perkembangan praktek-praktek yang memungkinkan kebudayaan itu
bisa digunakan untuk menangani lingkunagn fisik, juga tergabtung kepada
kemampuannya untuk bersaing dengan kebudayaan-kebudayaan lain.
Globalisasi sangat
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia terlebih lagi remaja. Sebab
remaja merupakan masa pertumbuhan menuju dewasa yang umumnya mereka masih
bersifat labil. Itu mereka lakukan agar tidak dianggap ketinggalan jaman atau
di ejek “kalau nggak gini iya nggak gaul!”. Hal itu semakin memperparah krisis
moral di kalangan remaja.
Sebagai generasi muda
seharusnya kita dapat lebih menghargai budaya kita sendiri dan menjadi remaja
yang bermoral yang mampu melawan dampak negatif dari globalisasi dan menganbil
dampak positifnya. Tentunya denganmengkatkan keimanan dan ketekwaan kita kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Jadi, kelompok kami mengadakan
penelitian ini untuk mengidentifikasi moral remaja pada era globalisasi.
2.
Rumusan Masalah
1. Dalam karya tulis ini kami akan
mengemukakan beberapa hal diantaranya,
2. Apakah moral itu?
3. Apakah dampak globalisasi terhadap
moral?
4. Bagaimana penerapan moral pada
kehidupan remaja?
5. Perlukah moral diterapkan sejak
dini?
6. Bagaimanakah moral remaja Indonesia?
7. Ilmu apa yang baik dan apa yang
buruk tentang ajaran moral?
8. Bagaimana dampak dari kelemahan
moral?
9. Bagaimana perbedaan pandangan
tentang sifat moral?
10. Apakah moral itu bersifat
objektivistik atau relativistik?
Alasan kami mengambil
judul ini karena pada era globalisasi terjadi penurunan moral pada remaja
Indonesia mau membaca sehingga mereka akan sadar pentingnya moral bagi diri
remaja, dan agar remaja mendapat pengetahuan yang lebih luas perlu diberikan
ulasan bahwa substansi materiil dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda,
yaitu tentang tingkah laku itu sendiri. Moral itu sendiri belum berwujud
tingkah laku tapi masih acuan dari tingkah laku.
Penegasan Judul Krisis
: keadaan suram tentang ekonomi dan moral yang terjadi intensif dan dasyat
dalam waktu singkat.
Moral : secara
etimologis kata moral berasal dari kata most dalam bahasa lain, bentuk jamaknya
mores yang artinya tata cara atau adat istiadat. Jadi moral adalah ajaran
tentang baik buruk yang diterima secara umum meliputi akhlak, dan mental yang
membuat orang tetap berani, bersemangat, dan disiplin sebagai perangi (watak,
tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya
perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa perlu dipikirkan
dan direncanakan sebelumnya.
Remaja : pertumbuhan
anak menuju dewasa dan mulai terjadi pada masa puber atau pubertas dari usia 17
tahun sampai 18 tahun.
Etika : ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (hak).
Era : sejumlah tahun
dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting dalam sejarah atau masa.
Globalisasi : suatu
proses atau tatanan yang menyebabkan seseorang,
sekelompok orang, atau suatu negara
saling dihubungkan dengan masyarakat atau negara lain akibat kemajuan teknologi
komunikasi di seluruh penjuru dunia.
Jadi, krisis moral remaja pada era
globalisasi adalah keadaan moral yang suram yang terjadi pada masa pertumbuhan
anak menuju dewasa dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa.
3.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengerti pengertian moral.
2. Untuk mengetahui dampak globalisasi
terhadap moral remaja.
3. Untuk memahami lebih dalam tentang
moral remaja.
4. Untuk mengetahui penerapan moral
pada kehidupan remaja.
4.
Lingkup Pembahasan
Pada pembahasan
makalah ini kami menekankan pada lingkup moral kehidupan remaja. Karena remaja
pada saat ini masih sangat labil. Sehingga dalam hal ini ada penjelasan
mengenai sifat remaja yang berhubungan dengan moralitas remaja dalam era
globalisasi baik positif maupun negatif.
5.
Metode Pembahasan
Macam-macam metode
penelitian dapat dibedakan menjadi lima, yaitu metode kuisioner, metode
wawancara, metode observasi, metode eksprimen, dan metode kepustakaan.
Metode kuisioner
adalah metode yang cara memperoleh informasinya dengan memberikan daftar
pertanyaan yang dikirim kepada responden baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui pos perantara. Kuisioner atau angket dapat berupa pertanyaan
atau pernyataan yang dapat dijawab sesuai bentuk angket. Metode wawancara
adalah metode yang cara memperolehnya dengan proses komunikasi secara langsung
maupun tidak langsung untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Metode observasi
adalah metode yang cara memperoleh informasinya berasal dari pengamatan dan
pencatatan secara langsung terhadap objek yang diteliti dan dalam keadaan yang
sebenarnya tanpa melalui wawancara. Untuk pelaksanaan metode ini orang yang
melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau fenomena yang diteliti
haruslah dilakukan secara sistematis. Sedangkan untuk teknik pelaksanaannya
bisa dengan secara asli maupun tidak asli.
Metode eksperimen
adalah metode yang diperlukan untuk menguji kesimpulan-kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian. Dari hasil kesimpulan sementara ataupun usul
pemecahan masalah ini kemudian dapat dilanjutkan dengan mengadakan
percobaan-percobaan sehingga akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan apakah
peneltian sudah memberikan jawaban yang sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan sebelumnya.
Metode kepustakaan
adalah memanfaatkan fasilitas yang berada di dalam perpustakaan sekoalah berupa
buku-buku yang dapat memberi informasi dan kami juga mengambil sebagian
informasi dari internet. Dan dalam makalah ini kami mengambil metode
kepustakaan dalam pengerjaannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Arti Definisi
Arti definisi menurut
kamus besar Bahasa Indonesia adalah kata, frasa, atau kalimat yang
mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses atau
aktivitas. Dengan demikian definisi bisa berupa gambaran singkat mengenai suatu
hal yang membedakannya dengan benda lain. Arti definisi juga bisa berupa
rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok
pembicaraan atau study.
Kata “remaja” berasal
dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity
(Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang
remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai
periode. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja
(adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa
remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan
Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13
tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams &
Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20
tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal
(13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18
tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati
masa dewasa.
Papalia & Olds
(2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan
dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa
remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang
berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam
hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita
merupakan proses pembentukan orientasi masa
depan.
Transisi perkembangan
pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami
namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari
masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi
badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain
proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan
kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990;
Papalia & Olds, 2001).
Dikatakan juga bahwa
masa remaja disebut sturm und drang. Artinya suatu masa dimana terdapat
ketegangan emosi yang dipertinggi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam keadaan fisik dan bekerjanya kelenjar-kelenjar yang terjadi pada waktu
remaja. Sebenarnya hal-hal tersebut hanya merupakan sebagian dari sebab-sebab
yang menimbulkan ketegangan pada waktu remaja.
Sebab yang utama
adalah keadaan sosial. Artimya hubungan remaja dengan orang lain atau
masyarakat yang sekarang tentunya mengharapkan reaksi yang lain dari anak
remaja dari pada di waktu dia masih kanak-kanak. Bertambahnya
ketegangan-ketegangan emosional itu disebabkan karena anak-anak remaja harus
membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap harapan-harapan masyarakat yang baru
dan berlainan dari dirinya.
Ada banyak
bentuk-bentuk emosi yang nampak pada remaja, diantaranya adalah marah, takut,
malu, iri hati, kasih saying, kegembiraan, kesedihan, dan rasa ingin tahu. Rasa
ingin tahu inilah yang menyebabkan remaja menyelidiki hal-hal yang ingin
diketahuinya, termasuk menyelidiki hal-hal yang negatif.
Adapun karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yakni:
a. mulai mampu berfikir abstrak.
b. mulai mampu memecahkan
masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran remaja terhadap suatu
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi
juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
c. Perkembangan pemikiran moral remaja
dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan
dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum
mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi.
d. Keyakinan moral lebih berpusat pada
apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
e. Keadilan muncul sebagai kekuatan
moral yang dominan.
f. Penilaian moral menjadi kurang
egosentris.
g. Penilaian secara psikologis menjadi
lebih mahal.
Dalam makalah ini
arti definisi dari “Krisis Moral Remaja pada Era Globalisasi” adalah semakin
menurunnya perilaku masyarakat yang semakin menyimpang dan remaja tidak
henti-hentinya menjadi target utama yang perlu dibenahi. Ini sangat memalukan
bagi masyarakat Indonesia yang kental dengan adat ketimurannya. Sangat ironis
memang, karena ini semua menimpa generasi penerus yang seharusnya mengharumkan
nama bangsa dimata dunia.
Penyebab terjadinya
krisis moral yang menimpa remaja diantaranya adalah kurangnya perhatian dari
keluarga, pergaulan yang tidak baik, dan lingkungan tempat tinggal yang kurang
baik. Semua ini tidak terlepas dari peran orang tua yang seharusnya dapat
mengontrol tingkah perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.
2.
Fungsi Moral
Salah satu tugas
perkembangan yang penting dalam masa remaja adalah untuk mengerti apa yang
diharapkan oleh kelompok dari padanya dan untuk mau mengubah sikap-sikapnya
sesuai dengan harapan-harapan ini tanpa selalu dibimbing, diawasi, dan diancam
oleh orang-orang dewasa, seperti pada masa kanak-kanak. Jadi sekarang padanya
harus ada pengawasan dari dalam atau internal control.
Bilamana dalam masa
kanak-kanak telah tertanam konsep-konsep kesusilaan, maka konsep-konsep yang
telah meresap dalam diri anak inilah yang kini menjadi pengawasan dari tingkah
laku anak remaja. Bilaman konsep-konsep ini tidak ada dalam diri anak, maka dia
tidak akan dapat memenuhi apa yang dihapakan oleh masyarakatdarinya dalam hal
kesusilaan.
Pada remaja terjadi
perubahan dalam konsep-konsep moral. Kini anak remaja tidak mau lagi menerima
konsep-konsep dari hal-hal yang mana yang benar dan yang tidak benar, yang
telah ditetapkan oleh orang tuanya atau teman-teman sebayanya dengan begitu
saja seperti masa kanak-kanak. Dia sekarang menentukan sendiri, berdasarkan
atas konsep-konsep moral yang dikembangkan dalam masa kanak-kanak. Akan tetapi
telah dirubah sesuai dengan tingkat perkembangannya yang telah lebih tinggi
atau dengan perkataan lain sesuai dengan perkembangan yang telah matang.
Pada umumnya anak
remaja patuh terhadap pendiriannya sendiri mengenai apakah sesuatu tindakan itu
benar atau salah. Dia benar-benar tidak akan menindakkan apa yang menurut
pendapatnya salah dan benar-benar akan menindakkan apa yang dianggapnya benar.
Tapi terkadang ada anak remaja yang menindakkan tindakan-tindakan yang tidak
dapat diterimanya dalam masyarakat yang sangat serius. Para ahli yang telah
mengadakan penyelidikan megenai kenakalan remaja menarik kesimpulan, bahwa hal
ini tidak disebabkan oleh karena salah satu sebab saja, akan tetapi oleh
beberapa sebab.
Setiap individu
mempunyai perbedaan dalam menyikapi nilai, moral, dan sikap, tergantung dimana
individu tersebut berada. Pada anak-anak terdapat anggapan bahwa aturan-aturan
adalah pasti dan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang
tidak bisa diubah lagi (Kohlberg,1963). Sedangkan pada anak-anak yang berusia
lebih tua, mereka bisa menawar aturan-aturan tersebut kalau disetujui oleh
semua orang.
Pada sebagian remaja
dan orang dewasa yang penalarannya terhambat, pedoman mereka hanyalah
menghindari hukuman. Sedangkan untuk tingkat kedua sudah ada pengertian bahwa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus memikirkan kepentingan
orang lain. Perbedaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar belakang
kebudayaannya. Jadi, ada kemungkinan terdapat individu atau remaja yang tidak
mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan
padanya.
Adapun Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan moral:
a. Hubungan harmonis dalam keluarga,
yang merupakan tempat
penerapan pertama sebagai
individu. Begitupula dengan pendidikan agama yang diajarkan di lingkungan
keluarga sangat berperan dalam perkembangan moral remaja.
b. Masyarakat, tingkah laku manusia bisa
terkendali oleh kontrol dari
yang mempunyai
sanksi-sanksi buat pelanggarnya.
c. Lingkungan sosial, lingkungan sosial
terutama lingkungan sosial terdekat yang bisa sebagai pendidik dan pembina
untuk memberi pengaruh dan membentuk tingkah laku yang sesuai.
d. Perkembangan nalar, makin tinggi
penalaran seseorang , maka makin tinggi pula moral seseorang.
e. peranan media massa dan perkembangan
teknologi modern. Hal ini berpengaruh pada moral remaja. Karena seorang
remaja sangat cepat untuk terpengaruh terhadap hal-hal yang baru yang belum
diketahuinya.
Fasilitas teknologi,
informasi dan komunikasi merupakan salah satu faktor yang merubah kemuliaan
perilaku generasi muda dewasa ini. Jaringan internet misalnya, merupakan sebuah
terobosan baru yang bisa menghubungkan antara mereka yang di timur dengan
mereka yang ada di barat atau di selatan. Sehingga penyebaran informasi
merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri sehingga seluruh informasi baik
membangun maupun yang merubuhkan akhlak akan berkontaminasi dengan kepribadian
kita sebagai orang timur ditambah dengan kurangnya nilai iman untuk menyaring
arus perjalanan informasi tersebut.
Sudah banyak sekali
kasus yang bisa kita saksikan melalui media massa bahwa generasi muda
sebagai motor dan tulang punggung negara ini sudah rusak moral (akhlak) dan
perilakunya. Budaya Islam sebagai budaya yang seharus dikembangkan dan
dijadikan sebagai ukuran atau filter penyaring dilupakan bahkan dilecehkan.
Generasi muda sudah kehilangan takaran iman yang bisa menepis pengaruh budaya
luar yang merusak kepribadian kita sebagai bangsa. Generasi muda kita banyak
kehilangan arah dan tersesat dalam area yang sangat berbahaya dan cenderung
hanya menggunakan nafsu sebagai takarannya.
Dengan rusaknya moral
dan akhlak generasi muda, maka secara perlahan akan merusak tatanan suatu
bangsa dan tinggal menunggu kehancurannya. Allah jelas telah mengingatkan kita
bahwa hancurnya bangsa diakibatkan rusaknya moral dan akhlak pemudanya dan
Qur’an dan Hadits yang diabaikan akan memberikan dampak ketersesatan dan
kehancuran manusia yang ada dalam
negara tersebut.
Fungsi dan peranan
moral dalam pembelajaran menjadi sangat penting untuk diketahui. Sebagaimana
kita diketahui pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, proses pendidikan atau
pembelajaran dijalankan oleh dua unsur penting yaitu pembelajar dan pengajar
yang akan membawa pendidikan kearah positif sebagaimana yang diharapkan.
Pendidikan merupakan
tempat latihan sebenarnya bagi fisik, mental, dan spiritual peserta didik agar
menjadi manusia yang berbudaya sesuai dengan yang diamanatkan kepada pemerintah
dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3 untuk mrngusahakan dan menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Dari penjabaran diatas
terlihat jelas moral memiliki posisi yang sangat penting dalam pembelajaran
ataupun dalam pendidikan nasional khususnya di Indonesia. Moral memilik peranan
sebagai pembentuk pribadi manusia yang berakhlak mulia seutuhnya dalam
menghadapi dimensi kehidupan.
Globalisasi yang
melanda negeri menimbulkan banyak tuntutan peningkatan pendidikan moral pada
lembaga pendidikan, ini didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang.
Kenakalan remaja dalam masyarakat dan berbagai unsur dekagensi moral lainnya,
terutamadi kota-kota besaryang sudah sampai pada tahap yang sangat meresahkan.
Oleh karena itu pendidikan moral di sekolah dianggap sebagai wadah formal yang
diyakini mampu berperan aktif dalam membentuk pribadi generasi muda melalui
intensitas pendidikan moral.
3.
Perlunya Pendidikan Moral di Era Globalisasi
Adanya gerakan
reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi,
desentralisasi, keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha agar
manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajarandan atau
cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.
Pada sisi lain disebutkan
peranan pendidikan atau edukasi dalam mengadakan perubahan atau transformasi di
masyarakat ada tiga macam yaitu, menjaga generasi sejak masa kecil dari
berbagai tindak penyelewengan. Mengembangkan pola hidup, perasaan, dan
memikiran mereka yang sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang
kokoh dan sempurna di masyarakat.
Karena pendidikan
berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat
mempengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari keprbadiannya
untuk kehidupannya kelak, kemudian hari. Pendidikan sebagai alat terpenting
untuk menjaga diri dan memelihara nilai-nilai yang positif.
Perlu kita ketahui
bersama bahwa pendidikan di seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya
pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter
dibangkitkan kembali. Melalui pendidikan orang mampu menguasai teknologi, yang
kemudian dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya sesuai dengan kebutuhan manusia,
namun sebaliknya dengan pendidikan pula terkadang manusia menjadi takabur atau
sombong.
Terjadinya krisis
moral tersebut ternyata tidak hanya di Negara kita, namun di Negara-negara yang
telah maju pun seperti Amerika Serikat terjangkit virus moral atau demonstrasi.
Bagaimanapun pendidikan memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan
manusia. Bila di setiap sekolah selalu diajarkan pendidikan moral siswa
siswinya InsyaAllh Indonesia di masa depan akan lebih
sukses dan bertambah maju.
Pendidikan moral di
era globalisasi disebabkan masa sekarang banyak sekali krisis moral sehingga
kita harus memupuknya.Karena sudah banyak sekali terjadi pelanggaran yang telah
dilakukan terutama di kalangan remaja.apalagi banyaknya budaya asing yang masuk
mengakibatkan terlahirnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya asli
Indonesia.
Pengaruh pendidikan
moral ini dapat diperoleh dari lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun
lingkungan keluarga. Di lingkungan sekolah merupakan kewajiban guru untuk
memberikan pendidikan moral pada siswanya. Begitu pila sebaliknya, lingkungan
keluarga merupakan tugas orag tua, dan lingkungan masyarakat tugas dari diri
sendiri untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Di era globalisasi
ini, yang paling banyak terjadi krisis moral, sebagai contohnya adalah pergaulan
antara anak laki-laki dan anak perempuan sudah terlewat bebas, sudah jad dari
kata normal. Itu disebabkan dari kurangnya pendidikan moral yang Ia dapat dan
kurangnya keimanan mereka. Sekarang kita harus menyadari bahwa pendidikan moral
sangatlah penting. Tidak hanya untuk anak remaja saja, tetapi namun juga
berlaku untuk semua usia. Pendidikan moral harus diajarkan sejak dini sehingga
nantinya akan terbiasa untuk melakukannya, hal ini juga untuk membentuk
kepribadian seseorang.
Bersosialisasi dengan
lingkungan bahkan warga asing pun menjadi lebih mudah bila kita memiliki moral
yang baik. Selain itu, dengan moral yang baik orang yang berinteraksi dengan
kita menjadi senang dan dengan sendirinya menghormati kita, pandangan orang
lain atau negara lain akan berubah apabila kita sebagai warga Indonesia atau
remaja Indonesia memiliki moral yang baik. Apalagi bila dapat menjadi panutan
bagi Negara lain merupakan hal yang
membanggakan bagi semua warga
Indonesia.
4.
Dampak Krisis Moral Remaja
Diketahui dengan
adanya kemajuan informasi di satu sisi remaja merasa diuntungkan dengan adanya
media yang membahas seputar masalah dan kebutuhan mereka. Sedangkan di sisi
lain media merasa kaum remajalah yang tepat menjadi konsumen dari berbagai
produk yang ditawarkan. Seperti diketahui bersama bahwa media berperan besar
dalam pembentukan budaya masyarakat dan proses peniruan gaya hidup, tidak
megherankan pada masa sekarang adanya perubahan cepat dalam teknologi informasi
menimbulkan pengaruh negatif meskipun pengaruh positifnya masih terasa.
Hal ini terlihat jika
dapat diumpamakan remaja perkotaan sudah tertular dengan gaya hidup barat.
Terlihat pada sikap remaja yang mengikuti perkembangan mode dunia, mulai dari
fashion, gaya rambut, casing hand phone, pakaian, cara makan, cara bertutur
kata yang lebih sering menggunakan “ loe gue” dari pada “aku atau saya, kamu”.
Bahkan itu pun mereka ucapkan pada saat berbicara kepada orang yang lebih tua.
Padahal menurut budaya timur, harusnya kita harus sopan jika berbicara dengan
orang yang lebih tua. Lebih jauh lagi, dampak bagi remaja dapat dilihat
khususnya perempuan cenderung tertanam dalam pandangan mereka. Jika perempuan
menarik adalah perempuan yang agresif dan seksi.
Selain itu, dengan
semakin mudahnya remaja mendapatkan VCD porno dan internet yang menampilkan
gambar-gambar porno membuat para remaj penasaran untuk mencobanya melalui
kehidupan seks bebas atau bahkan jika hasrat seksualnya tinggi bisa nekat
melakukan pemerkosaan.
Disamping itu,
terdapat pula banyak pemilik warung kecil yang dengan
bebas menjual kondom bahkan obat
perangsang berupa permen karet yang berdampak meningkatkan libido pada wanita.
Ini sangat memprihatinkan jika dilihat dari latar belakang Negara kita yang
merupakan Negara Timur bukanlah Negara barat.
Selain itu, terdapat
fenomena kehidupan remaja di perkotaan sering terlihat terdapat pasangan muda
mudi yang belum resmi, melakukan sikap yang menyimpang dari moral dan norma,
ironisnya lagi terkadang terjadi penggeledahan di hotel-hotel maupun
tempat-tempat hiburan malam yang dilakukan oleh pihak yang berwenang karena
terdapat praktek mesum dan banyak diantara mereka adalah remaja usia sekolah
yang melakukan praktik mesum. Selain itu juga remaja putri yang berjilbab pun
patut dipertanyakan meskipun tidak semuanya. Sungguh pemandangan yang kiranya
menandakan bahwa moral remaja bangsa ini sudah benar-benar merosot.
Faktor keimanan dan
niat untuk benr-benar menjauhi dikap buruk , peran keluarga dan media masa
sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral remaja. media masa harus
benar-benar memberikan informasi untuk meningkatkan rasa percaya diri, bebas
dari diskriminasi, terlindung dari pelecahan, kekerasan, dan eksploitasi seks.
Dengan demikian bila
melihat persoalan tersebut sudah saatnya kita bersama harus membentengi diri
dengan keimanan dan harus selektif dalam bentuk apapun agar agar tidak
tertindas dari perkembangan kemajuan yang berpengaruh pada rusaknya moral
bangsa ini. Marilah kita ambil nilai-nilai positif dari perkembangan zaman dan
tetap selektif terhadap dampak-dampak negatif dari kemajuan zaman. .
Sifat Moral : Perspektif Objektivistik
vs Relativistik
Dalam kajian tentang
moral terdapat perbedaan pandangan yang menyangkut pertanyaan, apakah moral itu
sifatnya objektivistik atau relativistik ? Pertanyaan yang hampir sama, apakah
moral itu bersifat absolut atau relatif, universal atau kontekstual, kultural,
situasional, dan bahkan individual ?
Menurut perspektif
Objektivistik, baik dan buruk itu bersifat pasti atau tidak berubah. Suatu
perilaku yang dianggap baik akan tetap baik, bukan kadang baik dan kadang tidak
baik. Senada dengan pandangan Objektivistik adalah pandangan absolut yang
menganggap bahwa baik dan buruk itu bersifat mutlak, sepenuhnya, dan
tanpa syarat. Menurut pandangan ini perbuatan mencuri itu sepenuhnya tidak
baik, sehingga orang tidak boleh mengatakan bahwa dalam keadaan terpaksa,
mencuri itu bukan perbuatan yang jelek.
Demikian pula halnya
dengan pandangan yang universal, prinsip-prinsip moral itu berlaku di mana saja
dan kapan saja. Prinsip-prinsip moral itu bebas dari batasan ruang dan waktu.
Sebaliknya pandangan yang menyatakan bahwa persoalan moralitas itu sifatnya
relatif, baik dan buruknya suatu perilaku itu sifatnya “tergantung”,
dalam arti konteksnya, kulturalnya, situasinya, atau bahkan tergantung pada
masing-masing individu.
Dari dimensi ruang,
apa yang dianggap baik bagi lingkungan masyarakat tertentu, belum tentu
dianggap baik oleh masyarakat yang lain. Dari dimensi waktu, apa yang
dianggap baik pada masa sekarang, belum tentu dianggap baik pada masa-masa yang
lalu. Salah satu kelemahan literatur tentang moral atau etika, terutama yang bersumber
dari literatur Barat, adalah kurang adanya klasifikasi moral, etika pada umumnya
tidak membedakan secara jelas antara kesusilaan dan kesopanan.
Dua pandangan yang
saling dipertentangkan itu sesungguhnya dapat diterima semua, dalam arti ada
prinsip-prinsip etik atau moral yang bersifat Objektivistik-universal dan ada
pula prinsip-prinsip etik atau moral yang bersifat relativistik-kontekstual. Prinsip-prinsip
moral yang bersifat Objektivistik-universal yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip
moral secara obyektif dapat diterima oleh siapapun, di manapun, dan kapanpun
juga. Sebagai contoh adalah sifat atau sikap kejujuran, kemanusiaan,
kemerdekaan, tanggung jawab, keihlasan, ketulusan, persaudaraan, keadilan dan
lainlain.
Sedangkan
prinsip-prinsip moral yang bersifat relativistik-kontekstual sifatnya “tergantung”,
“sesuai dengan konteks”, misalnya tergantung pada konteks
kebudayaan atau kultur, sehingga
bersifat kultural. Demikian seterusnya, sifat relativistik-kontekstual itu
pengertiannya bisa berarti nasional, komunal, tradisional, situasional,
kondisional, atau bahkan individual. Sebagai contoh adalah sikap kebangsaan,
adab “ketimuran”, etika atau sopan santun orang Jawa atau. Minangkabau, serta
berbagai etika terapan.
Sebagaimana dikenal
dalam kajian tentang macam-macam norma, dikenal adanya empat macam norma, yaitu
norma keagamaan, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum. Norma
kesusilaan itu lebih bersumber pada prinsip-prinsip etis dan moral yang
bersifat Objektivistik-universal. Sedangkan norma kesopanan itu bersumber pada
prinsip-prinsip etis dan moral yang bersifat relativistik-kontekstual.
Sejalan dengan hal
ini, Widjaja (1985: 154) mengemukakan bahwa persoalan moral dihubungkan dengan
etik membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata susila
mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya mengatakan baik, yang dalam
hal ini bersumber dari hati nuraninya, lepas dari hubungan dan pengaruh orang
lain.
Tata sopan santun
mendorong untuk berbuat baik, terutama bersifat lahiriah, tidak bersumber dari
hati nurani, untuk sekedar menghargai orang lain dalam pergaulan. Dengan
demikian tata sopan santun lebih terkait dengan konteks lingkungan sosial,
budaya, adat istiadat dan sebagainya
Bab
III
Penutup
Kesimpulan
Masa remaja adalah
masa yang sangat rawan dimana mereka belajar mencari jati diri yang sebenarya.
Di masa ini mereka memiliki rasa ini tahu yang tinggi bahkan menyelidki atau
mencoba hal-hal yang negative. Dalam hal ini pendidikan moral sangat penting
sebagai pembentuk pribadi yang berakhlak mulia dalam menghadapi berbagai
dimensi kehidupan.
Sekarang kita harus
menyadari bahwa pendidikan moral sangatlah penting, tidak hanya untuk anak
remaja saja namun berlaku untuk semua usia. Mengingat banyaknya pengaruh budaya
asing yang masuk di Negara kita ini, maka dari itu perlunya kerja keras untuk
menghadai masalah yang sampai saat ini juga masih perlu penanganan khusus.
Apalagi di era
globalisasi perkembangan iptek banyak membawa dampak negative bagi remaja.
Terutama krisis moral seperti pergaulan bebas atau seks bebas. Dalam hal ini
ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: kurang pendidikan moral yang
mereka dapatkan dan Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan
kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds,
2001).
Dibanding pada masa
kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti
kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991;
Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok
teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan
dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai
tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri,
namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan
dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya
diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang
perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993;
Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001)
mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi
remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi
remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara
berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya
(Conger, 1991).
Untuk itu perlu
adanya pengawasan bagi mereka. Dan selain itu faktor keimanan dan niat untuk
benar-benar menjauhi sikap buruk, peran warga dan media masa sangat berpengaruh
terhadap perkembangan moral remaja. Dimulai dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat agar mereka tidak terjerumus dalam hal yang negative.
Pada remaja saat ini
terjadi perubahan dalam konsep-konsep moral ini. Pada saat ini anak remaja
tidak mau lagi menerima konsep-konsep dari hal-hal yang benar dan yang tidak
benar, yang telah ditetapkan oleh orang tuanya atau teman sebayanya. Bahkan
mereka banyak yang membangkang terhadap orang yang lebih tua, terhadap orang
yang menasehati kita.
Bagi remaja di era
globalisasi untuk membentengi diri perlu sikap yang tegas yaitu bijaksana
artinya membuka diri terhadap perkembangan globalisasi, waspada, selektif
artinya mampu memilih yang terbaik serta mempertahankan nilai-nilai pergaulan
sesuai kepribadian bangsa dan menjalankan nilai-nilai agama.Maka dari itu perlu
adanya kesadaran dari setiap individu tersebut, dan untuk bisa membentengi diri
mereka masing-masing dari pengaruh negative dari era globalisasi pada saat ini
yang merusak moral remaja atau bangsa kita ini.
Menjadi remaja
berarti mengerti nilai-nilai, yang berarti tidak hanya memperoleh pengertian
saja tetapi juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan moral yaitu hubungan harmonis dalam keluarga,
masyarakat, lingkungan sosial, perkembangan nalar, dan peranan media massa dan
perkembangan teknologi modern.
Karakteristik
perkembangan moral antara lain: mulai mampu berfikir abstrak, mulai mampu
memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, mulai tumbuh kesadaran akan
kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada, keyakinan moral lebih
berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah, keadilan muncul
sebagai kekuatan moral yang dominan, penilaian moral menjadi kurang egosentris,
dan penilaian secara psikologis menjadi lebih mahal.
Kita pernah punya
konsep strategi Repelita Orde Baru –yang menurut saya yang bodoh– yang bagus,
kita melihat hasilnya selama 25 tahun terakhir kemajuan terlihat nyata, namun
sayang konsep yang bagus dikotori oleh moral korupsi yang tinggi. Kini penguasa
pencetus Repelita tersebut hancur, namun sayang sejuta sayang konsep yang bagus
tersebut tidak ditindaklanjuti, seolah-olah yang bagus menjadi jelek hanya
karena keluar dari pikiran pemimpin atau penguasa yang telah dicap jelek.
Negeri ini diguncang
dari dalam oleh pemimpin-pemimpinnya, dirongrong oleh negeri tetangga karena
dianggap tidak becus memberdayakan wilayah potensial, tak lupa dipukul keras
oleh alam akhir tahun lalu. Perbedaan individu dalam perkembangan nilai, moral
dan sikap,sesuai dengan umur, faktor kebudayaan, dan tingkat pemahamannya.
Indonesia banyak mengadopsi sistem pendidikan sekuler, inilah yang membuat
hancur pendidikkan di Indonesia terutama pendidikan akhlak dan moral.
Indonesia harus
mengembangkan pola pendidikan Iran. Jika dikelola dan dikembangkan dengan baik
dan didukung oleh pemerintah, maka pola Iran ini sangat baik dalam mendidik
moral dan akhlak anak-anak ketika menimba ilmu.
Disiplin yang keras dan pengawasan
anak-anak selama 24 jam melatih moral dan akhlak untuk selalu disiplin dan
terbiasa mematuhi aturan yang ada.
Saran
Bagi para remaja,
pandai-pandailah membawa diri berfikir positif dan jauhkan diri dari hal
negatif yang menjerumuskan dan dapat merusak segala cita-cita dan impian.
Ø Bagi keluarga atau orang tua
dampingilah putra-putri Anda pada saat mereka mulai beranjak dewasa atau
remaja, terutama tanamkan pendidikan moral dan nilai-nilai agama yang kuat bagi
mereka.
Ø Bagi sekolah pengajaran moral dan
budi pekerti sangat dibutuhkan bagi remaja. Pendampingan, ketelatenan
dibutuhkan remaja pada saat ini.
Ø Jadi sekarang perlu adanya bahkan
harus ada pengawasan dari dalam atau internal control.
Ø Mari kita ambil nilai-nilai positif
dari perkembangan zaman dan tinggalkan dampak atau nilai-nilai negatifnya.
Ø Perbanyaklah pengetahuan Anda tentang
pengaruh atau dampak globalisasi. Agar Anda tidak salah mengambil manfaat dari
globalisasi.
Ø Pendidikan merupakan hak yang penting
bagi masyarakat. Dengan pendidikan , seseorang dapat membuka pikiran dan
wawasan yang akan membantunya melakukan perubahan sosial ke arah lebih baik.
Ø Kita harus siap menerima pengalaman
baru dan keterbukaan terhadap inovasi serta perubahan.
Ø Kita harus siap membentuk atau
mempertahankan pendapat mengenai berbagai masalah yang menyangkut kepentingan
umum, mencari bukti mengenai sebuah pendapat, mengakui pendapat tersebut, dan
menilai pendapat tersebut sebagai suatu yang positif.
Daftar
Rujukan
Detik-Detik Sosiologi. 2012. PT. Intan
Pariwara.
Drs. Sutomo, M.Pd. MGMP Sosiologi.
2012. Kabupaten Blitar.
Koswara, E. 1991. Teori-Teori
Kepribadian. Bandug : PT. Eresco.
M.A, Soeslowaindradini. Psikologi
Perkembangan (Masa Remaja). Surabaya : Usaha Nasional.
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Realita Pemuda Indonesia: Makalah Krisis Moral Remaja Diera Globalisasi"
Post a Comment