Dr Adian Husaini Mengugat Sekolahisme
Pakar pemikiran Islam, Dr Adian Husaini, menyatakan umat Islam dan masyarakat pada umumnya tidak boleh terjebak konsep “sekolahisme”. Dari sejak zaman Rasulullah, umat Islam tidak mengenal sekolah, justru yang diwajibkan dan dibebankan kepada setiap individu umat Islam adalah menuntut ilmu.
“Kita umat Islam tidak boleh memandang sempit pendidikan. Apalagi melihat sekolah itu harus formal seperti sekarang. Itu keliru. Kejayaan umat pada peradaban Islam pertama yang dipimpin Muhammad saw itu tidak memandang orang harus masuk sekolah mana, jurusan apa dan tidak menekankan aspek materi dalam memilih pendidikan,” kata Dr. Adian dalam acara Kajian Umum dan Silaturahmi Ma‘ had ‘Aly Imam Al-Ghazaly dan Pesantren Tahfizhul Qur’an Cahaya Nusantara, Jetak, Wonorejo, Gondangrejo, Kab. Karanganyar, (3/9).
Dr. Adian menekankan bahwa hakikat pendidikan adalah melahirkan generasi yang luar biasa. Generasi yang belajar dengan ikhlas mengharap ridha Allah. “Rasulullah adalah suri teladan saat membangun sistem pendidikan untuk umat yang hebat dalam fisik dan ilmu. Arahan pertama Rasulullah adalah tanamkan nilai adab dan ilmu pada anak, tanamkan akhlak pada anak. Misalnya didikan Rasulullah kepada para sahabat. Beliau langsung mendidik mereka di lapangan dan membangun dialog dengan benari," jelas Dr. Adian.
Ia melanjutkan bahwa tantangan mengikuti sistem pendidikan Rasulullah sungguh berat. Tetapi jika orang tua dan guru berperan memberikan pandangan terhadap tujuan hidup dan pentingnya menuntut ilmu untuk menyiapkan generasi terbaik, maka Insya Allah ini bisa terwujud.
“Selain terjebak dengan ide sekolah dari Barat, kita juga selalu menghubungkan kepintaran dengan materi serta cinta dunia. Guru dan orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak kita. Secara umum, nilai adab bisa tertanam kalau ada contoh teladan, kebiasaan, dan sanksi karena akar masalah kita adalah loss of adab Jika anak sudah paham dengan adab, maka ia akan cinta belajar dan ilmunya akan melejit,” ujar Dr. Adian yang juga mantan wartawan senior Republika ini.
Ia menyarankan jika ada orang tua yang melihat potensi anaknya yang cerdas, maka langsung arahkan saja menjadi ulama. Sekarang ini umat Islam kekurangan ulama.
“Coba perhatikan siapa ulama kita yang sekarang ahli atau pakar hadits, kristologi, tafsir Al-Qur’an, Hinduisme, dan sejarah Islam. Sebaliknya, kita merasa bangga dengan anak yang hanya mementingkan materi. Kita merasa bangga dengan anak yang terlatih menjawab soal ujian, bukan menjawab soal kehidupan,” tambahnya
Di akhir acara, Dr. Adian mengingatkan pesan Imam Syafi‘i dalam menuntut ilmu. Agar sukses menuntut ilmu, murid perlu kecerdasan, rasa tamak terhadap ilmu (haus ilmu), sifat sabar, butuh biaya, dan petunjuk guru. Menurut Dr. Adian, guru terbaik adalah orang tua.
(Busroh)
“Kita umat Islam tidak boleh memandang sempit pendidikan. Apalagi melihat sekolah itu harus formal seperti sekarang. Itu keliru. Kejayaan umat pada peradaban Islam pertama yang dipimpin Muhammad saw itu tidak memandang orang harus masuk sekolah mana, jurusan apa dan tidak menekankan aspek materi dalam memilih pendidikan,” kata Dr. Adian dalam acara Kajian Umum dan Silaturahmi Ma‘ had ‘Aly Imam Al-Ghazaly dan Pesantren Tahfizhul Qur’an Cahaya Nusantara, Jetak, Wonorejo, Gondangrejo, Kab. Karanganyar, (3/9).
Dr. Adian menekankan bahwa hakikat pendidikan adalah melahirkan generasi yang luar biasa. Generasi yang belajar dengan ikhlas mengharap ridha Allah. “Rasulullah adalah suri teladan saat membangun sistem pendidikan untuk umat yang hebat dalam fisik dan ilmu. Arahan pertama Rasulullah adalah tanamkan nilai adab dan ilmu pada anak, tanamkan akhlak pada anak. Misalnya didikan Rasulullah kepada para sahabat. Beliau langsung mendidik mereka di lapangan dan membangun dialog dengan benari," jelas Dr. Adian.
Ia melanjutkan bahwa tantangan mengikuti sistem pendidikan Rasulullah sungguh berat. Tetapi jika orang tua dan guru berperan memberikan pandangan terhadap tujuan hidup dan pentingnya menuntut ilmu untuk menyiapkan generasi terbaik, maka Insya Allah ini bisa terwujud.
“Selain terjebak dengan ide sekolah dari Barat, kita juga selalu menghubungkan kepintaran dengan materi serta cinta dunia. Guru dan orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak kita. Secara umum, nilai adab bisa tertanam kalau ada contoh teladan, kebiasaan, dan sanksi karena akar masalah kita adalah loss of adab Jika anak sudah paham dengan adab, maka ia akan cinta belajar dan ilmunya akan melejit,” ujar Dr. Adian yang juga mantan wartawan senior Republika ini.
Ia menyarankan jika ada orang tua yang melihat potensi anaknya yang cerdas, maka langsung arahkan saja menjadi ulama. Sekarang ini umat Islam kekurangan ulama.
“Coba perhatikan siapa ulama kita yang sekarang ahli atau pakar hadits, kristologi, tafsir Al-Qur’an, Hinduisme, dan sejarah Islam. Sebaliknya, kita merasa bangga dengan anak yang hanya mementingkan materi. Kita merasa bangga dengan anak yang terlatih menjawab soal ujian, bukan menjawab soal kehidupan,” tambahnya
Di akhir acara, Dr. Adian mengingatkan pesan Imam Syafi‘i dalam menuntut ilmu. Agar sukses menuntut ilmu, murid perlu kecerdasan, rasa tamak terhadap ilmu (haus ilmu), sifat sabar, butuh biaya, dan petunjuk guru. Menurut Dr. Adian, guru terbaik adalah orang tua.
(Busroh)
0 Response to "Dr Adian Husaini Mengugat Sekolahisme"
Post a Comment