Pembuktian Wujud Tuhan
1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan zaman modern terhadap
agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat
melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam
di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada
analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama
batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu modern juga
batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak
mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu
metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan
sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan “analogi
ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu percobaan dipandang sebagai
kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara
langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena
dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang
sama.
Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang
pasti, karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada persoalan yang dapat diamati
dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori yang disimpulkan dari
pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk mengobservasi.
Orang yang mempelajari ilmu
pengetahuan modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern,
hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum
dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat
yang tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun tidak mampu
melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: “Gaya” (force),
“Energy”, “alam” (nature), dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang
sarjana pun yang mengenal apa itu: “Gaya, energi, alam, dan hukum alam”.
Sarjana tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut
secara sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan
penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada
sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dengan demikian tidak berarti bahwa
agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu pengetahuan adalah percaya
kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan
kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang
lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir
dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan
ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat,
yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh
jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain.
Para sarjana masih menganggap bahwa
hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang nilainya dari hakikat yang
diamati. Mereka tidak dapat mengatakan: Kenyataan yang diamati adalah
satu-satunya “ilmu” dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu,
sebab tidak dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang
ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati.
Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi
yang terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para sarjana.
2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang
menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan
bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak
ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya
pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah
dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi
alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan
yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya
Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui
adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu
bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan
percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa
pencipta?
3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang
mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih
banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua termodinamika”
(Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan
berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan
hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas
membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut
menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih
menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas
tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan
energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara “energi yang ada” dengan
“energi yang tidak ada”.
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa
proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap
berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali.
Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya,
sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.
Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
4. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat dengan
bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak
mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan
hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari
berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis
edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi
terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi
matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu
tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan planet-planet dan
asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di
samping itu masih ada ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap
sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut
juga beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita,
beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000
tahun cahaya.
Logika manusia dengan memperhatikan
sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa
mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa
di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan
sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil
ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil
inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman
dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat,
1996:78-80).
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
0 Response to "Pembuktian Wujud Tuhan"
Post a Comment