Belajar Islam: Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa
kata iman berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya.
Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak
dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti
yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak
mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya,
masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan
mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan
membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165
dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta
kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada
Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut
Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang
yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan
kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah
Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan
lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi
waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan
kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat
juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu
dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan warna tentang
sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa':51 yang dikaitkan dengan jibti
(kebatinan/idealisme) dan thaghut (realita/naturalisme). Sedangkan dalam
surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina
aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar menurut Allah.
Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata
Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang
diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan
dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti positif. Dengan demikian,
kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya,
dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan
selainnya, disebut iman bathil.
Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut
iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong
seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan
mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan
hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk
mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman
bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri
seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam
agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu
tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim
tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang
dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh.
Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa,
kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat
seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari
Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan
segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada
ajaran Islam.
Proses Terbentuknya Iman
Spermatozoa dan ovum yang diproduksi
dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan ajaran Allah, merupakan
benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari
rezeki yang halalanthayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang
sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak
lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup
suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung.
Oleh karena jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin,
maka isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki
Allah.
Benih iman yang dibawa sejak dalam
kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila
tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah.
Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang
akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan
keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati
seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara
langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat
berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga
senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik
maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku
baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal
ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang
berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan
iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi
senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai
iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang
tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya
menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini
mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat
pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak
diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses
pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa
saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang
dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam
melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah
satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku
tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya tercakup juga
sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali secara fisik
langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat
menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara tidak langsung itu
adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini
dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan
nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai
nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah laku
yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah
laku terpola.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah,
dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara
langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam
hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya,
yaitu:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu
proses yang penting, terus menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah
suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap
selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat
tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut
diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman
dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak
didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi
(yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi
(yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman
penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai
dalam diri manusia secara lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan bilamana
nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai
tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir
semata-mata.
Prinsip ini menekankan pentingnya
mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi
metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang
mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu
dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan
nilai hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak
didik mendapat kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai
peristiwa pengalaman pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi
kristalisasi nilai iman.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru
benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena
itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru teruji secara tuntas bilamana sudah
diterima secara sosial. Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan
tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya
terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan
seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan
penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang
tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku,
sebagai kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke
dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan
koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh
terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara konsisten, yaitu secara
tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan
antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah
bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang
mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren. Alasannya,
caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan
terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa
setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah
berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka
dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih
lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas,
senantiasa menghadapkan setiap orang pada problematika kehidupan yang menuntut
pendekatan yang luas dan menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang
berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi
sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak
dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap
kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang
berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah
agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan
keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang
integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman
sebagai berikut:
- Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak dia pahami.
- Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).
- Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
- Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.
- Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
- Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
- Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
- Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.
Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku
bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maudadi menyebutkan
tanda orang beriman sebagai berikut:
- Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
- Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
- Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat
- Senantiasa jujur dan adil
- Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi
- Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.
- Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut.
- Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
- Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
0 Response to "Belajar Islam: Pengertian Iman"
Post a Comment