Filsafat Ilmu: Tujuan Implikasi Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah :
· Mendalami
unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
· Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,
sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
· Menjadi
pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
· Mendorong
pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkanya.
· Mempertegas
bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.
Sementara itu Obyek material
filsafat adalah fenomena-fenomena didunia ini yang ditelaah oleh ilmu, sedang
obyek formal adalah pusat perhatian dalam penelaahan ilmuan terhadap fenomena
itu. Penggabungan antara obyek material dan obyek formal sehingga merupakan
pokok soal tertentu yang dibahas dalam pengetahuan ilmiah merupakan obyek yang
sebenarnya dari cabang ilmu yang bersangkutan. Pembagian obyek-obyek itu
dikemukakan oleh George Klubertanz. Penjelasan yang diberikannya berbunyi
demikian : Obyek material secara tak menentu dan dalam keseluruhannya menunjukkan
pokok soal suatau pengetahuan (terutama suatu pengetahuan demonstratif) dalam
hubungan dengan proposisi-proposisi yang dapat dibuat tentangnya. Dengan kata
sifat “material” kita tidak mengimplikasikan bahwa ada materi dalam
susunan pokok soal itu, kita bermaksud menunjukkan bahwa obyek itu bagi
pengetahuan seperti bahan-bahan bagi seorang seniman atau seorang tukang.
Bila kita memandang
pengetahuan-pengetahuan demonstratif sebagaimana telah dikembangkan dewasa ini,
kita menemukan bahwa ada pengetahuan-pengetahuan berbeda-beda tentang pokok
soal yang sama ( misalnya, Biologi, Psikologi, dan Filsafat kodrat manusia
mempunyai sekurang-kurangnya sebagian, pokok soal yang sama, manusia). Dan
semuanya itu bermaksud menemukan apa yang dapat diketahui tentang manusia,
semuanya itu mempunyai obyek material yang sama. Lalu apa perbedaaannya ?
cara-cara mengetahui, dan macam-macam pengetahuan yang diperolehnya,
berbeda-beda, macam perbedaan ini adalah obyek yang dipandang secara eksplisit
sebagaimana obyek itu dapat diketahui.
Oleh karenanya, cara pengetahuan
kita, asas-asas yang kita pakai, jenis argumentasi yang kita gunakan, termasuk
dalam pengertian obyek formal. Untuk memberikan lukisan yang cermat dan lengkap
tentang suatu pengetahuan, kita menunjukkan obyek materialnya sebagaimana
dicirikan oleh obyek formalnya, ini kita sebut obyek sebenarnya dari suatu
pengetahuan.
Menurut Dardiri (2000) bahwa objek
material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam
kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi
dua, yaitu :
ü Ada yang
bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
umumnya.
ü Ada yang
bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak
mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Pendidikan Islam
Untuk memahami Sub bahasan Filsafat
ilmu pendidikan Islam ini dapat didekati dari permasalahan pokok tentang apa
itu filsafat, filsafat ilmu, dan pendidikan Islam. Telah diketahui bahwa
filsafat merupakan disiplin dan sistem pemikiran tentang enam jenis persoalan
berhubungan dengan “(1) hal ada, (2) pengetahuan, (3) metode, (4) penyimpulan,
(5) moralitas, dan (6) keindahan. Keenam jenis persoalan ini merupakan materi
yang dipelajari, dan kemudian menjadi bagian utama studi filsafat yang terkenal
sebagai metafisika, epistemologi, metodologi, logika, etika dan estetika”.[10]
Sebagai suatu sistem pemikiran
menurut M. Dimyathi maka kegiatan penalaran filosofis dapat dikatagorikan
sebagai kegiatan analisis, pemahaman, diskripsi, penilaian, penafsiran, dan
perekaan. Kegiatan penalaran tersebut bertujuan untuk mencapai kejelasan,
kecerahan, keterangan, pembenaran, pengertian dan penyatupaduan. Secara
keseluruhan filsafat mempelajari keenam jenis persoalan tersebut
berdasarkan kegiatan penalaran reflektif dan hasil refleksinya terwujud
dalam pengetahuan filsafati.[11]
engetahuan filsafati merupakan induk
dari Ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) yang mana keduanya merupakan
potensi esensial pada manusia dihasilakan dari proses berpikir. Berpikir
(na>tiq) adalah sebagai karakter khusus yang memisahkan manusia dari hewan
dan makhluk lainya. Oleh karena itu keunggulan manusia dari spesies-spesies
lainnya karena ilmu dan pengetahuannya.
Dalam teologi Islam diyakini bahwa
manusia dengan potensi natiq memiliki kemampuan filosofis dan ilmiah. Potensi
inilah yang secara spesifik melahirkan daya Filsafat Ilmu. Filsafat ilmu adalah
segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal
yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia. Filsafat Ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran
yang eksistensinya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling
mempengaruhi antara filsafat dan ilmu.
Dengan demikian, Filsafat Ilmu
merupakan satu-satunya medium resmi untuk memperbincangkan ilmu. Dalam
kaitannya dengan ilmu, filsafat tidak lebih dari model pandang atau perspektif
filosofis terhadap ilmu. Karena itu, tidak menawarkan materi-materi ilmiyah,
tetapi sekedar tinjauan filsofis mengenai pengetahuan yang dicapai oleh suatu
ilmu. Bidang Filsafat Ilmu meliputi epistimologi, aksiologi, dan ontologi.
Dalam ranah pendidikan Islam, ketiga bidang filsafat ilmu ini perlu dijadikan
landasan filosofis, terutama untuk kepentingan pengokohan dan pengembangan
pendidikan Islam itu sendiri.
Manusia dengan potensi natiqnya
mendudukkan sebagai subyek pemikir keilmuan sekaligus menggambarkan sebagai
individu yang secara epistemologi memiliki kerangka berfikir keilmuan, dan memiliki
dunia kemanusiaan obyektif yang berlapis. Lapisan pemikiran obyektif tersebut
menurut Dimyati terwujud dalam dunia human, sebagai salah satu wujud ontologis
manusia. Secara ontologis dunia manusia meliputi keberadaan secara fisik,
biotis, psikis, dan human. Pada taraf human ini dengan tingkatan-tingakatan (1)
keimanan, yang mengitegrasikan bakat kemanusiaan, (b) pribadi, sebagai
pengintegrasi segala aspek jiwa manusia yang internasional, (c) keakuan, suatu
lapis luar kejiwaan yang dinamis, (d) dunia religius, (e) dunia kebudayaan
sebagai ekpresi etis, estetis dan epistemis.[12]
Obyek filsafat tersebut -dalam
filsafat pendidikan Islam sebagaimana filsafat pada umumnya- menerapkan metode
kefilsafatan yang lazim dan terbuka. Hanya obyek masing-masing yang membedakan
antara berbagai cabang dan jenis filsafat. Demikian pula hubungan antara
filsafat pendidikan dengan filsafat pendidikan Islam. Jenis pertama menempatkan
segala yang ada sebagai obyek, sementara yang kedua mengkhususkan pendidikan
dan yang terakhir lebih khusus lagi pendidikan Islam. Sedangkan filsafat ilmu
pendidikan Islam berarti penerapan metode filsafat ilmu meliputi ontologi,
epistemologi dan aksiologi terhadap keilmuan pendidikan Islam.
Ahmad Tafsir memberi penjelasan
tentang perbedaan antara filsafat dan ilmu (sains), dan filsafat pendidikan
Islam. Menurutnya filsafat ialah jenis pengetahuan manusia yang logis
saja, tentang obyek-obyek yang abstrak. Ilmu ialah jenis pengetahuan
manusia yang diperoleh dengan riset terhadap obyek-obyek empiris;
benar tidaknya suatu teori ilmu ditentukan oleh logis-tidaknya dan ada-tidaknya
bukti empiris. Adapun filsafat pendidikan Islam adalah kumpulan teori pendidikan
Islam yang hanya dapat dipertanggung jawabkan secara logis dan tidak akan dapat
dibuktikan secara empiris.[13]
Mengaitkan Islam dengan katagori
keilmuan, seperti dalam konsep pendidikan, menurut Mastuhu umumnya berhadapan
dengan pengertian Islam sebagai sesuatu yang final. Dalam katagori ini, Islam
dapat dilihat sebagai kekuatan iman dan taqwa, sesuatu yang sudah final.
Sedangkan katagori ilmu memiliki ciri khas berupa perubahan, perkembangan dan
tidak mengenal kebenaran absolut. Semua kebenarannya bersifat relatif.[14]
Baik Filsafat ilmu, filsafat
pendidikan dan khususnya lagi filsafat pendidikan Islam sangat penting untuk
dikaji, karena menurut Al-Shaybani setidaknya filsafat pendidikan memiliki
beberapa kegunaan. Diantara manfaat itu ialah (1) dapat menolong
perangcang-perangcang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakannya
dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan,
(2) dapat membentuk asas yang dapat ditentukan pandangan pengkajian yang umum
dan yang khusus, (3) sebagai asas terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti
yang menyeluruh, (4) sandaran intelektual yang digunakan untuk membela tindakan
pendidikan, (5) memberi corak dan pribadi khas dan istemewa sesuai dengan
prinsip dan nilai agama Islam.[15]
Semoga
Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
KETERANGAN
[10] The Liang
Gie, Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat (Yogyakarta: Karya
Kencana, 1977), 11.
[12] M. Dimyati, Keilmuan Pendidikan Sekolah Dasar:
Problem Paradigma Teoritis dan Orientasi Praktis Dilematis (Malang: IPTPI,
2002), 5.
[13] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif
Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 14.
[15] ‘Umar Muhammad Al-T{aumi> Al-Shayba>ni>,
Falsafah Pendidikan Islam, ter. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), 30.
0 Response to "Filsafat Ilmu: Tujuan Implikasi Filsafat Ilmu"
Post a Comment