Hikmah dan Tujuan Puasa di Bulan Ramadhan
Islam agama yang sempurna dan paripurna. Tidak ada sesuatu yang
Allah Subhanahu wata’ala perintahkan untuk dilaksanakan atau Dia larang agar
dijauhi selain ada hikmah yang agung di dalamanya. Di antara nama-nama Allah
subhanahu wata’ala adala Al-Hakim sebagimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Dialah Allah Yang Hakim (Maha Bijaksana) lagi
‘Alim (Maha Mengetahui).” [QS. Adz-Dzariyat: 30]
Syekh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan makna Al-Hakim,
artinya Dzat Yang Maha memiliki hikmah sempurna. Tidak ada satu makhluk pun
yang keluar dari lingkaran hikmah Allah, dan tidak ada satu perintah pun yang
keluar dari lingkup hikmah-Nya. Allah tidak pernah menciptakan sesuatu pun
kecuali untuk suatu hikmah, dan tidak pernah memerintahkan sesuatu pun kecuali
untuk suatu hikmah. Hikmah ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya yang tepat.
Setiap
syariat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala, sarat dengan hikmah dan
tujuan kemaslahatan bagi umat manusia di dunia maupun di akhirat, ada yang
diketahui oleh manusia dan ada pula yang merupakan rahasia Allah Al-Hakim.
Di
antara syariat Allah Subhanahu wata’ala yang agung adalah perintah berpuasa di
bulan Ramadhan yang bermakna menahan diri dari segala pembatal puasa yang
disertai dengan niat dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Ibadah
ini telah disyariatkan untuk umat sebelum Islam sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS.
Al-Baqarah: 183]
Allah Subhanahu wata’ala
memerintahkan orang-orang beriman di kalangan umat ini dan bahkan umat-umat
sebelumnya untuk berpuasa, tentu ada hikmah dan tujuan yang agung di dalamnya,
di antara hikmah dan tujuan tersebut ialah:
1. Ibadah puasa
mendekatkan diri kita kepada Allah dengan lebih memilih kecintaan kepada-Nya
dan meninggalkan kecintaan kepada sesuatu yang disukai oleh jasad seperti makan,
minum dan jima’. Hal ini menunjukkan kebenaran cinta seorang hamba kepada Rabbnya.
2. Ibadah puasa akan
mengantarkan diri kepada takwa, karena ibadah puasa sarat dengan aktivitas
ketakwaan.
Ada
banyak definisi takwa yang diungkapkan oleh para sahabat, dan kesemuanya itu
nampak dalam ibadah puasa:
•
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang takwa bahwa: engkau
menaati-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya, mengingat-Nya dan tidak
melupakan-Nya, mensyukuri-Nya dan tidak mengufuri-Nya.
Ibadah
puasa adalah ketundukan kepada Allah Subhanahu wata’ala, melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Bukan sekedar menahan diri
dari makan dan minum serta jima’, akan tetapi juga menjauhkan diri dari segala
perbuatan dosa dan maksiat yang dapat menghapus atau mengurangi pahala ibadah
tersebut. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta (seperti
bersumpah palsu, menggunjing orang, mengadu domba, serta mencaci atau mencela) dan
melakukan perbuatan yang dilarang (seperti berbuat zalim, menipu, berkhianat,
melanggar janji, dan makan harta riba) serta melakukan kebodohan (maksiat dan
perusakan), niscaya Allah tidak peduli dengan usahanya dalam meninggalkan makan
dan minumnya ( puasanya).” [HR. Bukhari ]
Disebutkan
dalam Kifayatul Hajah fi Syarh Sunan Ibn Majah [2/170], Imam Muhammad bin Hayat
as-Sindi menulis: “Seluruh perbuatan
maksiat merupakan tindakan yang bodoh.”
Dalam
keadaan berpuasa, ingatan dan hati akan senantiasa terpaut dengan Allah
Subhanahu wata’ala, karena lapar dan haus sepanjang hari ini dilakukan karena
memenuhi perintah-Nya.
Terhalangnya
nikmat yang biasa dirasakannya, akan membuat manusia memahami arti nikmat
tersebut yang mengantarkannya kepada sikap syukur.
•
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa takwa adalah rasa takut
kepada Allah Al-Jalil, dan beramal dengan apa yang diturunkan-Nya (Al Quran dan
Sunnah), serta mempersiapkan diri menghadapi hari kiamat.
Ibadah
puasa merupakan ibadah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya yang
melahirkan rasa takut kepada-Nya. Seorang muslim sadar akan muraqabatullah
(pengawasan Allah Subhanahu wata’ala) terhadap seluruh makhluk-Nya. Ya, tidak
satu pun perkataan dan perbuatan kecuali Allah mengetahuinya dan malaikat
mencatatnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala yang artinya:
“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu
ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang
selalu hadir.” [QS. Qaaf: 17-18].
Oleh
sebab itu, muncullah semangat untuk beramal saleh sesuai tuntunan-Nya dengan
penuh keikhlasan dan mengharapkan amalnya dibalas oleh Allah Subhanahu
wata’ala, sebagai bekalnya di hari kemudian.
Ketakwaan
menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diraih oleh setiap muslim dalam
kehidupannya karena takwa menjadi bekal utama dalam melintasi samudra kehidupan
ini. Ada banyak problematika kehidupan yang harus dihadapi, termasuk di
antaranya adalah persoalan rezeki, Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
membukakan jalan keluar baginya. Dan dia memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangkasangka.” [ QS. Ath-Thalaq : 2-3]
Dalam
ayat ini Allah memberi dua jaminan kepada orang yang bertakwa:
a.
Membukakan baginya jalan keluar. Dalam tafsir Al-Qurthubi disebutkan, akan
diselamatkan di dunia maupun di akhirat.
b.
Memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Ibnu Katsir menyebutkan
dalam tafsirnya: tidak disangka sangka artinya tidak pernah terlintas dalam
benaknya.
Dan
Allah Subhanahu wata’ala telah menyiapkan surga untuknya di akhirat sebagaimana
firmanNya:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” [QS. Ali
Imran: 133]
3.
Ibadah puasa menjadi sarana agar terhindar dari godaan setan, karena darah
manusia bersumber dari makanan dan minuman, dengan berpuasa pembuluh darah yang
merupakan jalan setan akan menyempit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran
darah.” [HR. Bukhari dan Muslim]
4.
Ibadah puasa menguatkan ruh seorang mukmin.
Karena
dengan jauhnya manusia dari godaan setan dan kurangnya interaksi terhadap
pembatal puasa, ada kemudahan dalam melaksanakan rangkaian ibadah lainnya
seperti memperbanyak membaca Al Quran, menghadiri shalat jamaah, melaksanakan
shalat malam, bangun di waktu sahur, bersedekah dan memperbanyak doa, zikir,
dan istighfar, sehingga lahirlah pribadi yang kuat keimanannya dan penuh
semangat dalam beramal, hal ini terjadi dalam waktu satu bulan penuh yang dalam
teori pelatihan semestinya memberi perubahan bahkan menjadi kebiasaan yang
berlanjut pada bulan-bulan berikutnya.
5.
Ibadah puasa menyehatkan jasad.
Bangun
untuk sahur di sepertiga malam terakhir dan shalat malam, pada saat tersebut
menurut pakar kesehatan adalah waktu di mana oksigen di atmosfer bumi dapat
dihirup dan dinikmati hingga terbit matahari sehingga jika otot-otot tubuh
digerakkan, maka akan membuat badan segar dan peredaran darah menjadi lancar.
Oksigen
tersebut akan hilang dari atmosfer bumi selepas matahari terbit. Hanya manusia
yang bangun pada waktu ini yang dapat menikmati oksigen tersebut.
Pada
saat manusia tertidur, banyak perbaikan dan pertumbuhan hormon dalam tubuh yang
baik, namun pada waktu sahur, hormon tersebut mulai tidak aktif dan saat
tersebut justru yang mulai aktif adalah hormon kortisol atau hormon stres yang
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kadar gula, melemahkan
otot-otot, dan meningkatkan lemak tubuh yang mana kesemuanya itu menjadi sumber
segala penyakit.
Dengan
bangun pada waktu sahur atau sepertiga malam terakhir maka akan menghentikan
kerja hormon kortisol tersebut sehingga dapat mencegah berbagai macam penyakit.
Hal ini pernah diteliti oleh Prof. Dr. M. Sholeh dari FK UNAIR dan
dipresentasikan di Harvard University Amerika Serikat.
Puasa
sendiri sangat dikenal dalam dunia kesehatan. Puasa merupakan bagian dari terapi
detoksifikasi (membersihkan racun dalam tubuh) yang paling tua dalam sejarah
peradaban manusia di muka bumi ini. Penumpukan vitamin dan asam amino dalam
tubuh tidak boleh melewati masa yang lama karena akan membahayakan, maka harus
segera dikeluarkan.
Dengan
berpuasa, berarti kita akan membatasi kalori yang masuk ke dalam tubuh sehingga
hal ini akan menghasilkan enzim antioksidan yang akan dapat membantu dalam
membersihkan zat-zat racun ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat
berpuasa terjadi peningkatan limfosit hingga sepuluh kali lipat, yang akan
memberi pengaruh terhadap peningkatan kekebalan tubuh.
Sangat
agung perintah ibadah puasa ini karena mencakup seluruh dimensi kebutuhan
manusia di dunia dan di akhirat, menjadi sarana penguatan jasad dan ruh sebagai
bekal perjalanan dunia dan meraih kecintaan-Nya. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:
“Mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada
keduanya ada kebaikan.” [HR. Muslim]
Dan
pada saat yang sama mendapatkan pula bekal akhirat. Allah Ta’ala berfirman yang
artinya:
“Dan siapkanlah bekal. Karena sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku hai orangorang yang berakal.” [QS.
Al-Baqarah: 197]
Baca Juga: Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan
Terimah Kasih atas kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Hikmah dan Tujuan Puasa di Bulan Ramadhan"
Post a Comment