Ketenangan Hati Bagi Para Pembaca Al-Qur'an
Abdullah bin ‘Umar bercerita, “Aku
pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada
(rasa) hasad kecuali kepada dua orang, yaitu orang yang diberi al-Kitab oleh
Allah sedang dia membacanya di tengah malam dan siang hari, dan orang yang
diberi harta oleh Allah sedang dia menyedekahkannya di tengah malam dan di
siang hari.” (HR. al-Bukhari).
Kemudian Al-Bukhari meriwayatkan dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda;
“Tidak ada hasad kecuali kepada dua orang, yaitu orang yang
diajari Al-Qur’an oleh Allah lalu dia membacanya di tengah malam dan siang
hari, kemudian tetangganya mendengarnya dan berkata, ‘Seandainya aku diberi apa
yang diberikan kepada si fulan, niscaya aku akan melakukan seperti apa yang
dikerjakannya.’ Dan orang yang diberi kekayaan oleh Allah, lalu dia
mengalokasikannya dalam kebenaran, kemudian ada orang berkata, ‘Seandainya aku
diberi seperti apa yang diberikan kepada si fulan itu, niscaya aku akan melakukan
seperti apa yang dilakukannya.’”
Kandungan kedua hadits di atas bahwa
orang yang suka membaca al-Qur’an selalu merasa senang, yaitu dalam keadaan
baik, karenanya dia harus berusaha mempertahankan apa yang ada padanya.
Disebut ghibthah (bukan hasad) jika
seseorang mengharapkan nikmat seperti yang dirasakan dua orang tersebut. Hal
tersebut jelas berbeda dengan sifat iri (hasad) yang tercela, yaitu
mengharapkan hilangnya nikmat dari orang yang menjadi obyek hasadnya tersebut,
baik orang tersebut memperoleh nikmat tersebut maupun tidak. Menurut syari’at,
hal itu sangat tercela dan merusak. Dan itulah kedurhakaan pertama kali yang
dilakukan oleh iblis, yaitu ketika dia iri kepada Adam ‘alaihissalam atas apa
yang dikaruniakan Allah kepadanya, baik itu berupa kemuliaan, penghormatan,
maupun pengagungan. Sedangkan iri yang disyari’atkan dan terpuji adalah iri
yang tetap menginginkan langgengnya keadaan yang membahagiakan.
Abu Kabsyah al-Anmari berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,.
“Perumpaan umat ini adalah seperti empat orang, yaitu
seseorang yang diberi kekayaan dan ilmu oleh Allah, lalu dia mengamalkannya dan
pada kekayaannya dia menginfakkannya kepada yang berhak. Dan seseorang yang
diberi ilmu oleh Allah tetapi ia tidak diberi kekayaan, lalu ia berkata,
‘Seandainya aku memiliki harta seperti ini, niscaya aku akan memanfaatkannya
seperti yang dilakukan oleh orang itu.’ Rasulullah berkata, ‘Keduanya sama
dalam penerimaan pahala.’ Serta seseorang yang diberi kekayaan oleh Allah
tetapi ia tidak diberi ilmu oleh-Nya, lalu dia menghamburkan dan membelanjakan
tidak pada haknya. Dan seseorang yang tidak diberi kekayaan dan (tidak) juga
ilmu oleh Allah sedang dia mengatakan, ‘Seandainya aku memiliki kekayaan
seperti orang itu, niscaya aku akan melakukan seperti yang dia lakukan.’
Rasulullah berkata, ‘Maka keduanya sama dalam hal dosanya.’” (Sanadnya shahih)
Walillahil hamdu wal minnah.
Ditulis ulang dengan sedikit peringkasan dari buku “Tafsir
Ibnu Katsir” jilid 8 (edisi terjemah Indonesia), Penyusun: Dr. ‘Abdullah bin
Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq alu syaikh.
Baca Juga: Adab & Sunnah Saat Berbuka Puasa
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Ketenangan Hati Bagi Para Pembaca Al-Qur'an"
Post a Comment