Adab & Sunnah Saat Berbuka Puasa
Pertama: Menyegerakan
Berbuka Puasa
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda; “Manusia
akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad As-Saa’idi radhiyallahu’anhu].
Sepakat ulama bahwa yang dimaksud
menyegerakan berbuka apabila telah terbenam matahari,[1] hendaklah segera
berbuka, jangan ditunda-tunda. Kebaikan yang dimaksud dalam hadits ini adalah
peneladanan terhadap sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.[2]
Hadits yang mulia ini juga sebagai
bantahan terhadap golongan sesat Syi’ah dan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani)
yang menunda-nunda waktu berbuka sampai munculnya bintang-bintang.[3]
Kedua: Cara Memastikan Terbenamnya
Matahari
Cara memastikan terbenamnya matahari bisa dengan tiga
cara:[4]
1) Melihat
langsung.
2) Mendengar
berita yang terpercaya.
3) Mendengar adzan Maghrib.
Ketiga: Hukum Orang yang Berbuka
Sebelum Matahari Terbenam Karena Mengira Sudah Terbenam
Kondisinya ada dua:
1) Kondisi ragu, yaitu apabila ia
berbuka dalam keadaan ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, kemudian
akhirnya menjadi jelas bahwa ternyata matahari belum terbenam, maka puasanya
batal dan wajib baginya untuk meng-qodho’, karena pada asalnya adalah tetapnya
siang, tidak boleh dihukumi malam kecuali dengan keyakinan.[5]
2) Kondisi yakin, yaitu apabila ia
berbuka dalam keadaan yakin bahwa matahari telah terbenam, kemudian ternyata
menjadi jelas bahwa matahari belum terbenam, maka pendapat yang kuat insya
Allah puasanya tidak batal, hendaklah ia melanjutkan puasanya sampai terbenam
matahari dan tidak perlu meng-qodho’.
Berdasarkan hadits Asma’binti Abu
Bakr radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Kami berbuka di masa Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam pada hari mendung, kemudian matahari muncul.” Dikatakan kepada Hisyam
(rawi hadits): Apakah mereka diperintahkan untuk meng-qodho’? Beliau berkata:
Harus di-qodho’. Dan berkata Ma’mar, Aku mendengar Hisyam berkata: Aku tidak
tahu mereka meng-qodho’ atau tidak.” [HR. Al-Bukhari]
Pendapat harus meng-qodho’ dalam
riwayat di atas hanyalah ijtihad Hisyam bin Urwah rahimahumallah, bukan dari
hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Pendapat yang lebih kuat insya Allah
adalah puasa mereka tetap sah dan tidak wajib qodho’, karena tidak ada riwayat
bahwa mereka diperintahkan untuk meng-qodho’, bahkan telah dinukil riwayat oleh
Hisyam rahimahullah sendiri dari Bapaknya; Urwah rahimahullah, yang memastikan
bahwa mereka tidak diperintahkan untuk meng-qodho’. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata,
“Dan Hisyam telah menukil dari bapaknya; Urwah, ‘Bahwa mereka
tidak diperintahkan untuk meng-qodho’.’ Dan Urwah lebih berilmu dari anaknya.”
[Majmu’ Al-Fatawa, 25/232]
Keempat: Makanan yang Disunnahkan
untuk Berbuka
Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallaahu’anhu berkata;
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa dengan kurma muda
sebelum sholat Maghrib, jika tidak ada kurma muda maka dengan kurma matang,
jika tidak ada maka beliau meminum beberapa teguk air.” [HR. Abu Daud dan
At-Tirmidzi, Ash-Shahihah: 2650].
Tidak disunnahkan memakan kurma dalam
jumlah ganjil, karena tidak ada dalil shahih yang menujukkannya, yang ada dalil
shahih hanyalah ketika memakan kurma sebelum keluar untuk sholat Idul Fitri,
maka disunnahkan dalam jumlah ganjil, dan minimal 3 butir kurma.
Hadits yang mulia ini juga
menunjukkan bahwa jika tidak ada kurma hendaklah air sebagai gantinya, bukan
kue yang manis-manis atau buah-buahan lainnya. Hadits yang mulia ini juga
menunjukkan bahwa waktu berbuka sebelum sholat Maghrib, namun tidak boleh
dengan alasan berbuka kemudian melalaikan sholat Maghrib berjama’ah di awal
waktu, maka yang lebih baik adalah menunda makan malam sampai setelah sholat
Maghrib agar tidak terlambat.[6]
Kelima: Kapankah Waktu Berbuka Puasa
di Negeri yang Siangnya Panjang?
Kondisinya ada dua keadaan:
1) Apabila waktu siang dan malam masih
terbedakan dengan terbitnya fajar dan terbenamnya matahari, walau waktu
siangnya jauh lebih panjang daripada waktu malam maka wajib untuk sholat dan
puasa sesuai waktu yang ditetapkan syari’at, sehingga waktu mulai berpuasa
tetap setelah terbit fajar dan waktu berbuka setelah terbenamnya matahari.
Namun bagi siapa yang tidak mampu menyempurnakan puasa, atau
khawatir akan membinasakannya, atau menyebabkan sakit parah maka boleh baginya
untuk membatalkan puasanya dan wajib baginya untuk qodho’,[7] hukumnya sama
dengan orang sakit yang masih diharapkan kesembuhannya.
2) Apabila waktu siang dan malam tidak
terbedakan, yaitu tidak terlihat matahari terbit dan tidak pula tenggelam, maka
hendaklah diperkirakan waktu sholat 5 waktu dalam 24 jam, dan hendaklah
berpatokan pada negeri terdekat yang mampu membedakan antara waktu siang dan
malam.
Demikian pula waktu puasa, hendaklah
diperkirakan waktu Shubuh dan waktu Maghrib dalam 24 jam, dan hendaklah
berpatokan pada negeri terdekat yang mampu membedakan antara waktu siang dan
malam.[8]
Keenam: Kapan Berbuka Puasa Orang
yang Naik Pesawat?
Hukum asalnya adalah mengikuti waktu
di tempat di mana ia berada, jika di darat mengikuti waktu darat dan jika di
udara mengikuti waktu di udara. Misalkan seseorang berada di pesawat di langit
Jakarta, maka orang-orang yang berada di daratan Jakarta akan lebih dulu
melihat matahari tenggelam, dan disyari’atkan bagi mereka untuk berbuka. Adapun
yang ada di udara, apabila ia masih menyaksikan matahari maka tidak boleh
baginya untuk berbuka atau sholat Maghrib sampai menyaksikannya atau
memastikannya tenggelam.
Demikian pula ketika masuk waktu
Maghrib saat seseorang berada di bandara, maka hendaklah ia berbuka dan sholat
Maghrib, apabila ia naik pesawat dan atau tiba di tempat tujuan, waktu Maghrib
belum masuk maka ia tidak perlu meneruskan puasa dan tidak perlu sholat Maghrib
lagi, karena waktu berbuka dan sholatnya di tempat di mana ia berada sebelumnya
saat masuk waktu tersebut.[9]
Ketujuh: Hukum Berpuasa Wishol
Tidak boleh berpuasa wishol, yaitu
menyambung puasa tanpa berbuka dan tanpa sahur, hanya saja bagi yang ingin
melakukannya diberikan keringanan sampai sahur saja, namun meninggalkannya
lebih baik.[10] Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
“Janganlah kalian menyambung puasa, siapa diantara kalian
yang ingin menyambung maka sambunglah sampai waktu sahur. Para sahabat berkata:
Sesungguhnya engkau menyambung puasa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Sungguh
aku tidak seperti keadaan kalian, aku bermalam dalam keadaan ada yang memberiku
makan dan minum.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]
Kedelapan: Anjuran Memberi Makan
Berbuka Puasa dan Sahur
Jangan lupakan amalan agung di bulan
ini: Memberi makanan berbuka puasa dan sahur untuk orang yang berpuasa.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa memberi makan orang yang berbuka puasa maka ia
mendapat pahala yang sama dengannya tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa
tersebut.” [HR. At-Tirmidzi dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu’anhu,
Shahihul Jaami’: 6415]
Kesembilan: Hukum Ifthor Jama’i (Buka
Puasa Bersama)
Ifthor jama’i; atau buka puasa
bersama bukanlah ibadah secara khusus, namun boleh dikerjakan selama
perkumpulan tersebut tidak diniatkan sebagai ibadah secara khusus, dan apabila
dikhawatirkan muncul riya’ atau sum’ah ketika buka puasa sunnah bersama maka
sebaiknya ditinggalkan.[11]
Kesepuluh: Beberapa Permasalahan
Terkait Doa Ketika Puasa dan Berbuka
1) Hendaklah memperbanyak doa ketika berpuasa, sejak mulai
berpuasa sampai berbuka puasa. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda,
“Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua (untuk
anaknya), doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.” [HR. Al-Baihaqi dari Anas
bin Malik radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1797]
2) Juga dianjurkan banyak berdoa di bulan Ramadhan di waktu
siang dan malamnya.* Raulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari
neraka di setiap siang dan malam Ramadhan, dan bagi setiap muslim di setiap
malam dan siangnya ada doa yang pasti dikabulkan.” [HR. Ath-Thobrani dalam
Al-Mu’jam Al-Aushat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Shahihut
Targhib: 1002]
3) Adakah doa khusus ketika berbuka puasa?* Ulama berbeda
pendapat dalam menghukumi shahih tidaknya hadits-hadits tersebut, dan yang
paling dianggap shahih adalah doa dengan lafaz,
“Dzahabaz Zhoma’ wab-tallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insya
Allah”
“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan telah tetap
pahalanya insya Allah.” [HR. Abu Daud dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]
Sebagian ulama seperti Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini[12] dan Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah mendha’ifkannya.[13] Dan dalam salah satu fatwa Asy-Syaikh Ibnul
‘Utsaimin rahimahullah, beliau tidak memastikan keshahihannya, beliau
menyebutkan padanya ada kelemahan dan beliau mengatakan bahwa sebagian ulama
menghasankannya.[14]
Maka dalam perkara ini ada keluasan
bagi penuntut ilmu untuk meneliti pendapat mana yang lebih kuat, dan tidak ada
celaan bagi orang yang mengikuti salah satu pendapat ulama tersebut sesuai
dengan ilmu yang ia miliki atau hasil penelitiannya, dan kami sendiri cenderung
kepada pendapat yang melemahkannya.
Akan tetapi tetap dianjurkan untuk
banyak berdoa ketika berpuasa dan ketika berbuka puasa, berdasarkan dalil-dalil
yang umum tentang anjuran banyak berdoa di bulan Ramadhan dan ketika berpuasa,
yang telah kami sebutkan sebelumnya.
4) Jangan lupa tetap membaca doa sebelum dan sesudah makan
ketika berbuka,* sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
“Apabila seorang dari kalian mau makan maka ucapkanlah nama
Allah ta’ala (Bismillaah), jika ia lupa mengucapkan nama Allah ta’ala sebelum
makan, hendaklah ia mengucapkan,
“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu” Dengan nama Allah pada
awalnya dan akhirnya.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Aisyah
radhiyallahu’anha, Shahihul Jami’: 380]
Adapun doa setelah makan disebutkan
dalam hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
“Barangsiapa makan makanan lalu membaca,
“Alhamdulillaahillaadzi ath’amaniy hadza wa rozaqoniyhi min
ghairi haulin minni walaa quwwatin.”
‘Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku makan dan menganugerahkan
rezeki itu kepadaku tanpa ada upaya dan kekuatan dariku’, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ini lafaz
At-Tirmidzi, dari Mu’adz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu’anhu, Shahihut
Targhib: 2042]
5) Jangan lupa pula mendoakan kebaikan untuk orang yang telah
memberi makan berbuka kepada kita,* diantaranya dengan doa Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam,
“Afthoro ‘indakumus Shooimuuna, wa akala tho’amakumul
abrooru, wa shollat ‘alaykumul malaaikah”
“Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempat kalian,
orang-orang baik telah memakan makanan kalian dan semoga para malaikat
bersholawat atas kalian.” [HR. Abu Daud dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu,
Shahihul Jaami’: 1137]
Dan doa umum untuk setiap orang yang memberi makan atau
minum,
“Allaahumma ath’im man ath’amani wa asqi man asqooni”
“Ya Allah beri makanlah orang yang memberi makan kepadaku,
dan beri minumlah orang yang memberi minum kepadaku.” [HR. Muslim dari
Al-Miqdad radhiyallahu’anhu]
Catatan Kaki:
[1] Lihat Fathul Baari, 4/199.
[2] Lihat Taysirul ‘Allaam, hal. 335.
[3] Lihat Fathul Baari, 4/199.
[4] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah,
9/30, no. 19793.
[5] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz
rahimahullah, 15/291.
[6] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah,
9/33, no. 18372.
[7] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz
rahimahullah, 15/296.
[8] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz
rahimahullah, 15/297-299.
[9] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah,
10/296-297, no. 2254.
[10] Lihat Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah, 9/24 no. 18601.
[11] Lihat Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah, 9/35 no. 15616.
[12] Lihat Shahih Sunan Abi Daud no.
2041.
[13] Lihat Nashaaih wa Fadhooih, hal.
74.
[14] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail
Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 19/363.
Baca Juga: Bulan Ramadhan dan Kebhinekaan
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Adab & Sunnah Saat Berbuka Puasa"
Post a Comment