Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Umair bin Saad radhiallahu anhu (bag-2)
Rasulullah menghadapkan wajahnya
kepada Umair bin Saad yang tiba-tiba bercucuran air mata gembira membasahi
mukanya yang berseri oleh cahaya iman. Lalu, Rasulullah dengan gembira
mengulurkan tangannya yang mulia, menarik telinga Umair dengan lembut seraya
berkata, "Telingamu cukup nyaring, nak, Allah mengizinkan apa yang
engkau dengar."
Julas telah kembali ke Islam dan
menjadi muslim yang baik. Para sahabat telah mengetahui bagaimana besarnya
jasa baik Julas mengasuh dan membesarkan Umair selaku anak tiri. Dia
bertanggung jawab penuh sebagaimana layaknya bapak kandung Umair. Setiap
kali orang menyebut nama Umair di hadapannya, dia berkata dengan tulus, "Semoga
Allah membalas Umair dengan segala kebajikan, karena dia telah membebaskan saya
dari kekafiran dan dari api neraka."
Kisah yang kita ceritakan ini belum
merupakan gambaran puncak dari kehidupan Umair, melainkan baru merupakan
gambaran kehidupannya waktu kecil. Marilah kita lihat gambaran
kehidupannya yang lebih gemilang dan indah di waktu mudanya.
Dikisahkan bahwa penduduk Hims
sangat kritis terhadap para pembesar mereka sehingga sering mengadu kepada
khalifah. Setiap pembesar yang baru datang memerintah, ada saja celanya
bagi mereka. Dicatatnya segala kesalahan pembesar itu, lalu dilaporkannya
kepada khalifah dan minta diganti dengan yang lebih baik. Karena itu,
khalifah Umar mencari seorang yang tidak bercacat dan namanya belum pernah
rusak untuk menjadi gubernur di sana. Lalu, ia sebar pembantu-pembantunya
untuk mencari orang yang paling tepat. Maka, tidak diperolehnya orang yang
lebih baik selain Umair bin Saad.
Tetapi, sayang Umair ketika itu
sedang bertugas memimpin pasukan perang fi sabilillah di wilayah
Syam. Dalam tugas itu dia berhasil membebaskan beberapa kota,
menghancurkan beberapa benteng, menundukkan beberapa kabilah, dan membangun
masjid di setiap negeri yang dilaluinya.
Saat seperti itulah Amirul Mukminin
memanggilnya kembali ke Madinah untuk memangku jabatan gubernur di
Hims. Khalifah Umar memerintahkan untuk segera berangkat ke
Hims. Umair menerima perintah tersebut dengan hati enggan, karena baginya
tidak ada yang lebih utama selain perang fi sabilillah.
Setibanya di Hims, dipanggilnya
orang banyak berkumpul ke masjid untuk shalat berjamaah. Selesai shalat
dia berpidato. Mula-mula dia memuji Allah dan mengucapkan shalawat untuk
Nabi, dan kemudian dia berkata, "Hai manusia, sesungguhnya Islam adalah
benteng pertahanan yang kokoh dan pintu yang kuat.Benteng Islam itu adalah
keadilan dan pintunya adalah kebenaran (al-haq). Apabila benteng itu
ambruk dan pintunya roboh, pertahanan agama akan sirna. Islam akan
senantiasa kuat selama kekuasaan tegak dengan kokoh. Tegaknya kekuasaan
bukanlah dengan cemeti dan tidak pula dengan pedang, melainkan dengan
menegakkan keadilan dan melaksanakan yang hak."
Selesai berpidato, dia langsung
bertugas sesuai dengan khitah yang telah digariskan dalam pidatonya yang
singkat itu.
Umair bin Saad bertugas sebagai
gubernur di Hims hanya setahun penuh. Selama itu dia tidak menulis surat
sepucuk pun kepada Amirul Mukminin. Tidak satu dinar atau satu dirham pun
dia menyetorkan pajak ke Baitul Mal Muslimin (perbendaharaan negara) di Madinah. Karena
itu, timbul kecurigaan di hati Khalifah Umar. Dia sangat khawatir
kalaul-kalau pemerintahan yang dipimpin Umair mengalami bencana (menyelewengkan
uang negara), karena tidak ada orang yang maksum (terpelihara dari dosa) selain
Rasululah saw. Lalu, beliau memerintahkan sekretaris negara untuk menulis
surat kepada Gubernur Umair.
Kata kalifah Umar, "Tulislah
surat kepada Umair, katakanlah kepadanya, Bila surat ini sampai di tangan Anda,
tinggalkanlah Hims dan segeralah menghadap Amirul Mukminin. Jangan lupa
membawa sekalian pajak yang Anda pungut dari kaum muslimin."
Selesai surat tersebut di baca oleh
Gubernur Umair, maka diambilnya kantong perbekalan dan diisinya tempat air
untuk persediaan air wudu dalam perjalanan. Lalu, dia berangkat meninggalkan
Hims. Dia pergi mengayun langkah menuju Madinah dengan berjalan
kaki. Ketika hampir tiba di Madinah keadaannya pucat (karena kurang makan
dalam perjalanan), tubuhnya kurus kering dan lemah, rambut dan jenggotnya sudah
panjang, dan dia tampak sangat letih karena perjalanan yang begitu jauh.
Umair segera masuk menghadap Amirul
Mukminin Umar bin Khattab. Umar terkejut melihat kondisi Umair, lalu dia
bertanya, "Bagaimana kondisi Anda wahai Umair?" Jawab
Umair, "Tidak kurang suatu apa. Saya sehat wal 'afiat, Alhamdulillah, Saya
membawa dunia seluruhnya, saya tarik di kedua tanduknya. " Tanya Umar,
"Dunia manakah yang Anda bawa?" (Khalifah menduga dia
membawa uang setoran pajak untuk Baitul Mal).
Jawab Umair, "Saya membawa kantong perbekalan
dan tempat air untuk bekal di perjalanan, beberapa lembar pakaian, air untuk
wudu, untuk membasahi kepala, dan untuk minum. Itulah seluruh dunia yang
saya bawa. Yang lain tidak saya perlukan. " Tanya khalifah,
"Apakah Anda datang berjalan kaki?" Jawab Umair, "Betul,
ya Amirul Mukminin!" Tanya khalifah, "Apakah Anda
tidak diberi hewan kendaraan oleh pemerintah?" Jawab
Umair, "Tidak, mereka tidak memberi saya dan saya tidak pula memintanya
dari mereka." Tanya khalifah, "Mana setoran
yang Anda bawa untuk Baitul Mal?" Jawab Umair, "Saya
tidak membawa apa-apa untuk Baitul Mal" Tanya khalifah, "Mengapa?"
Jawab Umair, "Setibanya di Himsh, saya kumpulkan penduduk yang
baik-baik, lalu saya perintahkan mereka memungut dan mengumpulkan
pajak. Setiap kali mereka berhasil mengumpulkannya saya bermusyawarah
dengan mereka, untuk apa harta itu harus digunakan dan bagaimana cara membagi-bagikannya
kepada yang berhak. "
Khalifah Umar berkata kepada juru
tulis, "Perpanjang masa jatah Umair sebagai gubernur
Hims." Kata Umair, "Maaf khalifah! saya tidak
menghendaki jabatan itu lagi. Mulai saat ini saya tidak hendak bekerja
lagi untuk Anda atau untuk orang lain sesudah Anda, wahai Amirul Mukminin.
" Kemudian Umair minta izin untuk pergi ke sebuah dusun di pinggiran
kota Madinah dan akan menetap di sana bersama keluarganya. Lalu, khalifah
mengizinkannya.
Belum begitu lama Umair tinggal di
dusun tersebut, Khalifah Umar ingin mengetahui keadaan sahabatnya itu,
bagaimana kehidupannya dan apa yang diusahakannya. Lalu, diperintahkannya
Al-Harits, seorang kepercayaan khalifah, "Pergilah engkau menemui
Umair, tinggallah di rumahnya selama tiga hari sebagai tamu. Bila engkau
lihat keadaannya bahagia penuh nikmat, kembalilah sebagaimana engkau datang.
Jika engkau melihat keadaaannya melarat, berilah uang ini kepadanya.
"Khalifah Umar memberikan pundi berisi seratus dinar kepada Al-Harits".
Al-Harits pergi ke dusun tempat
Umair tinggal. Dia bertanya ke sana-sini di mana rumah Umair. Setelah
bertemu, Al-Harits mengucapkan salam, "Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh." Jawab Umair, "Waalaikum salam
warahmatullahi wabarakatuh. Anda datang dari mana? " Jawab
Harits, "Dari Madinah!" Tanya Umair, "Bagaimana
kondisi kaum muslimin sepeninggal Anda?" Jawab Harits, "Baik-baik
saja." Tanya Umair, "Bagaimana kabar Amirul
Mukminin?" Jawab Harits, "Alhamdulilah baik . " Tanya
Umair, "Apakah ditegakkannya hukum?" Jawab Harits, "Tentu,
malahan baru-baru ini dia menghukum dari anaknya sendiri sampai mati karena
bersalah melakukan perbuatan keji." Kata Umair, "Ya
Allah, tolonglah Umar, Saya tahu, sungguh dia sangat mencintai-Mu, wahai
Allah! "
Al-Harits menjadi tamu Umair selama
tiga malam. Tiap malam Harits hanya dijamu dengan sebuah roti terbuat dari
gandum. Pada hari ketiga, seorang laki-laki kampung berkata kepada Harits,
"Sesungguhnya Anda telah menyusahkan Umair dan keluarganya. Mereka
tidak punya apa-apa selain roti yang disuguhkannya kepada Anda. Mereka
lebih mementingkan Anda walaupun dia sekeluarga harus menahan lapar. Jika
Anda tidak keberatan, sebaiknya Anda pindah ke rumah saya menjadi tamu saya.
"
Kemudian Al-Harits mengeluarkan
pundi-pundi uang dinar, lalu diberikannya kepada Umair. Tanya Umair, "Apa
ini?" Jawab Harits, "Amirul mukminin mengeluarkannya
untuk Anda." Kata Umair, "Kembalikan saja uang itu kepada
beliau. Sampaikan salamku dan katakan kepada beliau bahwasanya aku tidak
membutuhkan uang itu. "
Istri Umair yang mendengar
percakapan suaminya dengan Harits berteriak, "Terima saja wahai
Umair! Jika engkau butuh sesuatu engkau dapat membelanjakannya. Jika
tidak, engkau pun dapat membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
"
Mendengar Ucapan istri Umair, Harits
meletakkan uang itu di hadapan Umair. Kemudian, dia pergi. Umair memungut
uang itu lalu dimasukkannya ke dalam beberapa pundi-pundi kecil. Dia tidak
tidur sampai tengah malam sebelum uang itu habis dibagi-bagikannaya kepada orang-orang
yang membutuhkan. Sangat diutamakannya memberikannya kepada anak-anak
yatim, yang orang tuanya tewas sebagai syuhada di medan perang fi sabilillah.
Al-Harits kembali ke
Madinah. Setibanya di Madinah Umar bertanya, "Bagaimana kondisi
Umair?" Jawab Harits, "Sangat menyedihkan ya Amirul
Mukminin." Tanya Khalifah, "Sudah engkau berikan uang itu
kepadanya?" Jawab. "Ya, sudah aku berikan." Tanya,
"Apa yang dibuatnya dengan uang itu?" Jawab, "Saya
tidak tahu. Tetapi, saya kira uang itu mungkin hanya tinggal satu dirham
saja untuknya. "
Khalifah Umar menulis surat kepada
Umair, katanya, "Bila surat ini selesai Anda baca, janganlah Anda
letakan sebelum menghadap ke saya." Umair bin Saad datang ke Madinah
memenuhi panggilan Khalifah. Sampai di Madinah dia langsung menghadap
Amirul Mukminin. Khalifah Umar mengucapkan selamat datang dan memberikan
alas duduk yang dipakainya kepada Umair, sebagai pengohormatan.
Tanya Khalifah, "Apa yang
Anda perbuat dengan uang itu ya Umair?" Jawab Umair, "Apa
maksud Anda menanyakan sesudah uang itu Anda berikan kepadaku?" Jawab
Khalifah, "Saya hanya ingin tahu, barangkali Anda mau
menceritakannya." Jawab Umair, " Uang itu saya simpan
untuk saya sendiri dan akan saya manfaatkan nanti pada suatu hari ketika harta
dan anak-anak tidak bermanfaat lagi, yaitu hari kiamat. "
Mendengar jawaban Umair, Khalifah
Umar menangis hingga air matanya jatuh bercucuran. Katanya, "Saya
menjadi saksi, sesungguhnya Anda tergolong orang yang mementingkan orang lain
sekalipun Anda sendiri melarat."
Kemudian, khalifah menyuruh
seseorang mengambil satu wasak pangan dan dua helai pakaian, lalu diberikannya
kepada Umair. Kemudian Umair berkata: "Kami tidak membutuhkan makanan,
ya Amirul Mukminin. Saya telah meninggalkan dua sha ' gandum
untuk keluarga saya. Mudah-mudahan itu cukup untuk makan kami sampai Allah
Taala memberi lagi rezeki untuk kami. Tetapi, pakaian ini saya terima
untuk istri saya, karena pakaiannya sudah terlalu usang sehingga hampir
telanjang. "
Tidak lama sesudah pertemuan Umair
dengan khalifah, Allah mengizinkannya untuk bertemu dengan Nabi yang sangat
dicintai dan dirindukannya, yaitu Muhammad bin Abdullah, Rasulullah
saw. Umair pergi menempuh jalan akhirat, mempertaruhkan jiwa raganya
dengan langkah-langkah yang senantiasa mantap. Dia tidak membawa beban
berat di punggung berupa kemewahan dunia. Tetapi, dia pergi dengan cahaya
Allah yang selalu membimbingnya, yakni wara' dan takwa.
Ketika Umar mendengar kematian
Umair, bukan main sedihnya. Sehingga, dia mengurut dada karena
menyesal. Kata Khalifah, "Saya membutuhkan orang-orang seperti
Umair bin Saad untuk membantu saya mengelola masyarakat kaum muslimin."
Sumber: Buku Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam
Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir
Terimah
Kasih atas kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Umair bin Saad radhiallahu anhu (bag-2)"
Post a Comment