Memperkuat Tauhid di Bulan Ramadhan
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda (yang
artinya):
”Islam dibangun di atas lima perkara:
syahadat tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keislaman seorang hamba tidaklah
sempurna kecuali dengan melaksanakan semua asas, tiang, dan rukun islam yang
dijelaskan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- di dalam hadist ini.
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengumpamakan asas dan tiang ini
dengan bangunan yang besar dan kokoh dimana tidaklah bangunan ini dapat berdiri
tegak kecuali dengan adanya pondasi-pondasi, jika tidak ada pondasi-pondasi
tersebut maka bangunan akan rubuh menimpa penghuninya. Sedangkan amalan-amalan
lainnya yang diwajibkan di dalam islam adalah pelengkap dari pondasi tersebut
sebagaimana bangunan memiliki pelengkap yang seorang hamba juga membutuhkan
pelengkap tersbeut. Dan empat rukun islam lainnya yang disebutkan di dalam
hadist di atas seluruhnya dibangun di atas pondasi syahadat karena Allah tidak
akan menerima amal seseorang sedikitpun yang tidak dilandasi dengan pondasi
syahadat.
Syahadat bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah merupakan
pondasi islam yang paling agung. Karena dengan adanya pondasi tersebut terjaga darah
dan harta. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda (yang artinya):
“Aku diperintahkan untuk memerangi
umat manusia sampai mereka mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
sholat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya maka mereka
telah menjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan alasan yang
dibenarkan dalam Islam. Adapun perhitungan atas mereka itu adalah urusan
Allah.” (HR.
Muslim).
Dengan adanya pondasi syahadat Allah
menerima amal-amal ibadah kita dan dengan adanya pondasi syahadat seseorang
masuk dapat ke dalam surga dan selamat dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya):
“Sesungguhnya orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri darinya maka tidak akan
dibukakan untuk mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk ke dalam surga
sampai unta bisa masuk ke dalam lubang jarum…” (QS. al-A’raaf: 40). Dan dengan
adanya pondasi syahadat dosa-dosa diampuni seberapa pun besarnya.
Makna syahadat laa ilaaha illallah
adalah menerima dan tunduk serta patuh kepada Allah dengan melaksanakan
peribadatan secara jujur dan berlepas diri dari peribadatan kepada segala
sesuatu selain-Nya karena Dia adalah sesembahan yang haq dan segala sesembahan
selain-Nya adalah bathil. Sedangkan makna syahadat muhammadur rasulullah adalah
bersaksi bahwa beliau diutus dari sisi Allah, wajib mencintainya, menta’atinya
dalam segala hal yang beliau perintahkan, dan tidak mendahulukan perkataan
seorang pun dari perkataan beliau. Kalimat tauhid berarti memberikan pemuliaan
dan penghormatan terhadap syari’at Allah. Allah berfirman (yang artinya):
“Ikutilah apa yang diturunkan
kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)” (QS. Al-A’raaf: 3). dalam ayat lain
Allah juga berfirman (yang artinya):
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu”(QS. Ar-Ruum: 30).
Kalimat tauhid berarti berlepas diri
dari segala bentuk perbuatan-perbuatan jahiliyah. Allah berfirman (yang
artinya):
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin? (QS. al-Maa’idah: 50). dan berlepas diri dari semua agama selain agama
islam. Allah berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali-Imran: 85).
Dan sungguh Al-Qur’an dari awal
hingga akhirnya, isinya menerangkan makna syahadat laa ilaaha illallah disertai
dengan penafian terhadap kesyirikan dan derivat-derivatnya, dan menetapkan
keikhlasan (kemurnian ibadah) serta syari’at-syari’atnya. Maka semua perkataan
dan amalan shalih yang dicintai dan diridhai oleh Allah semuanya adalah
kandungan dari kalimat ikhlas. Karena penunjukan kalimat ikhlas atas agama ini
seluruhnya bisa berupa penunjukan muthabiqah, penunjukan tadhammun, maupun
penunjukan iltizam. Dan sesungguhnya Allah menamakan kalimat tauhid ini dengan
kalimat taqwa.
Taqwa adalah engkau menjaga dirimu
dari murka dan azab Allah dengan meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan
kemaksiatan, dan mengikhlaskan segala bentuk peribadatan hanya kepada Allah
semata, serta mengikuti segala apa yang diperintahkan-Nya sebagaimana perkataan
seorang tabi’in Thalq bin Habib –rahimahullah-:
“(taqwa adalah) engkau melaksanakan
ketaatan kepada Allah diatas cahaya petunjuk dari Allah karena mengharap pahala
dari Allah, dan engkau meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah diatas
cahaya petunjuk dari Allah karena takut terhadap azab Allah”.
Dan tauhid adalah makna dari syahadat
laa ilaaha illallah yang berarti seseorang tidak beribadah melainkan hanya
kepada Allah semata, tidak kepada malaikat yang didekatkan dan tidak pula
kepada Nabi yang diutus, terlebih lagi kepada orang-orang selain mereka.
Dan Al-Ilaah (sesembahan) adalah
sesuatu yang ditaati dan tidak bermaksiat kepadanya karena takut (yang disertai
rasa hormat –pent) kepadanya, memuliakannya, mencintainya, takut kepadanya,
berharap kepadanya, bertawakkal kepadanya, meminta kepadanya, dan berdo’a kepadanya.
Semua perbuatan-perbuatan itu tidaklah pantas ditujukan melainkan hanya kepada
Allah ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang menujukan sedikit saja dari
perbuatan-perbuatan di atas kepada makhluk dimana perbuatan-perbuatan tersebut
hanya boleh ditujukan kepada Allah maka berarti telah timbul satu noda
kesyirikan di dalam keikhlasannya terhadap syahadat laa ilaaha illallah, dan
cacat di dalam ketauhidannya, serta ada unsur peribadatan kepada makhluk sesuai
dengan besarnya perbuatan kesyirikan yang ada padanya. Itu semua termasuk dari
cabang-cabang kesyirikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. an-Nisaa’: 48).
Maka Allah Ta’ala mengabarkan
bahwasanya Dia tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik, yaitu tidak
mengampuni seorang hamba yang menemui-Nya di akhirat dalam keadaan dia membawa
dosa syirik. Dan Allah mengampuni dosa-dosa selain syirik bagi hamba-hamba-Nya
yang Dia kehendaki.
Tauhid ini adalah awal dan akhir dari
ajaran agama, lahir dan batinya, dan tauhid ini adalah awal dan akhir dari
dakwah para rasul. Tauhid ini adalah makna dari syahadat laa ilaaha illallah,
karena sesunggunya al-Ilaah (sesembahan) adalah sesuatu yang disembah dan
ditujukan peribadatan kepadanya berupa rasa cinta, takut, sikap pemuliaan,
pengagungan, dan semua bentuk-bentuk peribadatan lainnya.
Tauhid merupakan asas yang paling
agung yang dinyatakan dan dijelaskan oleh al-Qur’an dengan bukti-bukti yang
nyata. Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah merupakan asas yang paling agung
secara mutlak, asas yang paling sempurna, paling utama, dan paling wajib
keberadaannya bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk tujuan tauhid ini Allah
menciptakan jin dan manusia, Allah menciptakan seluruh makhluk, dan menetapkan
berbagai syari’at demi tegaknya tauhid ini. Dan dengan adanya tauhid ini maka
akan terwujud kemaslahatan dan dengan tidak adanya maka akan muncul keburukan
dan kerusakan.
Maka penjelasan atas masalah ini
adalah bahwa dosa syirik adalah dosa yang paling besar karena Allah Ta’ala
mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik kecuali dengan taubat.
Adapun dosa-dosa selain syirik berada dibawah kehendak Allah, jika Allah
berkehendak maka Dia akan
mengampuninya tanpa taubat dan jika Allah berkendak maka Dia akan mengazabnya.
Wajib bagi seorang hamba untuk
benar-benar takut dari terjerumus ke dalam dosa syirik karena begitu besarnya
dosa ini di sisi Allah. Sesungguhnya demikian keadaannya karena syirik
merupakan perbuatan keji yang paling keji dan bentuk kedzoliman yang paling
dzolim sebab inti dari perbuatan syirik adalah mencacati Allah Rabb semesta
alam dan memalingkan hak mengikhlaskan ibadah kepada selain-Nya, dan karena
syirik bertentangan dengan tujuan diciptakannya jin dan manusia dan
bertentangan dengan perintah untuk menafikan syirik. Perbuatan syirik merupakan
bentuk penentangan yang paling besar kepada Allah Rabb semesta alam dan bentuk
kesombongan dari ketaatan kepada-Nya, dan bertentangan dengan sikap menghinakan
diri dan ketundukan terhadap perintah-perintah-Nya.
Maka hakikat tauhid adalah kita
beribadah hanya kepada Allah semata, dan tidak melihat kecuali kepada-Nya,
tidak takut kecuali hanya kepada-Nya, tidak bertaqwa kecuali hanya kepada-Nya,
tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Nya, tidak kepada seorang makhluk pun,
dan tidak menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Rabb selain-Nya.
Ketahuilah –semoga Allah merahmatiku
dan kalian- sesungguhnya suatu ibadah tidak sah dan tidak akan diterima oleh
Allah kecuali dengan asas tauhid, maka tidak akan diterima puasa, sholat,
zakat, dan haji, kecuali dari seorang hamba telah merealisasikan tauhid dan
membentengi dirinya dari menjadikan segala sesuatu selain Allah sebagai
tandingan dan dari berbuat syirik kepada Allah. Wallahu ‘Allam