'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم

Penjelasan Atsar ''Kebaikan adalah apa yang dianggap kaum muslimin''



Inilah makna dan kandungan dari atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang kerap kali mengetuk telinga dan pintu hati kita yang seharusnya menggelitik pikiran kita untuk menelaah lebih jauh makna dan kandungan dari atsar tersebut. Benarkah makna dan kandungannya seperti yang sering kita dengar ini? Mari kita telaah bersama makna dan kandungan atsar tersebut dengan senantiasa berharap semoga Allah membukakan pintu dan cahaya hidayah buat kita semua. Aamin….
Nash Atsar Ibnu Mas’ud
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ، فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَهُ، يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا، فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ
Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya setelah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam maka Allah menjumpai hati para sahabat merupakan hati yang terbaik lalu dijadikanlah mereka sebagai pendamping nabi-Nya yang berperang di atas agama-Nya. Maka Apa yang dipandang oleh kaum muslimin sebagai kebaikan maka di sisi Allah sebagai sebuah kebaikan. Dan apa yang dipandang oleh kaum muslimin sebagai kejelekan maka ia di sisi Allah adalah sebagai sebuah kejelekan”.
Takhrij Atsar Ibnu Mas’ud
Berkata imam Al Lakna’iy, Abdullah bin Yusuf az Zaila’iy telah berkata dalam kitabnya Nashbur Rayah Li Takhriji Ahaditsil Hidayah [4/133]: Saya katakan bahwasanya ia merupakan atsar gharib lagi mauquf. Ia diriwayatkan dari beberapa jalur namun saya tidaklah menjumpainya kecuali mauquf pada Ibnu Mas’ud. Beberapa jalur tersebut adalah:
A. Riwayat imam Ahmad
Imam Ahmad dalam Musnad-nya [1/379] mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Iyasy, menceritakan kepada kami ‘Ashim dari Zir bin Hubaisy dari Abdullah Ibnu Mas’ud.
B. Riwayat imam Al Hakim
Yakni dalam Al Mustradak Bab Fadhail Sahabat (3/48) dan di dalamnya terdapat tambahan: “Dan sungguh seluruh sahabat telah berpendapat diangkatnya Abu Bakar sebagai khalifah”.
Imam Al Hakim mengatakan: Sanadnya shahih namun imam Bukhari dan Muslim tidaklah mengeluarkannya.
Dan telah meriwayatkannya imam al Bazzar dalam musnadnya, Al Baihaqiy dalam Al Madkhal dan keduanya mengatakan: :Kami tidak mengetahui bahwasanya telah meriwayatkan dari Zirr dari Abdullah selain Abu Bakar bin ‘Iyasy dan selain Abu Bakar bin ‘Iyasy meriwayatkannya dari ‘Ashim dari Abu Waail dan semuanya dari Abdullah.Dan al Baihaqiy menegaskan bahwasanya riwayat ‘Ayasy lebih serupa”.
C. Riwayat Abu Dawud Ath Thalalisiy
Abu Dawud ath Thayalisiy dalam Musnad-nya (1/33) mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al Mas’udiy dari ‘Ashim dari Abu Wail dari Ibnu Mas’ud lalu menyebutkannya namun dengan menggunakan lafadz “-qabiih- قبيح ” sebagai ganti dari lafadz “-sayyiun- سيئ “.
Dan telah meriwayatkan dari jalur Abu Dawud imam Abu Nu’aim dalam Al Hilyah pada biografi Ibnu Mas’ud, al Baihaqiy dalam al I’tiqad dan juga Ath Thabraniy dalam Mu’jam-nya [9/112] namun Al Mus’udiy perawi yang lemah.
D. Riwayat al Baihaqiy
Al Baihaqiy dalam al Madkhal mengatakan, “telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdillah al Hafidz telah menceritakan kepada kami Abu al ‘Abbas al Asham telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq telah menceritakan kepada kami Abu al Jawab telah menceritakan kepada kami’Ammar bin Zuraiq dari al A’masy dari Malik bin al Harits dari Abdurrahman bin Yazid beliau berkata, berkata Abdullah.. [ lalu menyebutkannya]”
– selesai perkataan al Zaila’iy-1
2. Derajat Atsar Ibnu Mas’ud:
Atsar tersebut di atas derajatnya mauquf hasan. Imam Ash Sakhawiy dalam al Maqashid al Hasanah mengatakan: “ Mauquf hasan” 2. Al Haitsamiy dalam Majma’ Zawaaid mengatakan: “ Perawi-perawinya terpercaya” 3. Ibnu Hajar dalam al Dirayah mengatakan: “Diriwayatkan dengan sanad Hasan” 4.
Atsar tersebut di atas telah diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dari jalur sahabat Anas bin Malik namun tidak shahih.
Ibnu ‘Abdil Hadiy berkata: “Dan telah diriwayatkan secara marfu’ dari jalur Anas bin Malik dengan sanad yang gugur dan yang shahih bahwa atsar tersebut mauquf kepada Ibnu Mas’ud5 “.
Ibnul Qayim berkata: “Bukan ucapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam namun telah menisbatkan kepadanya shalallahu ‘alaihi wa salam orang yang tidak memahami ilmu hadits, namun ia adalah ucapan Ibnu Mas’ud sebagaimana disebutkan imam Ahmad dan lain-lainnya6”.
Al ‘Ainiy mengatakan: “Di-rafa’-kannya hadits ini kepada nabi shalallahu ‘alaihi wa salam tidaklah shahih namun ia adalah ucapan yang mauquf kepada Ibnu Mas’ud7”.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albaniy telah menjelaskan dalam silsilah al hadits adh dha’ifah bahwa riwayat ini secara marfu’ kepada Nabi shalalallahu ‘alaihi wa salam adalah maudhu (palsu)8
3. Makna Atsar Ibnu Mas’ud:
Perkataan “muslimin” dalam atsar tersebut di atas maksudnya adalah para sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam karena makna yang dhahir dari ”ال” (alif lam) dalam atsar tersebut adalah alif lam untuk ‘ahd (mengikat sesuatu yang telah dikenal) dan ma’hud-nya (yang diikat) adalah apa yang disebutkan sebelumnya yaitu: “Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya setelah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam maka Allah menjumpai hati para sahabat merupakan hati yang terbaik lalu dijadikanlah mereka sebagai pendamping nabi-Nya yang berperang di atas agama-Nya9.
Adapun pemahaman sebagian kaum muslimin yang menisbatkan dirinya kepada ilmu dan kebaikan bahwa yang dimaksudkan kaum muslimin dalam atsar tersebut adalah kaum muslimin secara umum adalah merupakan pemahaman yang lemah berdasarkan beberapa alasan berikut ini:
  1. Konsekuensi pemahaman ini adalah tidak ada peribadatan yang dianggap jelek secara syar’iy karena seluruh kaum muslimin memandang apapun bentuk peribadatan yang dilakukannya adalah sebagai suatu kebaikan padahal belum tentu baik secara syar’iy .
  2. Konsekuensi pemahaman ini adalah hilangnya barometer yang dapat dijadikan sebagai pembeda antara yang baik dan jelek karena sesuatu yang dianggap baik oleh sebagian kaum muslimin kadang dianggap sebagai sesuatu yang jelek oleh kaum muslimin yang lainnya dan sesuatu yang dianggap jelek oleh sebagian kaum muslimin kadang dianggap sebagai sesuatu yang bagus oleh kaum muslimin yang lainnya.
  3. Kalau seandainya “alif lam” dalam atsar tersebut dimaknai sebagai alif lam istighraq (untuk menyatakan makna menyeluruh/umum) maka yang dimaksudkan adalah untuk menyatakan keumuman kekhususan jenis yakni seluruh ahli ijtihad dari kaum muslimin karena kalimat yang mutlak apabila tidak ada qarinah-nya (tanda atau dalil yang memalingkannya dari kemutlakannya) maka makna “muslimun” adalah al fardu al kamil (individu yang sempurna) yaitu para ahli ijtihad. Karena mereka adalah kaum muslimin yang sempurna sifat keislamannya.
  4. Konsekuensi pemahaman ini akan memandulkan kandungan makna sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam: “Ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu, yaitu al jama’ah“.
    Sisi pendalilannya adalah: jika seluruh kaum muslimin memandang baik apapun bentuk peribadatan yang dilakukannya dan kebaikan tidak akan menjadi sebab masuk neraka. Dengan demikian maka makna dan kandungan hadits perpecahan ummat tersebut dimandulkan oleh atsar Ibnu Mas’ud tersebut di atas.
  5. Kalau seandainya makna alif lam di sini dimaknai sebagai istighraq hakiki maka riwayat tersebut maksudnya adalah kesepakatan seluruh kaum muslimin. Ibnul Qayim dalam al Furusiyah mengatakan: “Atsar ini menunjukkan bahwa apa yang disepakati oleh kaum muslimin (baca: ijma) sebagai kebaikan adalah merupakan kebaikan di sisi Allah, bukan apa yang dianggap oleh sebagian kaum muslimin” 10. Ibnu Qudamah membawakan atsar di atas dalam Raudhatun Nazhir sebagai hujjah bahwa ijma’ adalah sebagai dalil syar’iy 11 .
Wallahu a’lam bish shawab
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penjelasan Atsar ''Kebaikan adalah apa yang dianggap kaum muslimin''"