Mewaspadai Sifat Munafik
Teks Hadits
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاث إِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda
orang munafik itu tiga apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji
berdusta, dan jika dipercayai mengkhianati” (HR Al-Bukhari, Kitab Iman, Bab Tanda-tanda Orang Munafik,
no. 33 dan Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no.
59).
Menurut riwayat lain,
وِ إِنْ صَامَ وَ صَلَّى وَ زَعَمَ
أَنُّه مُسْلِمٍ
“Dan
apabila ia mengerjakan puasa dan shalat, ia menyangka bahwa dirinya seorang
muslim” (HR
Muslim, Kitab Iman, Bab Penjelasan Sifat-Sifat Orang Munafik, no. 59).
Penjelasan Hadits
Nifak atau pelakunya disebut munafik merupakan salah satu
penyakit yang sangat berbahaya. Jika tidak ditangani sesegera mungkin akan
mengakibatkan penderitanya binasa. Penyakit ini adalah penyakit yang amat
menjijikkan dan mengakibatkan penyimpangan yang amat buruk. Seorang mulim
sejati tentu sangat mewaspadai penyakit akut ini, hanya saja terkadang ia tidak
menyadari bahwa ternyata ia telah terjangkit penyakit ini, terutama nifak yang
bersifat lahiriah.
Apa itu nifak? Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsir, nifak
adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Sementara itu, Ibnu
Juraij mengatakan, “Orang munafik ialah orang yang omongannya menyelisihi
tindak-tanduknya, batinnya menyelisihi lahiriahnya, tempat masuknya menyelisihi
tempat keluarnya, dan kehadirannya menyelisihi ketidakadaannya” (‘Umdah
At-Tafsir I/78).
Awal Kemunculan Orang-Orang Munafik
Dalam sejarah Islam, sifat munafik baru muncul setelah
hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah,
tepatnya setelah peristiwa perang Badar. Saat itu di Makkah belum dijumpai
orang-orang munafik. Yang ada justru sebaliknya, yaitu ada sejumlah orang yang
menampakkan kekufuran karena acaman-ancaman yang menghujam namun sejatinya pada
sanubarinya mukmin.
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa ketika di Makkah
orang-orang mukmin masih terbilang sedikit, sementara orang-orang kafir
mendominasi, sehingga seakan kaum mukmin nampak lemah. Situasi ini berubah
drastis ketika Allah mengizinkan kaum mukmin berhijrah dari kampung halaman
mereka di Makkah menuju Madinah yang saat itu sudah banyak pula orang yang
memeluk agama Islam berkat –setelah taufiq Allah- delegasi-delegasi yang Nabi
utus ke Madinah sebelumnya, seperti Mush’ab bin ‘Umair, untuk mendakwahkan
Islam. Di kota inilah orang-orang beriman mulai nampak jaya dan berwibawa di
mata seluruh dunia serta dipertimbangkan keberadaanya. Di masa ini pun belum
ada orang-orang munafik.
Kejayaan ini semakin nampak jelas setelah peristiwa perang
Badar antara orang-orang beriman melawan orang-orang kafir yang dimenangkan
orang-orang beriman. Dengan demikian, Allah benar-benar meninggikan syiar Islam
dan pemeluknya. Mulai saat itulah orang-orang kafir berpura-pura memeluk Islam,
padahal hati mereka menyembunyikan kekufuran. Inilah yang disebut orang-orang
munafik.
Tentang mereka, Allah berfirman (yang artinya), “Apabila
mereka menjumpai orang-orang mukmin, mereka berkata, ‘Kami telah beriman.’
Namun jika mereka menyendiri beserta dedengkot-dedengkotnya, mereka berkata,
‘Sesungguhnya kami di pihak kalian. Hanya saja kami hendak mengolok-olok kaum
mukmin.’ Allah akan mengolok-olok mereka dan menelantarkan mereka dalam
kedurhakaan, sedangkan mereka dalam keadaan bimbang” (QS: 2: 14-15).
“Apabila
orang-orang munafik mendatangimu (Muhammad), mereka akan berkata, ‘Kami
bersaksi bahwa sesungguhnya engkaulah utusan Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa
engkau adalah utusan Allah. Dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu
pendusta” (QS: 60:
1).
Kemunafikan ini semakin menjadi-jadi setelah masa berlalu.
Bahkan Imam Malik pernah berkata, “Nifaq di masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam itu zindiq di masa kita sekarang” (Dalil Al-Falihin
II/494).
Dalam Kitab At-Tauhid hlm. 20, Syaikh Shalih
Al-Fauzan mengatakan, “Orang-orang munafik itu akan terus ada sepanjang masa.
Apalagi tatkala kekuatan Islam nampak dan mereka benar-benar tidak bisa
mengalahkannya. Saat itulah mereka memeluk Islam dengan tujuan memasang makar
buat Islam dan orang-orang Islam dalam hati mereka.”
Apa yang dikatakan Syaikh Shalih di atas memang benar-benar
terjadi. Berapa banyak kita jumpai manusia yang mengaku dirinya muslim namun
gerak-geriknya selalu mendukung langkah pihak-pihak kafir. Pernyataan-pernyataannya
selalu menguntungkan orang-orang kafir dan menyakiti hati kaum muslimin.
Macam-Macam Nifak
Ketahuilah, bahwa nifak itu ada dua macam, yaitu nifak kecil
dan nifak besar. Nifak kecil ialah berperilaku sebagaimana perilaku orang-orang
munafik, seperti yang tersebut dalam hadits di atas, dengan tetap ada iman
dalam hati. Nifak jenis ini tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama,
namun termasuk sarana menuju kekufuran. Jika perilaku-perilaku tersebut terus
ia lakukan, tidak menutup kemungkinan ia akan terjerembab dalam kemunafikan. Wal’yadzubillah.
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tiga
sifat nifak, yaitu suka berdusta dalam berucap, ingkar janji, dan berkhianat
padahal sudah diberi kepercayaan.
Salah satu sifat di atas yang kiranya mendesak kita kupas
–meski yang lain juga penting- ialah sifat khianat yang merupakan lawan
daripada amanah yang dewasa ini banyak diterlantarkan.
Orang munafik jika diberi amanah harta akan
menyelewengkannya, padahal Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah memerintah kalian agar mengembalikan amanah pada pemiliknya” (QS: 3:
58).
Amanah di sini mencakup banyak artian yang semuanya harus
dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, tidak malah bertindak khianat. Di
antara amanah yang Allah bebankan pada seluruh hamba-Nya yaitu senantiasa
menjalankan agama ini. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami
telah tawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung namun semuanya enggan
menerimanya dan takut darinya. Namun manusialah yang justeru memikulnya.
Sesungguhnya manusia itu banyak bertindak aniaya dan jahil” (QS: 33: 72).
Di antara bentuk amanah lain ialah jabatan yang bersifat
politik, dari mulai pejabat RT, kepada desa, bupati, hingga kepresidenan.
Mereka bertanggungjawab melaksanakan amanah yang besar ini tanpa diperkenankan
menyelwengkannya. Jika ada dana yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan
masyarakat, maka tidak selayaknya dialihkan untuk kepentingan pribadi. Kemudian
setelah tercium tidak-tanduknya, mulai mengeluarkan jurus andalan, lempar batu
sembunyi tangan. Saling menyalahkan dan saling mengancam akan memongkar rahasia
kejahatan masing-masing orang yang turut serta bersamanya.
Pejabat pemerintahan juga bertanggungjawab atas keamanan dan
kemaslahatan masyarakat serta sejumlah tanggungjawab lainnya yang tidak bisa
diremehkan. Seorang pejabat itu mestinya bertindak sebagai pelayan masyrakat,
bukan malah merasa sebagai orang besar yang harus dihormati. Oleh karena itu,
memegang tambuk kepemimpinan itu tidak mudah apalagi di negera besar seperti
Indonesia. Tentu mengurus negara ini tidak semudah mengurus rumah tangga. Jika
para pejabat tidak menunaikan amanah dengan baik padahal sudah dipercayai
rakyat, bagaimana jika kelak di hari kiamat para pejabat itu dituntut oleh
rakyat yang dahulu mempercayakan amanah pada mereka. Celakalah ia.
Jika orang yang menerima amanah tersebut adalah seorang
mukmin yang betul-betul komitmen dengan keimanannya, tentu tindakan-tindakan
rendahan semisal penyelewengan dana dan korupsi tidak akan pernah terjadi.
Sebab, semakin kita dapati ada orang yang selalu menunaikan kewajiban dengan sempurna,
maka berarti orang tersebut memiliki iman yang kuat. Sebaliknya, jika ada orang
sembrono berbuat khianat, maka ketahuilah bahwa imannya sedang dalam bahaya.
Minimal, imanya lemah. Jika ada orang yang merasa tubuhnya lemas saja segera
mencari solusi agar dapat menguatkan stamina tubuhnya, tentu iman pun harus
diperhatikan lebih ketat lagi jangan sampai loyo. Jika sampai lobet,
maka kebinasaanlah baginya.
Selanjutnya nifak jenis kedua ialah nifak besar atau nifak
yang berkaitan dengan keyakinan, yaitu apabila seseorang menampakkan keimanan
dan keislaman namun menyembunyikan kekufuran dalam hati. Nifak jenis inilah
yang ada di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat-ayat
Al-Quran diturunkan mencela dan mengkafirkan mereka serta mengabarkan bahwa
orang yang memiliki sifat ini akan dikembalikan ke dalam kerak api neraka.
Allah beefirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu akan dicampakkan ke dalam kerak neraka dan kamu tidak akan melihat
mereka memperoleh penolong” (QS: 4: 145).
Nifak
ini pun ada enam macam:
- Mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Mendustakan sebagian ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Membenci Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Membenci sebagian ajaran Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, seperti membenci jenggot, celana di atas mata kaki, poligami, dan lainnya.
- Merasa gembira jika melihat agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dalam kondisi mundur
- Merasa sempit dada jika melihat agama Islam jaya. (Lihat Kitab At-Tauhid Syaikh Shalih Al-Fauzan hlm. 21)
Perbedaan Antara Nifak Besar dan Nifak Kecil
Antara nifak besar dan nifak kecil terdapat sejumlah
perbedaan, yang paling mencolok ialah nifak besar dapat mengeluarkan pelakunya
dari Islam, sementara nifak kecil tidak.
- Nifak besar menggugurkan seluruh amalan pelakunya, sedangkan nifak kecil tidak.
- Nifak besar berhubungan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam hal akidah, sedangkan nifak kecil berkaitan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam masalah perbuatan yang tidak ada sangkutpautnya dengan akidah.
- Nifak besar menyebabkan pelakunya kekal di neraka, sedangkan nifak kecil tidak demikian.
- Nifak besar tidak akan muncul dari seorang mukmin, sedangkan nifak kecil terkadang timbul dari orang mukmin.
- Ghalibnya, orang yang terserang nifak besar tidak akan bertobat. Kalau toh bertaubat, secara lahiriah diperselisihkan statusnya, apakah diterima taubatnya atau tidak lantaran perkara tersebut sulit dibedakan karena pelakunya selalu menampakkan keislaman. (Lihat: Kitab At-Tauhid hlm. 22 dan Nur Al-Iman wa Zhulumat An-Nifaq hlm. 41)
Menjauhi Sifat Nifak
Melihat bahayanya sifat nifak ini, hendaknya seorang mukmin
berusaha semaksimal mungkin memasang jarak dari sifat nifak, baik nifak
besar maupun kecil. Adalah para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan orang-orang shalih sangat mengkhawatirkan terjangkit penyakit hati yang
satu ini. Sampai-sampai Abu Ad-Darda’ setiap habis shalat selalu minta
perlindungan kepada Allah dari sifat nifak. Kebiasaan ini pun membuat orang
bertanya pada beliau, “Ada apa antara engkau dengan nifak?” “Jauhi kami. Demi
Allah, sesungguhnya seseorang bisa saja agamanya berubah dalam sesaat sehingga
ia terlepas darinya,” jawab Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
Huzhaifah bin Al-Yaman adalah seorang pemegang rahasia Nabi.
Beliau pernah diberi tahu nabi nama-nama orang munafik. Oleh sebab itu, karena
Umar bin Al-Khattab amat sangat khawatir terhadap sifat nifak, beliau
memberanikan diri bertanya pada Huzhaifah apakah Nabi mengkategorikannya
sebagai orang munafik, maka Huzhaifah pun menjawab, “Tidak. Setelahmu, aku
tidak mau lagi memberi rekomendasi.”
Dikisahkan bahwa sebagian sahabat biasa berdoa, “Ya Allah,
sesungguhnya hamba memohon perlindungan dari khusyuknya nifak.” Ada yang
bertanya, “Apa yang dimaksud khusyuk nifak?” Jawabnya, “Tubuh yang terlihat
khusyu’ namun ternyata hati tidak.”
Ibnu Abi Malikah pernah mengatakan, “Aku telah menjumpai
tiga puluh sahabat Nabi, seluruhnya takut akan nifak. Tidak ada seorang pun di
antara mereka yang mengatakan, bahwa dirinya memiliki iman seperti imannya
Jibril dan Mikail.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada orang merasa aman
dari sifat nifak kecuali orang munafik dan tidak ada orang yang merasa khawatir
terhadapnya kecuali orang mukmin.”
Beberapa Tips Agar Terhindar dari Sifat Nifak
Agar seorang mukmin dapat terjaga dari sifat nifak ini,
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Mufsidat Al-Qalb: An-Nifaq hlm.
47-52 memberikan beberapa tips yang sebaiknya dilakukan:
- Bersegera melaksanakan shalat jika waktunya telah tiba dan berusaha mendapatkan takbiratul ihram imam shalat jamaah di masjid. Hal ini mengingat hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menunaikan shalat berjama’ah selama 40 dengan memperoleh takbiratul ihram imam, maka ia akan ditetapkan terbebas dari dua hal, yakni terbebas dari neraka dan terbebas dari kenifakan” (HR At-Tirmidzi).
- Berakhlak baik dan memperdalam agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua sifat yang tidak akan pernah tergabung dalam hati orang munafik: perilaku luhur dan pemahaman dalam agama” (HR At-Tirmidzi).
- Bersedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah merupakan bukti” (HR Muslim). Bukti di sini maksudnya bukti akan keimanan. Oleh karena itu, orang munafik tidak suka bersedekah karena tidak adanya iman yang mendasarinya.
- Menghidupkan shalat malam. Adalah Qatadah pernah berkata, “Orang munafik itu sedikit sekali shalat malam.” Hal tersebut karena orang munafik hanya akan semangat beramal jika ada orang yang menyaksikannya. Jika tidak ada, maka motifasi untuk beramal shalih pun tiada. Maka jika ada seorang hamba mendirikan shalat malam, maka itu menjadi bukti bahwa dalam dirinya tidak ada sifat nifak dan menjadi bukti keimanannya yang benar.
- Jihad di jalan Allah, Imam Muslim menceritakan dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mati dalam keadaan tidak pernah berperang dan tidak pernah terbetik dalam dirinya, maka ia mati di atas cabang kemunafikan.” An-Nawawi menjelaskan, “Maksudnya, siapa yang melakukan hal ini, maka ia dianggap telah menyerupai orang-orang munafik yang tidak melaksanakan jihad.”
- Memperbanyak zikir, Ka’b menyatakan, “Orang yang memperbanyak zikir, akan terlepas dari sifat nifak.” Sedangkan Ibnul Qayyim menulis, “Sejatinya banyak zikir merupakan jalan aman dari kemunafikan. Sebab, orang-orang munafik sedikit berzikir. Allah berfirman tentang orang-orang munafik, ‘Dan mereka tidak berzikir kecuali sedikit.’ (QS: 3: 142)” Sebagian sahabat pernah ditanya, “Apakah sekte Khawarij itu munafik?” Maka dijawablah, “Tidak. Orang munafik itu sedikit berzikir.”
Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjauhkan kita semua dari sifat
kemunafikan ini dan segala sifat buruk yang melemahkan iman dan agar kita
diwafatkan di atas cahaya keimanan.
Bahan
bacaan:
- Syarh Riyadh Ash-Shalihin, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
- Bahjah An-Nazhirin syarh Riyadh Ash-Shalihin, Salim bin ‘Ied Al-Hilali
- Kitab At-Tauhid, Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
- Mufsidat Al-Qulib: An-Nifaq, Muhammad Shalih Al-Munajjid
- Al-Qaul Al-Munir fi Ma’na La Ilaha Illalah, ‘Abdullah bin Ibrahim Al-Qar’awi
- ‘Umdah At-Tafsir ‘an Al-Hafizh Ibnu Katsir, Ahmad Syakir
- Nur Al-Iman wa Zhulumat An-Nifaq, Sa’id bin Wahf bin ‘Ali Al-Qahthani
Penyusun:
Firman Hidayat Mawardi
Semoga Bermamfaat, Shukran
Jazakallah Khairan@
0 Response to "Mewaspadai Sifat Munafik"
Post a Comment