Antara Istigfhar dan Taubat
Allah Ta’ala terkadang menyebutkan taubat secara
terpisah dari istighfar, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ
وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ
“Maka
barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 39).
Demikian pula, Allah Ta’ala terkadang menyebutkan
istighfar secara terpisah dari taubat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ
وَاسْتَغْفِرُوهُ
“Maka
tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun
kepada-Nya.” (QS. Fushshilat [41]: 6).
Namun di ayat yang lain, terkadang Allah Ta’ala menyebutkan
keduanya secara bersamaan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ
تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ
“Dan
mohonlah ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Huud [11]: 90).
Lalu, apa beda antara istighfar dan taubat dalam firman
Allah Ta’ala di atas?
Jika Taubat dan
Istighfar Disebutkan secara Terpisah
Sebagian ulama berpendapat jika
istighfar disebutkan terpisah dari taubat, maka makna istighfar adalah
sebagaimana makna taubat, bahkan merupakan taubat itu sendiri. Demikianlah
pendapat Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau
mengatakan,”Istighfar
yang disebutkan sendirian (terpisah dari taubat, pen.) memiliki makna taubat,
bahkan taubat itu sendiri, yang terkandung di dalamnya meminta ampunan dari
Allah, yaitu terhapusnya dosa,
dihilangkannya dampak dosa, dan penjagaan dari keburukan dosa tersebut.
Hal ini tidak sebagaimana sangkaan sebagian orang yang
mengatakan bahwa ampunan adalah ditutupinya dosa kita. Karena Allah menutupi
dosa orang yang memohon ampun kepada-Nya dan yang tidak memohon ampun
kepada-Nya. Akan tetapi, ditutupinya dosa adalah konsekuensi dari diampuninya
dosa atau sebagian dari konsekuensinya.” (Madaarijus Saalikiin, 1/307-308).
Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Bersamaan
Jika taubat dan istighfar disebutkan secara bersamaan
sebagaimana firman Allah,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ
تُوبُوا إِلَيْهِ
“Dan
hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubat kepada-Nya.” (QS.
Huud [11]: 3).
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
istighfar adalah bertaubat dari dosa-dosa yang telah terjadi. Sedangkan yang
dimaksud dengan taubat adalah istighfar dari dosa yang mungkin akan terjadi
setelah dosa tersebut benar-benar terjadi.
Oleh karena itu, makna ayat menjadi, bertaubatlah kepada
Rabb kalian atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan, dan bertaubatlah
kepada-Nya dari dosa-dosa yang akan kalian lakukan. Kata ثُمَّ “kemudian” dalam ayat di atas zahirnya
menunjukkan waktu yang akan datang.
Ulama yang lain berpendapat, sesungguhnya istighfar
terkadang digunakan untuk menunjukkan makna taubat. Maka yang dimaksud adalah
istighfar yang diperintahkan, yaitu istighfar yang didahului dengan taubat,
yang berarti penyesalan. Maka seolah-olah Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), ”Memintalah ampun kepada Tuhanmu setelah taubat
(menyesal), kemudian bertaubatlah (yaitu, ikhlaslah dalam taubat dan
istiqamahlah di atasnya.” Ini sebagaimana pendapat yang dipilih oleh
Al-Alusi rahimahullah.
Al-Alusi rahimahullah berkata,”Sesungguhnya
istighfar adalah taubat, sehingga kata ثُمَّ
dalam ayat
tersebut bermakna ‘dan’.” (Lihat Tafsir Al-Alusi, 11/207).
Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau merinci
masalah ini. Beliau menjelaskan bahwa jika istighfar disebutkan secara
bersamaan dengan taubat, maka yang dimaksud adalah meminta perlindungan dari
kejelekan (dosa) yang telah terjadi. Sedangkan taubat adalah kembali dan
meminta perlindungan dari kejelekan yang dia takutkan terjadi di masa yang akan
datang, berupa kejelekan amal yang dia perbuat. Maka istighfar adalah
menghilangkan kejelekan, sedangkan taubat adalah meminta adanya manfaat
(kebaikan). Ampunan (maghfirah) akan melindungi diri kita dari keburukan dosa
(yang telah terjadi). Adapun taubat, setelah adanya perlindungan tersebut, maka
terwujudlah apa yang dia cintai atau dia harapkan (berupa maslahat atau
kebaikan, pen.). (Madaarijus Saalikin, 1/308-309).
Pendapat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah inilah
yang tampaknya lebih tepat. Karena seorang hamba wajib untuk memohon ampun
kepada Allah terlebih dahulu dari dosanya untuk menghilangkan kejelekannya.
Sehingga dia mendahulukan istighfar dari taubat. Tidaklah seorang hamba
memiliki tekad berkaitan dengan kehidupan di masa mendatang (untuk tidak
kembali berbuat maksiat) kecuali dengan menyucikan diri terlebih dahulu dari
pengaruh dosa dan maksiat (yang telah lewat). Sebagaimana kata ulama,
التخلية مقدمة على التحلية
“Membersihkan
diri itu lebih utama daripada menghiasi diri.”
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk di
antara hamba-Nya yang gemar untuk bertaubat.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
0 Response to "Antara Istigfhar dan Taubat"
Post a Comment