'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم

Wahdah Islamiyah Sesat? Wahdah Islamiyah Bid'ah? Benarkah???


Pertanyaan:

Afwan ustadz di SMS sebelumnya ana tidak mengatakan bahwa ana terkena syubhat kesesatan WI tapi cuma syubhat tentang WI, bukan kapasitas ana dengan mudah mengatakan hal seperti itu, banyak kebaikan yang ada di WI namun 1 hal pokok ana sulit membedakan mana yang disebut ta’ashshub dan mana yang disebut loyal terhadap organisasi yang berbasis massa seperti WI, mau tidak mau ana merasa tergiring untuk berwala karena organisasi, prinsip-prinsip yang dipahami selama ini banyak yang (sengaja) dilanggar seperti memudahkan foto di medsos dan spanduk spanduk kegiatan, dan masih banyak hal lain yg ana alami.

Tanggapan:

Mengenai Ta’ashshub Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata:

نعوذ بالله من العصبية فإن مصنف هذا الكتاب لا يخفى عليه أن هذا الحديث موضوع

“Kita berlindung kepada Allah dari sifat ta’ashshub, sesungguhnya penulis kitab ini –kitab hadits- tidak tersembunyi baginya bahwa hadits ini adalah hadits palsu.” (Lihat: Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar al-Asqalani: 4/462)

Dr.Khalid Kabir ‘Ilal rahimahullah berkata:

فمن العصبية عنده أن يعتمد الإنسان على حديث يعلم أنه موضوع، انتصارا لأمر في نفسه ، فيترك الصحيح و يأخذ السقيم

“Merupakan termasuk perkara ta’ashshub menurut Ibnu al-Jauzi rahimhullah adalah ketika seseorang beri’timad (melandaskan keyakinan) pada satu hadits yang dia ketahui bahwa hadits itu adalah hadits palsu, untuk menolong keyakinannya sehingga dia meninggalkan hadits yang shahih lalu mengambil hadits yang palsu.” (Lihat: At-Ta’ashshubu al-Mazhabi Fi at-Tarikh Mazhahiruhu, Aatsaruhu, Asbabuhu, ‘Ilajuhu: 3)

Sama halnya dengan orang-orang yang enggan untuk mengkonfirmasi kebenaran berita atas tuduhan-tuduhan dusta yang dilemparkan kepada saudara-saudaranya. Padahal amat mudah bagi mereka untuk mencari kebenaran berita melalui berbagai sarana dan alat komunikasi yang begitu banyak, atau langsung mendatangi saudara yang tertuduh itu. Ketika mereka enggan untuk melakukan hal itu, hasilnya adalah ta’ashshub dengan tingkat yang lebih parah dari itu, yaitu:

أن يدعو الرجل إلى نصرة عصبيته، و الوقوف معها على من يُناوئها، ظالمة كانت أو مظلومة

“Dakwah (ajakan) yang dilakukan untuk menolong kelompoknya dan selalu bersamanya terhadap orang-orang yang memusuhinya. Baik dalam keadaan berbuat zhalim atau terzhalimi.” (Lihat: At-Ta’ashshubu al-Mazhabi fi at-Tarikh Mazhahiruhu Aatsaruhu Asbabuhu ‘Ilajuhu: 2)

Oleh karena itu tidak sama antara kerja sama dalam kebaikan dan takwa dengan ta’ashshub. Kerja sama dalam kebaikan sangat dianjurkan dalam agama kita, bahkan disyariatkan. Allah azza wajalla berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

يأمر تعالى عباده المؤمنين بالمعاونة على فعل الخيرات، وهو البر، وترك المنكرات وهو التقوى، وينهاهم عن التناصر على الباطل

“Allah azza wajalla memerintahkan kaum mu’minin untuk saling tolong menolong dalam kebaikan-kebaikan itulah yang disebut “al-Birr” dan meninggalkan kemungkaran, ini merupkan ketakwaan. Allah juga melarang mereka untuk saling menolong dalam kebatilan.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/7)

Dengan ayat ini, Syaikh al-Albani rahimahullahmembolehkan adanya ormas islam untuk saling menolong dalam kebaikan. Bahkan beliau menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kerja sama dalam ormas islam sebagai hizbiyyah yang bid’ah. Beliau berkata:

“Setiap jam’iyyah (organisasi) yang dibentuk di atas dasar Islam yang benar yang mana hukum-hukumnya disimpulkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta berada di atas manhaj para Salafushshalih, setiap organisasi yang didirikan atas dasar ini maka tidak ada alasan untuk diingkari dan dituduh sebagai hizbiyyah, karena hal tersebut termasuk dalam firman Allah Ta’ala: “Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan takwa…” Saling tolong menolong merupakan perkara yang syar’i dan wasilah (sarana)-nya kadang berbeda antara satu zaman dengan zaman lainnya dan antara satu tempat dengan tempat lainnya dan juga antara satu negara dengan negara lainnya. Oleh karena itu menebarkan tuduhan terhadap organisasi yang berdiri di atas dasar ini (al-Quran dan Sunnah) dengan label “Hizbiyyah” atau “Bid’iyyah”, maka ini adalah klaim yang tidak boleh seorang pun berpendapat dengannya sebab hal ini menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh para ulama berupa pembedaan antara bid’ah yang disifati dengan kesesatan secara umum dan sunnah hasanah. Sunnah hasanah merupakan suatu metode yang dibuat dan diadakan sebagai wasilah (sarana) yang bisa mengantarkan kaum muslimin pada suatu maksud/tujuan dan masyru’ secara nash. Jadi, organisasi-organisasi yang ada di zaman ini tidaklah berbeda dengan semua jenis sarana yang ada pada zaman ini yang bertujuan untuk mengantarkan kaum muslimin pada tujuan-tujuan syar’i. Dan apa yang ada dalam majelis kita ini berupa penggunaan alat rekam dengan ragam jenisnya, adalah bagian dari masalah ini (sarana yang dibolehkan -pent). Ia adalah wasilah yang dibuat baru, jika digunakan untuk mewujudkan tujuan yang syar’i, maka ia merupakan wasilah yang syar’i, dan jika digunakan untuk tujuan yang tidak syar’i, maka ia bukan wasilah yang syar’i. Demikian pula sarana transportasi yang beragam hari ini berupa mobil, pesawat dan selainnya, semuanya merupakan wasilah, jika digunakan untuk tujuan syar’i maka ia adalah wasilah yang syar’i, jika tidak maka ia bukan wasilah syar’i.” (Silsilah al-Huda wa an-Nur, kaset no. 590 atau silahkan lihat di web resmi beliau: http://www.alalbany.net/2030)

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah juga berkata:

“Intinya, yang menjadi dhabith (prinsip dasar) adalah selama mereka (kelompok-kelompok islam) berada di atas kebenaran. Maka apabila seorang muslim atau jama’ah mengajak pada kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengajak pada tauhidullah serta mengikuti syariatnya maka mereka adalah al-Firqatu an-Najiyah. Adapun siapa saja yang mendakwahkan pada selain kitab Allah atau kepada selain Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka perkara seperti ini bukanlah ahlusunnah, melainkan kelompok sesat yang akan binasa. Sesungguhnya kelompok al-Firqatun Najiyah adalah sekelompok orang-orang yang mengajak pada kitab Allah dan sunnah. Sekalipun diantara mereka ada jama’ah dari sini dan dari situ. Intinya jika mereka berada pada tujuan dan akidah yang satu, maka penamaan kelompok mereka yang berbeda-beda seperti jama’ah ansharu sunnah, jama’ah ikhwanul muslimin dan kelompok ini dan itu, tidak akan memberikan mudharat (mengeluarkan mereka dari ahlusunnah-pent) yang penting akidah mereka dan amalan mereka tetap istiqamah di atas kebenaran dan mentauhidkan Allah, ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada perkataan dan perbuatan, amalan dan akidah. Maka perbendaan nama tidak akan memberikan mudharat. Namun hendaknya mereka bertakwa kepada Allah dan jujur dalam pengakuannya…….. dan jika ada satu jama’ah yang terjatuh dalam kesalahan pada satu perkara dari perkara-perakara agama, maka hendaknya yang lain memperingatkannya dan tidak meninggalkan mereka dalam kesalahannya. Justru kita harus saling tolong menolong dengan mereka pada perkara kebaikan dan takwa. Maka jika diantara mereka terjatuh pada perkara akidah atau pada perkara yang wajib atau haram, maka hendaknya diingatkan dengan dalil-dalil syar’i dengan kelemah lembutan dan penuh hikmah serta metode yang baik, hingga mereka kembali pada kebenaran dan menerimanya, dan agar mereka tidak lari darinya. Itulah perkara yang wajib. Maka hendaknya kaum muslimin saling bekerja sama dalam kebaikan dan takwa serta saling menasehati sesama mereka dan tidak saling menghinakan.” (Majalah al-Ishlah al-Adad 241 atau lihat linknya disini: http://www.saaid.net/leqa/16.htm)

Amat banyak pendapat para ulama yang membolehkan kerja sama dalam organisasi dakwah, karena itu adalah kebaikan. Namun, cukup dua fatwa ini saja sebagai perwakilan fatwa-fatwa ulama lainnya.

Wahdah Islamiyah juga tidak pernah meminta binaan-binaannya termasuk antum yang disapa oleh hidayah melalui lembaga ini, untuk membangun kebenaran atas dasar wala terhadap ormas ini. Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin hafizhahullah berkata:

“Organisasi kita adalah sarana dan bukan tujuan. Siapapun yang ingin keluar dari organisasi ini, silahkan, dan kita tetap bersaudara. Organisasi bukan landasan wala’ kita, dan jika suatu saat organisasi ini harus dilebur untuk sebuah maslahat yang lebih besar, maka kita tidak pernah ragu untuk meleburkannya.”

Perkataan antum “Prinsip-prinsip yang dipahami selama ini banyak yang (sengaja) dilanggar seperti memudah-mudahkanan foto di medsos dan spanduk-spanduk kegiatan, dan masih banyak hal lain yang ana alami.”

Perkataan antum banyak prinsip yang sengaja dilanggar, bisakah antum sebutkan sebanyak-banyaknya hal-hal prinsip yang sengaja dilanggar itu? Atau semua itu hanyalah keterbatasan ilmu antum sehinnga menganggap masalah yang furu’ (cabang) sebagai sesuatu yang ushul (prinsip)?

Contohnya sendiri antum membahas foto yang di share di medsos, apakah ini masalah furu’ atau ushul? Ini masalah furu’ wahai saudaraku, dimana para ulama ada yang membolehkan ada juga yang mengharamkannya.

Dalam website Islam Sual Wa Jawab yang berada dibawah pengawasan Syaikh Shalih al-Munajid hafizhaullah menukil perkataan Syaikh Dr. Khalid Ibnu Ali al-Musyaiqihhafizhahullah murid syaikh Utsaimin rahimahullah yang sedang menjabat sebagai dosen fiqh pada Fakultas Syariah Jami’atu al-Qasim, ketika di tanya mengenai foto kamera atau hp, beliau menjawab:

الصور التي على الجوال أوفي أجهزة الحاسب ، أو ما يصور بالفيديو ، لا تأخذ حكم الصور الفوتوغرافية ، لعدم ثباتها ، وبقائها ، إلا أن تُخرج وتطبع . وعليه : فلا حرج في الاحتفاظ بها على الجوال ، ما لم تكن مشتملة على شيء محرم ، والله أعلم " انتهى من "موقع الشيخ على الإنترنت

“Foto yang berada di hp atau komputer atau yang di foto dalam bentuk vidio tidak termasuk hukum foto fotoghrafi, karena dia tidak tsabit dan tidak baqa (tidak selalu ada kecuali laptop itu dihidupkan-pent). Ia menjadi haram jika di cetak. Maka tidak mengapa menyimpannya dalam hp selama tidak mengandung sesuatu yang haram.”

Kemudian disebutkan:

وعليه : فإن التُقطت صورة بالجوال أو بكاميرا رقمية ، وأدخلت الجهاز ثم وضعت في المنتدى ، دون أن تطبع على شيء ثابت ، لم يدخل ذلك في التصوير المحرم

“Olehnya jika gambar ditangkap menggunakan kamera hp atau kamera digital lalu dimasukkan ke dalam laptop dan diposting di muntada (grup diskusi di internet) tanpa mencetaknya pada sesuatu yang tsabit, hal itu tidak masuk dalam kategori gambar yang haram.” (https://islamqa.info/ar/174965)

Spanduk yang anda maksud apakah itu merupakan perbuatan wahdah yang disepakati oleh dewan syariah atau perbuatan panitia kegiatan yang kebanyakannya masih baru ikut tarbiyah? Yang kami temukan, yang buat spanduk adalah orang yang belum lama tarbiyah sehingga ketika tersebar spanduk itu dilarang. Dan hal ini tidak mewakili keyakinan wahdah islamiyah.

Nasihat kami, belajarlah dengan benar dan jangan menyibukkan diri dengan perbuatan sebagian orang yang suka menyesatkan tanpa ilmu atau pada perkara-perkara yang khilafiyyah. Banyak sesuatu yang mungkin anda lihat prinsip ternyata furu’. Misalnya pada perkara surga, ini merupakan prisnip, tapi ulama berbeda pendapat dalam cabang prinsip ini. Misalnya, apakah surga yang ditempati Adam adalah surga yang akan ditempati kaum muslimin nantinya di akhirat? Masih banyak contoh lainnya.

Pertanyaan:

Apa jaminan ketika berlalu generasi ustad Muhammad Zaitun WI akan konsisten dengan prinsip-prinsip manhaj salaf padahal semakin lama semakin banyak yang dimudah-mudahkan seperti kasus gambar/spanduk, kasus ust. fahrurrozi yang duet dengan bundanya dalam 1 forum dan terkesan di pandang biasa-biasa saja.

Tanggapan:

Wahai saudaraku, kita hanya diperintahkan beramal dan berdakwah. Allah azza wajalla berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan katakanlah: "Beramallah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 115)

Pahami dengan baik bahwa ormas Wahdah hanyalah sebuah lembaga yang berusaha menapaki jalan para salafushsalih. Ustadz-ustadz yang tergabung dalam lembaga ini tidak diragukan lagi keilmuan serta pemahamannya, disamping itu dengan kerja keras menyusun naskah akidah dan manhaj ormas Islam wahdah islamiyah yang semuanya diupayakan sesuai dengan pemahamahan ahlusunnah waljama’ah. Sehingga dengan seiringya waktu yang berjalan, naskah tersebut tetap terus menjadi patokan. Ingat, mereka hanya terus berdakwah dan terus berupaya agar berada di atas jalan para salafusshalih. Adapun memberi jaminan untuk masa depan, itu tidak ada yang akan mampu kecuali Allah. Tidak di ormas islam wahdah dan organisasi manapun yang berdakwah di atas manhaj mulia ini, tidak pada radio wahdah,tv wahdah dan radio serta tv yayasan manapun.

Pahami dengan baik bahwa dakwah itu bukanlah persaingan sebagaimana perkataan ustadz Muhammad Zaitun Rasmin hafizhahullah bahwa organisasi kita adalah sarana dan bukan tujuan. Siapapun yang ingin keluar dari organisasi ini, silahkan, dan kita tetap bersaudara. Organisasi bukan landasan wala’ kita, dan jika suatu saat organisasi ini harus di lebur untuk sebuah maslahat yang lebih besar, maka kita tidak pernah ragu untuk meleburkannya ".

Kasus ust Fakhrurrazi hafizhahullah, ini harusnya anda tanyakan langsung pada beliau sebagai bentuk tabayyun antum.

Kami cuma ingin mengingatkan satu perkataan Abu Qilabah rahimahullah, dimana beliau pernah berkata:

إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له عذرا فإن لم تجد له عذرا فقل لعل له عذرا لا أعلمه

“Apabila sampai kepadamu berita tentang saudaramu tentang perkara yang engkau membencinya, maka carikanlah udzur untuknya. Jika engkau tidak mendapatkan udzur untuknya maka katakanlah, “Mungkin ada udzur baginya yang tidak aku ketahui.” (Lihat: Raudhatu al-Uqalaa wa Nuzhatu al-Fudhala: 184)

Yang kami tahu dari kegiatan yang mereka selenggarakan, itu bukan kegiatan wahdah. Kegiatan tersebut hanyalah launching buku karya ustadz Fakhrurrazi dan ibu beliau yang juga merupakan dosen di Universitas Muhammadiyah Makassar. Saya tidak tahu juga dari sisi mana perkara prinsip-prinsip manhaj yang anda maksud.

Pertanyaan:

Semangat menuntut ilmu kader-kader sangat kurang dan seakan-akan tarbiyah adalah segalanya yang lain cuma sampingan, sehingga yang lahir adalah kader karbitan dan ikut-ikutan saja.

Tanggapan:

Untuk menanggapi perkataan ini saya cuma ingin katakan kepada antum untuk bertakwa kepada Allah dan jangan suka berburuk sangka. Apakah antum sudah menyelidiki semua kader wahdah sehingga bisa menarik kesimpulan seperti itu? atau hanya sebatas apa yang antum lihat dan menurut prasangka antum itu? Yaa Allah Yaa Rabb, jauhilah kami dari kata-kata buruk seperti ini.

Tarbiyah memang bukanlah segala-segalanya saudaraku, tapi awal dari kebangkitan dan kemenangan itu, akan kami mulai dari tarbiyah.

Pertanyaan:

Terkait dengan ust Zaitun hafidzahullah ana pernah liat fotonya dengan kader muslimat muhammdiah saat muktamar muhammdiyah dan berfoto bersama dengan pihak MUI saat kunjungan iran, tidak adakah izzah untuk menghindar dan tidak berfoto atau mencari udzur agar tidak timbul fitnah?

Tanggapan:

Yang kami ketahui dari ustadz Zaitun adalah beliau sangat menjaga diri berfoto dengan wanita. Terbukti dalam acara di tv one yang harusnya ustadz Zaitun sebagai pembicara dalam acara tersebut, namun karena presenternya adalah wanita, maka beliau membatalkan untuk mengisi acara tersebut, padahal beliau sudah berada di studio Tv One. Menyangkut foto yang antum lihat, sebaiknya anda berbaik sangka dan tidak cepat menyebar fitnah, dan bertabayyunlah pada beliau. Karena biasa ketika kita sedang akan berfoto dan sudah menjaga jarak tiba-tiba saja datang seseorang saat penjepretan sehingga dalam foto kita bersama dengan orang yang kita sudah menjaga jaraknya. Oleh karena itu kami kembali nasehatkan, berbaik sangkalah.

Mengenai foto di MUI, beliau seorang Wasekjen di MUI pusat yang juga membidangi hubungan internasional di MUI dan saat itu beliau di minta oleh Ketua MUI untuk mendampingi beliau, jadi memang sudah menjadi kewajiban baginya untuk hadir, seagai perwakilan lembaga MUI. Bahkan saat itu ustadz Zaitun ingin menanggapi pernyataan-pernyataan Grand Ulama Azhar yang atum maksud itu, namun beliau tidak diberikan kesempatan karena waktu sudah tidak memungkinkan.

Menghukum dengan foto, apakah menunjukkan bahwa saat itu ustadz Zaitun bermesraan dengan syiah? Antum sudah tahu bagaimana sikap MUI terhadap Syiah. Dan sepengetahuan kami, Grand Ulama Azhar itu bukan syiah, sebab dalam akun resmi al-Azhar, disebutkan bahwa beliau memperingatkan umat dari kejahatan syiah. Dan perlu antum ketahui juga, bahwa Grand Ulama Azhar itu tamu, maka hendaknya MUI tetap memberikan penghargaan yang sepantasnya kepada tamunya.

Pertanyaan:

Banyak bidang yg dikelola WI tapi semuanya tidak ada yang maksimal karena tidak fokus dengan manajemen juga yang tidak rapi, ana terkesan dengan para asatizah di rodja yang walau hanya fokus di dakwah namun dakwahnya sangat massif entah di kajian-kajian ustadnya yang terus di update apalagi di semua jenis medsos dakwahnya massif, jadi bukan pencitraannya yang massif

Tanggapan:

Pertama kami ucapkan syukran atas kritikannya, semoga menjadi bahan evaluasi bersama nantinya dan sebagai sarana memperbaiki diri. Tapi Alhamdulillah, selama ini kami sudah melihat mereka bekerja semaksimal mungkin. Mengenai segala kekuragan mereka, semoga Allah membalas usaha mereka yang sudah begitu amat besar dan menjadikan mereka lebih baik lagi.

Saya melihat antum hanyalah orang yang sedang mencari-cari kesalahan saudara antum, dan hanya suka berkomentar tanpa hujjah yang jelas. Antum hanya melihat kinerja saudara antum dari satu sisi lalu menyimpulkan secara keseluruhan. Dari awal pertanyaan antum, rata-rata antum membangun pernyataan-pernyataan diatas zhan(buruk sangka) untuk memvonis.

Alhamudlillah, jika saudara-saudara kita di rodja serta yayasan yang lain sudah baik, semoga mereka selalu dalam lindungan Allah. Tapi apakah antum pernah melihat langsung amaliayah mereka selama ini dan juga melihat amaliyah saudara antum di wahdah selama ini. Antum sekali lagi hanya menuduh dengan suuzhon bahwa ustadz-ustadz wahdah hanya suka mencari pencitraan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث

“Jauhilah oleh kalian buruk sangka, karena dia merupakan perkataan yang paling dusta.”

Allah azza wajalla berfirman:

وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (١٤) إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (١٥) وَلَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ (١٦)

“Sekiranya tidak ada karunia Allah dan Rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal hal itu pada sisi Allah adalah perkara besar.” (QS. An-Nur: 14-15)

Pertanyaan:

Di tempat lain kalau ada syaikh yang datang mereka sangat berbondong-bondong datang dari berbagai penjuru daerah datang, yang menunjukkan mereka menghargai ilmu dan ulama, kalau WI datangkan syaikh kurang disambut antusias oleh seluruh kader dan dianggap biasa-biasa saja dan daurah-daurah syaikh minim peserta, yang dihadiri banyak peserta cuma acara tabligh akbar asatizah senior

Tanggapan:

Nampaknya antum sudah kehabisan hujjah untuk menjelek-jelekkan saudara antum, jadi sembarang alasan dibuat-buat untuk menjatuhkan nama mereka. Saudaraku, lihatlah dirimu sebelum engkau menilai orang lain. Dari tadi antum selalu berburuk sangka dalam memvonis. Itukah yang selama ini engkau anggap jauh dari syubhat dan menjadi ilmu menurut antum? Dari tadi menganggap masalah furu’iyyah dalam agama yang dimana begitu banyak ulama yang membolehkannya, malah antum anggap sebagai hal yang prinsip. Begitukah yang namanya ilmu? Seperti inikah yang antum maksud menghargai ilmu? Justru saya melihat merekalah yang sebenarnya lebih menghargai ilmu dari antum.

Alhamudlillah selama ini saudara-saudara yang kita bina, kalau ada syaikh yang hadir mereka akan berusaha datang dalam majelisnya dan begitu gembira dengan kehadirannya. Namun walau bagaimanapun, setiap binaan kita punya kesibukan sendiri-sendiri. Ada yang sebagai petani, ada yang sebagai buruh, ada yang sebagai guru, dan lain-lain. Semuanya punya kesibukan masing-masing. Biasanya kehadiran syaikh bertepatan dengan kesibukan mereka yang tidak mungkin mereka tinggalkan. Tapi Alhamdulillah tuduhan antum ini lagi-lagi sebagaimana kebiasaan antum yaitu buruk sangka, semoga saja bukan karena didasari iri dan dengki.

Kami juga biasa melihat daurah syaikh yang datang banyak yang hadir. Penilaian antum kalau mereka tidak datang berarti tidak menghargai ilmu? Na’udzu billah dari pemikiran buruk antum ini. Justru harusnya antum bersyukur di sela-sela kepadatan kesibukan mereka, mereka bisa menyempatkan diri untuk menuntut ilmu dalam halaqah tarbiyah. Alhamdulillah hasilnya tidak seperti antum yang dari tadi buruk sangka kerjaannya dan memvonis kesana kemari sesuatu yang furu’ dimana bab ijtihad terbuka, namun antum anggap sebagai hal yang prinsip.

Pertanyaan:

Ana mendapat info dari seseorang yang ana percaya bahwa ustadz di WI sangat segan sama ust Zaitun sehingga terkadang para ust mengikut terus sama beliau tanpa berani mengkritik walaupun ada yang mestinya diluruskan, kalo dari ana walaupun agak lucu ini pertanyaan ana. Begini ust kan dalam hadits bahwa salah satu sunnah adalah memotong kumis dan memelihara jenggot tapi kok kumis ust zaitun menurut pengamatan ana selama ini kumis beliau dibiarkan panjang terus mirip-mirip Syaikh Qutub Rahimahullah, jangan sampai tuduhan sebagai orang bahwa sebagian ust di WI sangat fanatik dengan Syaikh Qutub benar adanya ustadz???

Tanggapan:

Lagi-lagi sebagaimana kebisaan antum, yaitu buruk sangka. Antum mengatakan ustadz-ustadz di wahdah takut pada ustadz Zaitun sehingga walau ada kesalahan yang harus diluruskan, maka mereka tidak berani meluruskan dan terus ikut-ikut saja. Yaa Rabbi, siapakah yang ingin menjatuhkan dirinya pada api neraka? Lagi-lagi hanyalah buruk sangka. Inikah ilmu yang antum bangga-banggakan?

Jangankan ustadz yang lain, dalam suatu pertemuan kami pribadi pernah mengutarakan pendapat kami dengan nada keras di hadapan ustadz Muhammad Zaitun Rasminhafizahullah, begitupun ketika kami berbeda pendapat dengan ustadz yang lain. Dari beberapa kali musyawarah dengan beliau, dari situlah kami mengetahui, begitu santunnya beliau menyikapi setiap pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapatnya. Anda berpikir ustadz-ustadz itu berdiam diri saja dan memilih tidak mengutarakan pendapat karena menghindari perbedaan dengan Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin Hafizahullah dan semuanya berjalan begitu saja?? Mengapa dari tadi Suuzhan engkau pelihara wahai saudaraku???

Sangat lucu ketika antum memberikan contoh tentang masalah ini pada kumis beliau. Tahukah antum tentang hukum mencukur kumis? Ulama berbeda pendapat dalam tata cara mencukurnya dalam dua perkataan.

Pendapat pertama, mencukur semua secara keseluruhan, yaitu pendapat mazhab hanabilah dan hanifiyyah. Pendapat kedua, tidak boleh mencukur habis, harus memangkasnya saja dan membiarkannya tumbuh sedikit. Pendapat ini merupakan mazhab syafi’yyah dan Malikiyyah. Bahkan ulama mazhab Malikiyyah sangat keras dalam masalah ini dan mereka mengatakan bahwa yang mencukur kumis sampai habis adalah bid’ah.

Yaa akhi, apakah setiap hari antum melihat ustadz Muhammad Zaitun Rasmin? Atau hanya kadang-kadang? Bukankah kemungkinan setiap kali anda melihat ustadz Muhammad Zaitun Rasmin saat kumisnya belum di cukur?

Yaa akhi, ittaqillah, ittaqillah. Dari awal sampai akhir anda berbicara dengan suuzhan dan kurangnya ilmu. Ittaqillah.


Abu Ukasyah al-Munawy
Sumber: www.almunawy.com

    Subscribe to receive free email updates:

    0 Response to "Wahdah Islamiyah Sesat? Wahdah Islamiyah Bid'ah? Benarkah???"