Materi Khutbah Terlengkap Idul Adha: Ibadah Haji Perjalanan Menuju Kemenangan
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah
Wallahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamdu
Kaum Muslimin dan Muslimat yang Berbahagia,
Lantunan takbir, tahlil dan tahmid
menghiasi pagi hari ini, hari raya penuh suka cita dan kebahagiaan. Kita, umat
Islam patut bergembira dan merayakan hari ini, atas perintah Allah di dalam QS
al-Hajj ayat 34:
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan kurban, supaya mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak
yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha
Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepadaNya …”
Gema puja dan puji, menjadi alunan dzikir kepada Allah Rabbu
al-‘Izzah, pada hari bahagia, hari bergembira dan bersuka cita.
Ma’asyiral Musliminwal Muslimat Hafizhakumullah,
Ribuan tahun lalu, seorang lelaki
membawa istri dan anaknya ke sebuah lembah tiada berpenghuni, lembah yang
tandus nan gersang. Harapan besar mengisi relung hati lelaki taat ini, agar
Allah Sang Maha Pengasih memberi jalan petunjuk yang terbaik bagi mereka, namun
ternyata ujian dariNya masih berlanjut, Allah memerintahkan kepadanya agar
meninggalkan anak dan istrinya di tempat itu. Allah menyimpan baginya sebuah
rahasia kemuliaan, tersembunyi di dalam rasa pahit kepatuhan, atau getirnya
ketundukan kepada Pencipta seluruh makhluk. Lelaki itu seorang nabi, bahkan
rasul mulia utusan Allah, yaitu Ibrahim al-Khalil, istrinya wanita salehah
yaitu Hajar, putranya anak patuh, yaitu Ismail -‘alaihimussalam-, lembah itu
disebut Makkah, lokasi tempat tinggal mereka, yaitu di samping Ka’bah yang
belum terbangun.
Penggalan sejarah yang pada akhirnya
berbuah manis, lembah gersang tadi berubah menjadi kota yang paling ramai saat
ini, kegigihan ibunda Hajar buat menyelamatkan putranya menghasilkan sumur
zamzam yang tidak akan pernah kering, kesabaran Nabi Ibrahim bersama putranya,
Nabi Ismail, untuk membangun Ka’bah, berujung kepada sebuah perjalanan suci
yang diwajibkan atas seluruh umat manusia, ibadah haji. Allah berfirman di
dalam QS. al-Hajj ayat 27:
“Maka, serukanlah kepada seluruh umat manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai onta yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
Ibadah haji telah diwajibkan sejak
zaman Nabi Ibrahim –’alaihissalam-, kemudian berlanjut hingga kepada
nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-,
sehingga menunjukkan kepada kemuliaan ibadah ini. Berhaji, bukan perjalanan
wisata yang menghambur-hamburkan uang tanpa kegunaan, bukan pula pameran
kekayaan atau gelar kepada orang lain yang belum melaksanakan, melainkan
perjalanan suci untuk mencapai kemenangan, atas nafsu kemewahan atau sifat
angkuh sebagai makhluk termulia ciptaan Allah. Ibadah haji, menjadi pelajaran
buat usaha menumbuhkan harapan kepada Allah, di tengah himpitan beban hidup
yang serba sulit, seperti yang telah pernah dialami oleh keluarga Nabi Ibrahim
–’alaihissalam-, macam-macam ujian yang menghadang, yaitu kemiskinan,
kesendirian, kesedihan, dan lain sebagainya.
Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamdu
Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia,
Semua bagian dari perjalanan ibadah
haji, menjadi pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik, setelah melalui
kesulitan sebelumnya. Sejak awal mula ibadah haji diperintahkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala, pada zaman Nabi Ibrahim –’alaihissalam-, dijadikan sebagai
sebab untuk kemakmuran Kota Makkah. Allah Ta’ala meminta kepada Nabi Ibrahim –’alaihissalam–
agar menyerukan kewajiban ibadah haji ini kepada seluruh umat manusia, namun
bukanlah perkara mudah, karena tempat itu belum dihuni oleh seorang pun kecuali
mereka, hingga akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka jalan agar
seruan ini didengar oleh seluruh umat manusia dan memenuhi panggilan haji dari
seluruh pelosok negeri.
Amalan-amalan ibadah haji menjadi
cerminan sikap yang kuat untuk keluar dari permasalahan hidup, menuju
ketenangan, bahkan kemenangan. Tawaf, sa’i, wukuf, bermalam di padang
Muzdalifah, melontar jamrah, hingga tahalul, kesemua ini menjelaskan tentang
kerja keras, dibarengi oleh kekhusyukan yang dalam dengan dzikrullah, serta
sifat tawakal kepada Allah Rabbul ‘Izzah, agar mendapatkan petunjuk buat
mengarungi hidup yang lebih baik lagi. Tujuan akhirnya, yaitu haji mabrur,
imbalannya surga Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana hadits Nabi –shallallahu
‘alaihi wasallam-:
“…dan haji yang mabrur, tidak ada balasannya kecuali
hanya surga”. (HR. Bukhari-Muslim).
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat yang Dikasihi
oleh Allah,
Ibadah haji juga mengajarkan tentang
jalan kemenangan, nilai-nilai amalan haji menunjukkan kepada hal ini, yaitu:
1. Kedisiplinan waktu dan tempat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
mewajibkan pelaksanaan ibadah haji hanya pada waktu yang khusus, yaitu tanggal
8 hingga 13 Dzulhijah, dan bukan sepanjang tahun, bahkan niat ihram untuk
berhaji juga dibatasi hanya pada bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal,
Dzulkaidah, dan Dzulhijah. Tempat pelaksanaan ibadah haji juga khusus, yaitu
Tanah Suci Makkah, Mina, dan Padang Arafah, bukan di seluruh masjid atau tempat
selain ini. Kedisiplinan, menjadi salah satu syarat buat sebuah bangsa meraih
kemenangan, perbandingannya kepada sebuah pasukan perang, tidak akan
memenangkan pertempuran tanpa kedisiplinan. Allah berfirman di dalam QS
al-Anfal ayat 45:
“Wahai orang-orang beriman, apabila kamu memerangi
pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu, dan sebutlah nama Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.
Perjalanan ibadah haji menjadi simbol
kesabaran tingkat tinggi. Tawaf, sa’i, melontar jamrah, semua ini memerlukan
kesabaran yang banyak, bahkan ibadah shalat di Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi, bersama dengan jutaan kaum muslim, harus dijalankan dengan penuh
kesabaran agar tetap bisa khusyuk. Berhaji tanpa kesabaran, sama dengan
menghilangkan kenikmatan menjalankannya, karena pelaksanaan ibadah haji,
khususnya pada zaman seperti sekarang ini, hanya dapat dirasakan kelezatannya
oleh orang-orang yang bersabar.
Kesabaran, juga menjadi nilai utama
yang harus dipenuhi oleh suatu bangsa untuk maju dan menang, kesabaran di dalam
menjalankan program-program pembangunan mental atau fisik, kesabaran di dalam
menghadapi persaingan bangsa-bangsa lain, kesabaran di dalam menjaga
nilai-nilai kebaikan dan memerangi segala bentuk penyimpangan, di bidang
akidah, pendidikan, pemikiran, hingga moral. Allah berfirman di dalam QS
al-Sajdah ayat 24:
“Maka Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar, dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat Kami”.
Semua orang yang melaksanakan ibadah
haji, pasti memberikan pengorbanan yang besar. Pengorbanan harta benda, fisik,
perasaan, dan lain sebagainya, menjadi hal yang lumrah dalam perjalanan ibadah
haji, ibaratnya, tanpa pengorbanan, maka ibadah haji seseorang tidak sempurna.
Menyembelih hewan dam atau kurban, seakan-akan menjadi simbol pengorbanan yang
tinggi untuk sebuah perjalanan ibadah haji.
Telah menjadi sebuah keyakinan, bahwa
suatu bangsa akan jaya, apabila melakukan pengorbanan. Pengorbanan untuk
menjaga ideologinya, untuk melindungi seluruh nilai kebaikan yang ada pada
dirinya sendiri, pengorbanan untuk mengembangkan diri berdasarkan atas tuntutan
sifat-sifat kemuliaannya, bahkan pengorbanan untuk memenangkan pertarungan
melawan segala kekuatan buruk yang berupaya menguasainya. Allah berfirman di
dalam QS al-Saff ayat 10-13, terjemahnya:
“Wahai orang-orang beriman sukakah kamu Aku tunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu
beriman kepada Allah dan RasulNya, dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahuinya. Niscaya
Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang
baik di dalam surga ‘Adan, itulah keuntungan yang besar. Dan ada lagi karunia
yang lain yang kamu sukai, yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang
dekat waktunya, maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
beriman”.
2 Nilai universalitas (menyeluruh).
Sebuah bangsa yang hendak maju,
berkembang, dan menjadi penguasa, harus berpikiran menyeluruh, dan tidak
terbatas hanya pada wilayah negeri atau negaranya semata. Kebaikan yang ada
pada dirinya, berupaya untuk dibagi dan disebarkan kepada seluruh penduduk
bumi, sistem ilahiyah yang menjadi pokok aturannya, harus untuk dianut oleh
semua bangsa, di wilayah negeri manapun mereka berada. Pemikiran ini,
sepatutnya ada dan bertahan pada umat Islam, sesuai tuntunan Al-Qur’an dan
hadits Nabi, sehingga mereka tidak hanya berpikir untuk kepentingan yang sempit
dan terbatas.
Ibadah haji, berisi nilai
universalitas ini, seperti yang tampak begitu jelas pada pelaksanaan wukuf di
Padang Arafah, atau shalat dan tawaf di Ka’bah, Masjidil Haram. Umat Islam
tidak dibatasi oleh kesukuan, warna kulit, atau rambut, dan bahkan tidak oleh
negara, budaya dan bahasa sekalipun, maka tidak perlu pula ada pengelompokan
Islam Arab, Islam Nusantara, atau Islam Eropa, Amerika, dan Afrika. Umat Islam
ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi penduduk besar di atas muka bumi ini,
semuanya berkumpul bersama di dalam kepatuhan kepada Allah Rabbul ‘Alamin,
semuanya mengucapkan lafazh talbiyah yang sama, mengenakan pakaian ihram yang
sama, tidak ada keistimewaan bagi bangsa Indonesia atas bangsa lainnya, kecuali
dengan sifat takwa. Allah berfirman di dalam QS al-Hujurat ayat 13:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”.
0 Response to "Materi Khutbah Terlengkap Idul Adha: Ibadah Haji Perjalanan Menuju Kemenangan "
Post a Comment