'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم

Materi Khutbah Terlengkap Idul Adha: Ibadah Haji Perjalanan Menuju Kemenangan



Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamdu
Kaum Muslimin dan Muslimat yang Berbahagia,
Lantunan takbir, tahlil dan tahmid menghiasi pagi hari ini, hari raya penuh suka cita dan kebahagiaan. Kita, umat Islam patut bergembira dan merayakan hari ini, atas perintah Allah di dalam QS al-Hajj ayat 34:
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan kurban, supaya mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepadaNya …”
Gema puja dan puji, menjadi alunan dzikir kepada Allah Rabbu al-‘Izzah, pada hari bahagia, hari bergembira dan bersuka cita.
Ma’asyiral Musliminwal Muslimat Hafizhakumullah,
Ribuan tahun lalu, seorang lelaki membawa istri dan anaknya ke sebuah lembah tiada berpenghuni, lembah yang tandus nan gersang. Harapan besar mengisi relung hati lelaki taat ini, agar Allah Sang Maha Pengasih memberi jalan petunjuk yang terbaik bagi mereka, namun ternyata ujian dariNya masih berlanjut, Allah memerintahkan kepadanya agar meninggalkan anak dan istrinya di tempat itu. Allah menyimpan baginya sebuah rahasia kemuliaan, tersembunyi di dalam rasa pahit kepatuhan, atau getirnya ketundukan kepada Pencipta seluruh makhluk. Lelaki itu seorang nabi, bahkan rasul mulia utusan Allah, yaitu Ibrahim al-Khalil, istrinya wanita salehah yaitu Hajar, putranya anak patuh, yaitu Ismail -‘alaihimussalam-, lembah itu disebut Makkah, lokasi tempat tinggal mereka, yaitu di samping Ka’bah yang belum terbangun.
Penggalan sejarah yang pada akhirnya berbuah manis, lembah gersang tadi berubah menjadi kota yang paling ramai saat ini, kegigihan ibunda Hajar buat menyelamatkan putranya menghasilkan sumur zamzam yang tidak akan pernah kering, kesabaran Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail, untuk membangun Ka’bah, berujung kepada sebuah perjalanan suci yang diwajibkan atas seluruh umat manusia, ibadah haji. Allah berfirman di dalam QS. al-Hajj ayat 27:
“Maka, serukanlah kepada seluruh umat manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai onta yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.
Ibadah haji telah diwajibkan sejak zaman Nabi Ibrahim –’alaihissalam-, kemudian berlanjut hingga kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-, sehingga menunjukkan kepada kemuliaan ibadah ini. Berhaji, bukan perjalanan wisata yang menghambur-hamburkan uang tanpa kegunaan, bukan pula pameran kekayaan atau gelar kepada orang lain yang belum melaksanakan, melainkan perjalanan suci untuk mencapai kemenangan, atas nafsu kemewahan atau sifat angkuh sebagai makhluk termulia ciptaan Allah. Ibadah haji, menjadi pelajaran buat usaha menumbuhkan harapan kepada Allah, di tengah himpitan beban hidup yang serba sulit, seperti yang telah pernah dialami oleh keluarga Nabi Ibrahim –’alaihissalam-, macam-macam ujian yang menghadang, yaitu kemiskinan, kesendirian, kesedihan, dan lain sebagainya.
 Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahil Hamdu
Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia,
Semua bagian dari perjalanan ibadah haji, menjadi pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik, setelah melalui kesulitan sebelumnya. Sejak awal mula ibadah haji diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada zaman Nabi Ibrahim –’alaihissalam-, dijadikan sebagai sebab untuk kemakmuran Kota Makkah. Allah Ta’ala meminta kepada Nabi Ibrahim –’alaihissalam– agar menyerukan kewajiban ibadah haji ini kepada seluruh umat manusia, namun bukanlah perkara mudah, karena tempat itu belum dihuni oleh seorang pun kecuali mereka, hingga akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka jalan agar seruan ini didengar oleh seluruh umat manusia dan memenuhi panggilan haji dari seluruh pelosok negeri.
Amalan-amalan ibadah haji menjadi cerminan sikap yang kuat untuk keluar dari permasalahan hidup, menuju ketenangan, bahkan kemenangan. Tawaf, sa’i, wukuf, bermalam di padang Muzdalifah, melontar jamrah, hingga tahalul, kesemua ini menjelaskan tentang kerja keras, dibarengi oleh kekhusyukan yang dalam dengan dzikrullah, serta sifat tawakal kepada Allah Rabbul ‘Izzah, agar mendapatkan petunjuk buat mengarungi hidup yang lebih baik lagi. Tujuan akhirnya, yaitu haji mabrur, imbalannya surga Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam-:
“…dan haji yang mabrur, tidak ada balasannya kecuali hanya surga”. (HR. Bukhari-Muslim).
 Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat yang Dikasihi oleh Allah,
Ibadah haji juga mengajarkan tentang jalan kemenangan, nilai-nilai amalan haji menunjukkan kepada hal ini, yaitu:
1. Kedisiplinan waktu dan tempat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan pelaksanaan ibadah haji hanya pada waktu yang khusus, yaitu tanggal 8 hingga 13 Dzulhijah, dan bukan sepanjang tahun, bahkan niat ihram untuk berhaji juga dibatasi hanya pada bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal, Dzulkaidah, dan Dzulhijah. Tempat pelaksanaan ibadah haji juga khusus, yaitu Tanah Suci Makkah, Mina, dan Padang Arafah, bukan di seluruh masjid atau tempat selain ini. Kedisiplinan, menjadi salah satu syarat buat sebuah bangsa meraih kemenangan, perbandingannya kepada sebuah pasukan perang, tidak akan memenangkan pertempuran tanpa kedisiplinan. Allah berfirman di dalam QS al-Anfal ayat 45:
“Wahai orang-orang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu, dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”.
Perjalanan ibadah haji menjadi simbol kesabaran tingkat tinggi. Tawaf, sa’i, melontar jamrah, semua ini memerlukan kesabaran yang banyak, bahkan ibadah shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bersama dengan jutaan kaum muslim, harus dijalankan dengan penuh kesabaran agar tetap bisa khusyuk. Berhaji tanpa kesabaran, sama dengan menghilangkan kenikmatan menjalankannya, karena pelaksanaan ibadah haji, khususnya pada zaman seperti sekarang ini, hanya dapat dirasakan kelezatannya oleh orang-orang yang bersabar.
Kesabaran, juga menjadi nilai utama yang harus dipenuhi oleh suatu bangsa untuk maju dan menang, kesabaran di dalam menjalankan program-program pembangunan mental atau fisik, kesabaran di dalam menghadapi persaingan bangsa-bangsa lain, kesabaran di dalam menjaga nilai-nilai kebaikan dan memerangi segala bentuk penyimpangan, di bidang akidah, pendidikan, pemikiran, hingga moral. Allah berfirman di dalam QS al-Sajdah ayat 24:
“Maka Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar, dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”.
Semua orang yang melaksanakan ibadah haji, pasti memberikan pengorbanan yang besar. Pengorbanan harta benda, fisik, perasaan, dan lain sebagainya, menjadi hal yang lumrah dalam perjalanan ibadah haji, ibaratnya, tanpa pengorbanan, maka ibadah haji seseorang tidak sempurna. Menyembelih hewan dam atau kurban, seakan-akan menjadi simbol pengorbanan yang tinggi untuk sebuah perjalanan ibadah haji.
Telah menjadi sebuah keyakinan, bahwa suatu bangsa akan jaya, apabila melakukan pengorbanan. Pengorbanan untuk menjaga ideologinya, untuk melindungi seluruh nilai kebaikan yang ada pada dirinya sendiri, pengorbanan untuk mengembangkan diri berdasarkan atas tuntutan sifat-sifat kemuliaannya, bahkan pengorbanan untuk memenangkan pertarungan melawan segala kekuatan buruk yang berupaya menguasainya. Allah berfirman di dalam QS al-Saff ayat 10-13, terjemahnya:
“Wahai orang-orang beriman sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan RasulNya, dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adan, itulah keuntungan yang besar. Dan ada lagi karunia yang lain yang kamu sukai, yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat waktunya, maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman”.
2 Nilai universalitas (menyeluruh).
Sebuah bangsa yang hendak maju, berkembang, dan menjadi penguasa, harus berpikiran menyeluruh, dan tidak terbatas hanya pada wilayah negeri atau negaranya semata. Kebaikan yang ada pada dirinya, berupaya untuk dibagi dan disebarkan kepada seluruh penduduk bumi, sistem ilahiyah yang menjadi pokok aturannya, harus untuk dianut oleh semua bangsa, di wilayah negeri manapun mereka berada. Pemikiran ini, sepatutnya ada dan bertahan pada umat Islam, sesuai tuntunan Al-Qur’an dan hadits Nabi, sehingga mereka tidak hanya berpikir untuk kepentingan yang sempit dan terbatas.
Ibadah haji, berisi nilai universalitas ini, seperti yang tampak begitu jelas pada pelaksanaan wukuf di Padang Arafah, atau shalat dan tawaf di Ka’bah, Masjidil Haram. Umat Islam tidak dibatasi oleh kesukuan, warna kulit, atau rambut, dan bahkan tidak oleh negara, budaya dan bahasa sekalipun, maka tidak perlu pula ada pengelompokan Islam Arab, Islam Nusantara, atau Islam Eropa, Amerika, dan Afrika. Umat Islam ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi penduduk besar di atas muka bumi ini, semuanya berkumpul bersama di dalam kepatuhan kepada Allah Rabbul ‘Alamin, semuanya mengucapkan lafazh talbiyah yang sama, mengenakan pakaian ihram yang sama, tidak ada keistimewaan bagi bangsa Indonesia atas bangsa lainnya, kecuali dengan sifat takwa. Allah berfirman di dalam QS al-Hujurat ayat 13:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Materi Khutbah Terlengkap Idul Adha: Ibadah Haji Perjalanan Menuju Kemenangan "