Coretan Pena Aktivis Dakwah 07: Pembagian Halaqah Tarbiyah Menurut Syaikh al-Utsaimin
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah
Islamiyah)
Klasifikasi dan pembagian
halaqah-halaqah tarbiyah termasuk sarana yang digunakan untuk memudahkan
ta'shil bagi ilmu syar'i tersebut. Sebab, perlu diketahui jumlah ikhwah dan akhwat
yang berada pada setiap marhalah sangat banyak dan tidak memungkinkan
pelaksanaan tarbiyah efisien dan berjalan dengan baik dalam jumlah tersebut.
Olehnya, cara yang paling mudah dan lazim adalah memecahnya dalam bentuk
halaqah-halaqah, dimana setiap halaqah itu memiliki nama tersendiri untuk
memudahkan pengklasifikasian serta evaluasi sejauh mana keberhasilan suatu
halaqah dalam proses transfer ilmu.
Masalah pembagian halaqah-halaqah ini, maka cukuplah
kami kutipkan fatwa Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin rahimahullah yang memberi keterangan akan hal ini. Beliau
rahimahullah pernah ditanya. Penanya: "Sebagian guru-guru wanita di
sekolah-sekolah atau fakultas-fakultas membagi siswi-siswi yang berada pada
kelas-kelas kuliah menjadi beberapa kelompok atau halaqah-halaqah, dimana ada
halaqah Aisyah, halaqah Khadijah, dan seterusnya untuk tujuan agar tidak
terjadi kerancuan.
Akan tetapi, sebagian akhwat mengeluhkan seraya
berkata: Bahwasanya ada beberapa siswi yang bersama kami di mushallah menjauh
dari Mushallah dengan alasan bahwa pembagian (halaqah-halaqah) tersebut tidak
di atas manhaj dan bukan termasuk jalan salaf. Lalu mereka keluar dan berkumpul
di luar mushallah dan membentuk halaqah (kelompok) lain di luar mushallah,
dimana perbuatan ini menyebabkan terbagi-baginya shaf dan perpecahan di
kalangan para siswi, serta terjadi sebagian perselisihan. Pertanyaannya: Apa nasehat
anda? Apakah metode ini (pembagian halaqah) salah atau benar?
Syaikh: menjawab: "Saya katakan, semoga Allah
memberkati engkau. Sampaikan pada mereka, bahwa kedua metode itu tidak benar;
tidak pada pembagian wanita-wanita ketika shalat dan tidak pula yang
bersendiriannya mereka di tempat yang lain".
Penanya:
"Bukan pada shalat, akan tetapi dalam halaqah mushallah".
Syaikh:
"Apa itu halaqah mushallah?
Penanya:
"Pelajaran sekolah dimulai pada jam 7.30, namun siswi-siswi hadir pada
pukul 7.00, lalu mereka mengadakan halaqah untuk mempelajari al-Qur'an dan
Tafsir".
Syaikh:
"Maksudnya adalah halaqah tahfidz?
Penanya:
Iya, halaqah-halaqah ta'lim, yakni Tafsir, al-Qur'an, Hadits dan Fiqh".
Syaikh:
"Yang penting halaqah-halaqah, mereka menamakan tahfidz al-Qur'an?
Jawabannya,
perkara ini tidak mengapa. Adapun saya mengatakan halaqah ini namanya halaqah
Aisyah, ini halaqah Khadijah dan ini halaqah Fathimah, tidak ada larangan
padanya".
Penanya:
"Bagaimana dengan wanita-wanita yang keluar itu?
Syaikh:
"Mereka yang keluar, maka ini adalah kesalahan dari mereka"
Penanya:
"Tapi mereka menggunakan hujjah, bahwa metode ini bukanlah metode
salaf?"
Syaikh:
"Ini bukan metode salaf, akan tetapi ini adalah tandzim (pengaturan).
Apakah belajar dalam bentuk kelas-kelas pembelajaran termasuk metode
salaf?".
Penanya:
"Tidak".
Syaikh:
"Ia bukan termasuk metode salaf. Apakah termasuk metode salaf
pengklasifikasian hadits menjadi bab-bab, dimana ada bab thaharah, shalat,
zakat, puasa dan haji? Ini bukan metode salaf. Semua ini tidak ada kecuali
setelah zaman para sahabat setelah buku-buku mulai dikarang. Olehnya (perbuatan
mereka para wanita itu) salah. Katakan pada mereka yang memisahkan diri itu:
Ini adalah satu kesalahan dari kalian; sebab merekalah yang memisahkan diri
dari tempat (mushallah) dan penamaan itu".
Penanya:
"Agar jelas –ya Syaikh-. Bahwasanya setelah terjadi pemisahan diri ini,
maka terjadilah perpecahan mereka dari mahasiswi-mahasiswi, dan terjadi
pada…"
Syaikh:
"Katakan pada mereka, hendaknya mereka kembali pada tempat pertama
(semula) dan setiap salah satu baginya mustawa (tingkatan) dan nama khusus".[Lihat:
Liqoat al-Baab al-Maftuh, 173/15]
Yang menjadi
pertanyaan adalah apa yang dikerjakan ketika kita tarbiyah?
1. Bergantian
Membaca al-Qur'an.
Salah satu kegiatan Tarbiyah Marhaliyah, adalah
Tahsinul Qira'ah. Formatnya, dengan cara membaca al-Qur'an secara bergantian
dalam satu halaqah tarbawiyah. Sedang anggota halaqoh lainnya menyimak sembari
membenarkan bacaan yang salah dari sang qori', agar para anggota halaqah dapat
belajar makhorijul huruf dan tajwid langsung dengan prakteknya. Dan hal ini
merupakan manifestasi dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
"Yang terbaik diantara kalian adalah, yang mempelajari al-Qur'an dan
mengajarkannya".[HR. Bukhari]
Juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
"Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam satu rumah dari sekian rumah-rumah
Allah, mereka membaca kitabullah dan saling mengajarkan diantara mereka,
melainkan diturunkan atas mereka sakinah (ketenangan jiwa), diliputi oleh
rahmat, dikerumuni oleh para malaikat, dan mereka disebut-sebut oleh Allah
dihadapan yang ada di sisinya (majelis para malaikat)".[HR. Muslim]
Model pembacaan al-Qur'an seperti keterangan di atas,
walaupun ada ulama yang melarangnya namun alhamdulillah telah direkomendasikan
oleh para ulama salaf dan khalaf kita. Berikut ini perkataan para ulama kita
perkara tersebut:
Pertama, perkataan Imam an-Nawawi rahimahullah :
Artinya,
"Pembahasan tentang membaca al-Qur'an secara bergiliran", yakni
berkumpulnya sekelompok orang, sebagian membaca sepersepuluh, atau satu juz
kemudian berhenti, dan yang lain meneruskan bacaan dari orang yang pertama,
kemudian yang lainnya membaca (lagi), maka ini sangat baik dan diperbolehkan.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, maka beliau menjawab: Tidak
mengapa dikerjakan".[at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur'an, hal. 103]
Kedua, perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah :
Artinya,
"Membaca al-Qur'an secara bergiliran merupakan sesuatu yang baik menurut
pendapat sebagian besar para ulama. Dan diantara bentuk pembacaan al-Qur'an
model ini adalah membaca al-Qur'an secara berjamaah dengan satu suara, madzhab
Malikiyah memiliki dua pandangan dalam hukum kemakruhannya, sedang Imam Malik
rahimahullah memakruhkannya. Adapun membaca al-Qur'an bergiliran satu persatu
sementara yang lainnya mendengarkan, maka tidak di makruhkan tanpa khilaf,
bahkan ia disunnahkan dan para sahabat pun telah melakukannya, seperti Abu Musa
dan selain beliau".[Fatawa al-Kubra, V/345]
Ketiga, Fatwa dari Lajnah Da-imah Kerajaan Saudi
Arabia :
Redaksi
pertanyaan: "Suatu kebiasaan kami di Maroko, membaca al-Qur'an secara
berjamaah setiap pagi dan sore setiap selesai shalat Subuh dan Maghrib. Namun
ada diantara kami yang mengatakan bahwa hal ini adalah bid'ah ??.
Jawaban:
"Membaca al-Qur'an secara berjamaah dengan satu suara setiap selesai
menunaikan shalat Subuh dan Maghrib atau selainnya adalah bid'ah. Adapun jika
setiap orang membaca masing–masing, atau semuanya mempelajari al-Qur'an, setiap
selesai satu orang membaca diikuti dengan bacaan yang lainnya, sementara yang
lainnya diam dan menyimak, maka ini adalah salah satu ibadah yang mulia. [Fatawa
Lajnah Da-imah, IV/118]
Dan begitu banyak lagi fatwa-fatwa lainnya, namun cukuplah
tiga fatwa dari ulama beda generasi ini sudah cukup mewakili fatwa-fatwa ulama
lainnya.
2. Tasmi' hafalan
al-Qur'an dan Hadits
Diantara kegiatan rutin dalam Tarbiyah Marhaliyah
adalah tasmi' hafalan al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah selesai membaca
al-Qur'an secara bergiliran, dan pada setiap marhalah ditetapkan muqarrar
(kurikulum) hafalannya masing–masing.
Tujuan dari kegiatan tasmi' hapalan ini adalah agar
setiap kader memiliki pembendaharaan hafalan al-Qur'an dan hadits-hadits
nabawy, sebagai suatu hal yang mutlak sebelum terjun secara langsung dalam
medan dakwah ilallah. Demikian pula sebagai bentuk semangat meraih kemuliaan
dan ketinggian derajat di sisi Allah Ta'ala. Dalam sebuah hadits, dari Aisyah
radhiallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
jumlah tingkatan surga sebanyak bilangan ayat-ayat al-Qur’an.
Dan masih banyak lagi kegiatan yang dilakukan pada
saat tarbiyah selain diatas, maka sangatlah keliru yang kemudian mengatakan bahwa
halaqoh tarbiyah dengan pembagian atau pengelompokan adalah sesuatu yang bid’ah
dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Di akhir tulisan ini kami ingin
menyampaiakan bahwa halaqoh tarbiyah pertama dalam sejaran Islam adalah Halaqoh
Dar Al-Arqam bin Abi Al-Arqam.
Kita semua hampir mengetahui bahwa majelis ilmu yang
pertama kali dalam sejarah Islam adalah Rumah/Dar Al-Arqam bin Abi Al-Arqam.
Dar Al-Arqam bukan hanya berfungsi sebagai majelis ilmu, tetapi ia adalah
halaqoh tarbiyah (pengkaderan) pertama dan markaz dakwah pertama dalam Islam. Dari
tempat inilah Rasulullah membina, mencanangkan misi dakwah kepada mutarabbi yang
dikenal dalam sejarah manusia. As-Saabiqun Al-Awwalun, demikian julukan yang
diberikan kepada mutarabbi yang tertarbiyah dalam halaqah ini. Melalui halaqah
ini kader-kader awal Islam yang memiliki keimanan yang begitu kuat dibandingkan
dengan para sahabat lainnya. Mereka diantaranya 10 sahabat yang dijamin masuk
syurga, Ibnu Mas’ud, Bilal bin Rabbah dan lainnya. Maka tidak mengherangkan
jika nama-nama mereka yang lebih dominan dalam perjalanan sirah nabawiyah
karena mereka langsung tertarbiyah oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
Generasi emas dan terbaik dalam sejarah Islam mereka
terlahir karena tarbiyah dalam segala hal, tarbiyah dzatiyah (pembinaan diri)
maupun tarbiyah jama’iyyah (pembinaan kelompok) yang melalui wasilah mereka agama
Allah tersebar keseluruh penjuru dunia dan mampu kita rasakan sampai saat ini. Maka
bergabunglah dan terus berkiprah dan aktif dalam halaqah-halaqah ilmu dan
tarbiyah, semoga dengannya kita diangkat Allah sebagai generesi rabbani sebagai
pelanjut misi dakwah generasi emas dan terbaik dalam sejarah Islam.
Akhukum,
Muhammad Akbar bin Zaid
(www.muhammadakbarbinzaid.com)
Makassar, Jum’at
20 Oktober 2017
0 Response to "Coretan Pena Aktivis Dakwah 07: Pembagian Halaqah Tarbiyah Menurut Syaikh al-Utsaimin"
Post a Comment