Coretan Pena Aktivis Dakwah 03: Di Jalan Dakwah, Kita Bersama
Dia pernah
berdakwah di tempat yang terpencil. Ditemani istri. Dakwah yang penuh dengan
tantangan. Bayangkan saja, listrik tidak aktif jika sudah larut malam. Sinyal
HP tidak terjamah.
Namun,
bersama istrinya, ia tetap semangat menebarkan dakwah.
Suatu saat,
pulang dari berdakwah, motornya mogok. Ia mendorong dengan jarak yang sangat
jauuuh. Keringat mengucur. Letih membersamai.
Ketika itu,
ia pun teringat kisah perjuangan nabi. "Ujian para nabi, merekalah yang
paling berat," itulah pesan yang kerap ia ingat. Bahwa saat kesulitan itu
datang, ingatlah, ujian para nabi dalam dakwah, lebih berat. Kita belum
seberapa. Ia pun kembali tegar.
Sepulang
dari itu semua, ia pun lebih tenang, karena ada istri yang mendekap.
Itulah dunia
dakwah. Yang mana dakwah adalah sebaik-baik perkataan.
Allah azza
wajalla befirman, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushshilat: 33).
Namun,
jangan lupa, dakwah penuh tantangan. Ada ujian di sana, ada kesabaran yang
harus diamalkan. Namun, di balik itu semua, kadang ada sosok berarti yang kerap
alpa. Siapa lagi kalau bukan istri?
Dialah
menjadi motivator bagi seorang suami. Untuk terus memberikan suntikan motivasi.
Saat-saat lelah menyapa, datanglah istri memberikan kehatangan. Walaupun itu
hanya segelas teh.
Karena bukan
santapan menjadi ukuran, tapi kebersamaan. Saling mendukung dalam dakwah dan
saling mendoakan. Itulah keluarga yang elok.
Karena itulah,
Nabi shallallolahu alayhi wasallam ditemani oleh Khadijah, Hafshoh, Zainab,
Aisyah, Ummu Salamah, dst. Mereka adalah Ummul Mukminin, yang kerap
mendukung perjuangan nabi dalam tugas dakwah.
Olehnya itu,
selaku keluarga muslim, hendaknya kita selalu bersama dalam kebaikan. Tidak
saling membelakangi, tidak saling mencibir, atau berbagai perlakuan negatif.
Jangan ada
ucapan saat suami berdakwah, "Nggak usah ke sana, amplopnya
kecil."
Astagfirulloh.
Namun, dalam
dakwah, saling berjuang.
Bukan untuk
mengayakan diri dalam dakwah, tapi mencapai visi-misi Islam. Sebagai
rahmatallil 'alamin.
Elok, apa
yang pernah dijawab oleh Najmuddin (asal Irak), saat ditanya, wanita yang
bagaimana cocok baginya sebagai istri. Ia menjawab,
"Aku
menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan
akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga menjadi seorang
pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum
muslimin.”
Beberapa
hari setelah itu, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid di
kota Tikrit berbincang-bincang. Lalu, datanglah seorang wanita memanggil syaikh
tersebut dari balik tabir.
Najmuddin
mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si wanita. Syaikh itu berkata kepada
si wanita,
“Mengapa
engkau menolak pemuda yang aku utus ke rumahmu untuk meminangmu?”
Wanita itu
menjawab, “Wahai syaikh, ia adalah sebaik-baik pemuda yang memiliki ketampanan
dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”
“Lalu apa
yang kamu inginkan?” tanya syaikh.
Ia menjawab,
“Tuanku asy-syaikh, aku menginginkan seorang pemuda yang akan menggandeng
tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya yang akan
menjadi seorang ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam
pangkuan kaum muslimin.”
Allohu
akbar.
Diksi
Najmuddin dan si wanita itu, sama. Pilihan katanya sama. Visi-misi mereka
berdua kembar.
Singkat
cerita, akhirnya mereka pun menikah. Maka, Allah mengaruniakan seorang putera
kepada Najmuddin yang akan menjadi sosok ksatria yang bakal mengembalikan
Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin. Ketahuilah, ksatria itu adalah
Shalahuddin al-Ayyubi.
Itulah semua
barokah dari visi misi keluarga yang mengedepankan tegaknya kalimat tauhid dan
tegaknya Islam di muka bumi.
Bagaimana?
Sudah siap berjuang bersama keluarga?
🖊Akh Abu Abdirrahman
0 Response to "Coretan Pena Aktivis Dakwah 03: Di Jalan Dakwah, Kita Bersama"
Post a Comment