Istiqomah Dalam Keimanan
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah
Islamiyah)
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah
rodhiallohu ‘anhu, aku berkata: wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara
islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang
lain selain engkau, (maka) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“ucapkanlah: “aku beriman kepada Allah”, kemudian beristiqomahlah dalam ucapan
itu” (HR. Muslim, no. hadits: 38)
Biografi Perawi Hadits
Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Sufyan bin ‘Abdillah bin Rabi’ah bin Al Harits Ats Tsaqafi rodhiallohu ‘anhu, kunyah beliau adalah Abu ‘Amr, ada juga yang mengatakan: Abu ‘Amrah, beliau adalah sahabat yang mulia yang menjabat gubernur wilayah Ath Thaif pada jaman kekhalifahan ‘Umar bin Al Khaththab rodhiallohu ‘anhu, hadits ini adalah satu-satunya hadits yang beliau riwayatkan yang terdapat dalam Al Kutubus sittah (kitab hadits yang enam) Lihat Tahdzibut Tahdzib (4/115).
Kedudukan Hadits
Hadits ini mengandung wasiat (nasihat) yang sangat besar manfaatnya dan mencakup semua perkara agama, dan termasuk Jawami’ul kalim (hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lafaznya singkat tapi maknanya padat). Lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 86) dan Jami’ul ‘Ulum (hal. 510).
Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini
Pertama:
Besarnya semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanyakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka dalam menanyakan hal-hal tersebut adalah benar-benar untuk mengilmui (mengetahui) dan mengamalkannya, bukan hanya semata-mata untuk pengetahuan, karena ilmu yang tidak dibarengi amal adalah seperti pohon yang tidak memiliki buah, Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang hamba-hambaNya yang bertakwa:
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan menganugerahkan kepada mereka ketakwaannya” (QS Muhammad:17)
Imam Al Khatib Al Baghdadi berkata: Seorang penuntut ilmu hendaknya menjadikan urusan-urusan kehidupannya berbeda dengan kebiasaan orang-orang awam, dengan selalu berusaha mengamalkan hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (dalam setiap urusannya) semaksimal mungkin dan menerapkan sunnah-sunnah Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam dirinya, karena sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al Ahzaab: 21)
Kemudian Al Khatib Al Baghdadi menyebutkan kisahnya Abu ‘Ishmah ‘Ashim bin ‘Isham, dia berkata: Suatu malam aku menginap di rumah Imam Ahmad bin Hambal, beliau membawakan air (untuk aku gunakan ketika berwudhu) dan beliau meletakkan air itu (di dekatku), maka besok paginya dia melihat air itu (dan mendapatinya tetap) seperti semula (tidak aku pakai untuk berwudhu), maka beliau pun berkata: Subhanallah, seorang penuntut ilmu tidak punya wirid (zikir/bacaan Al Quran yang terus dilakukan oleh seseorang) pada malam hari? Al Jami’ Liakhlaqirraawi wa Adabissaami’ (1/215), lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 85)
Kedua:
Iman kepada Allah ‘azza wa jalla mencakup semua hal yang wajib diyakini dalam landasan dan pokok-pokok keimanan dari apa-apa yang Allah ‘azza wa jalla beritakan tentang diri-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk,yang disertai dengan amalan-amalan dalam hati, ketaatan dan ketundukan yang sepenuhnya lahir dan batin kepada Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga:
Keharusan untuk tetap istiqomah dalam keimanan sampai di akhir hayat, dan makna istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling darinya ke kiri maupun ke kanan, dan ini semua mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah ‘azza wa jalla) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (hal. 510). Dan perintah untuk beristiqomah disebutkan dalam banyak ayat Al Quran, di antaranya firman Allah ‘azza wa jalla:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Robb kami ialah Allah” kemudian mereka beristiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fushshilat: 30),
dan firman-Nya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan:”Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap
beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada
(pula) berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf: 13-14)
Akan tetapi,
bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin dapat terus-menerus sempurna
dalam istiqomah, karena bagaimana pun manusia tidak akan luput dari kesalahan
dan kelalaian yang menyebabkan berkurangnya nilai keistiqomahannya, oleh karena
itu Allah ‘azza wa jalla memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya yang bertakwa
untuk mengatasi keadaan ini dan memperbaiki kekurangan tersebut, yaitu dengan
beristigfar (meminta ampun kepada Allah ‘azza wa jalla) dari semua dosa dan
kesalahan, Allah berfirman:
“Maka beristiqomahlah
(tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun
kepada-Nya” (QS. Fushshilat: 6),
Dan istigfar
di sini mengandung pengertian bertaubat dan kembali kepada keistiqamahan. Dan
ayat ini semakna dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: kepada
Mu’adz bin Jabal radhiallohu ‘anhu:
“Bertakwalah
kepada Alloh di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan yang buruk dengan
perbuatan baik, maka perbuatan baik itu akan menghapuskan (dosa) perbuatan
buruk tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” (HR. Imam Ahmad 5/153, dan At Tirmidzi no.
hadits 1987) Ibid.
Keempat
Dalam Al
Quran dan hadits-hadits yang shahih Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya
shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan sebab-sebab untuk tetap teguh
dan istiqomah dalam keimanan, dan kami akan sebutkan dalam makalah ini beberapa
sebab penting di antara sebab-sebab tersebut sebagai berikut:
1. Memahami
dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat,dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim
dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS.
Ibrahim: 27)
Makna ‘ucapan
yang teguh’ dalam ayat ini adalah dua kalimat syahadat yang dipahami dan
diamalkan dengan benar, sebagaimana yang ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam kitab Shahihnya (jilid 4, hal. 1735):
Dari Baro’
bin ‘Azib rodhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “seorang muslim ketika dia ditanya (diuji) di dalam kuburnya (oleh
malaikat Munkar dan Nakir) maka dia akan bersaksi bahwa ‘tidak ada sesembahan
yang benar kecuali Allah’ dan ‘Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam
adalah utusan Allah’, itulah makna Firman-Nya: “Allah meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan
di akhirat”.
2. Membaca Al
Quran dengan menghayati dan merenungkannya
Al Quran
adalah sumber peneguh iman yang paling utama bagi orang-orang yang beriman,
sebagaimana firman Allah:
“Katakanlah:
‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Robb-mu dengan benar, untuk
meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS. An Nahl: 102)
Allah ‘azza
wa jalla telah menjelaskan dalam Al Quran bahwa tujuan diturunkannya Al Quran
secara berangsur angsur adalah untuk menguatkan dan meneguhkan hati Rosululloh
shalallahu ‘alaihi wa sallam , Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Berkatalah
orang-orang yang kafir: mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali
turun saja?; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (teratur dan benar)” (QS. Al Furqon: 32)
3. Berkumpul
dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.
Allah
menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab utama yang membantu
menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah
keberadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Bagaimana
mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah
dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan
barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Dalam ayat lain Allah
berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar(jujur)” (QS. At
Taubah: 119)
Dalam sebuah hadist yang hasan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai pembuka
(pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan” (Hadits hasan riwayat Ibnu
Majah dalam kitab “Sunan” (jilid 1, hal. 86) dan Al Baihaqi dalam Syu’abul
Iman” (jilid 1, hal. 455) dan Imam-imam lainnya, dan dihasankan oleh Syekh Al
Albani)
4. Berdoa
kepada Alloh
Dalam Al
Quran Allah ‘azza wa jalla memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdoa
kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah ‘azza wa
jalla berfirman :
“Dan berapa
banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan:
‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’. Karena itu Allah memberikan kepada
mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali
‘Imran: 146-148)
Dalam ayat lain Allah ‘azza wa
jalla berfirman:
“Ya Rabb kami, limpahkanlah
kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami
terhadap orang-orang kafir” (QS. Al Baqoroh: 250)
5. Membaca
kisah-kisah para Nabi dan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam serta orang-orang
shalih yang terdahulu untuk mengambil suri teladan.
Dalam Al
Quran banyak diceritakan kisah-kisah para Nabi, rasul, dan orang-orang yang
beriman yang terdahulu, yang Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tsb
ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Dan semua
kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Surat 11. HUD - Ayat 120)
Wallahu
A’lam Bishowab…
Masjid
Darul Khair Gowa, 2 Oktober 2017
0 Response to "Istiqomah Dalam Keimanan"
Post a Comment