Realitas Pendidikan Indonesia: Jadikan Anak Sesuai Potensinya
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
KOMPAS.com - Tugas pendidikan adalah mengupayakan agar anak bisa mengenal potensi
dirinya, sedangkan pendidikan berperan memberikan fasilitas agar mereka dapat
mengembangkan potensinya, baik bidang akademik maupun potensi non-akademik,
seperti seni dan olah raga.
Secara
akademis, riset membuktikan bahwa setiap anak lahir dengan potensinya
masing-masing. Ada kata-kata bijak menyebutkan, "Jadikan anak sesuai
dengan potensinya,
bukan sesuai dengan harapan orang tua."
Perlu
juga dipahami, bahwa potensi itu adalah bawaan dari lahir, namun ada juga
produk dari proses pendidikan. Jika anak mempunyai bakat tetapi tidak dididik
dengan tepat, maka potensinya tidak akan tumbuh dan berkembang optimal.
Demikian sebaliknya, jika anak tidak berbakat tetapi dipaksakan oleh guru atau
orang tuanya, potensinnya pun tidak akan tumbuh dengan baik. Pasti akan ada konflik
internal dalam jiwa si anak. Karena itulah, harus serasi dan seimbang antara
potensi bawaan anak dengan proses pendidikannya.
Untuk
dapat mengembangkan potensi tersebut, ada beberapa
tahapan atau langkah
harus ditempuh oleh semua pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Pertama adalah pendidikan, melalui peran sekolah harus
mampu mengidentifikasikan potensi anak didiknya melalui pilihan ekstra
kurikuler.
Kedua, setelah anak mengenal potensi dan bakat dirinya,
maka tugas pendidikan, sekolah atau kementerian, adalah menumbuhkembangkan
potensi tersebut. Karena itu, perlu adanya pembelajaran ekstrakurikuler yang
efektif dan efisien sebagai upaya menumbuhkembangkan bakat dan minat anak.
Ketiga, memberi peluang anak didik untuk mengikuti
perlombaan guna mengukur potensi dirinya. Apakah potensi itu sudah di level
sekolah, kecamatan, kabupaten maupun tingkat nasional. Inilah yang
melatarbelakangi Kemdikbud menyelenggarakan Festival dan Lomba Seni Siswa
Nasional(FLS2N). Jadi, kegiatan ini merupakan bagian dari proses
menumbukembangkan potensi anak sesuai dengan minat dan potensinya.
Kemdikbud
juga terus mendukung peningkatan kualitas pembelajaran ekstra kurikuler,
misalnya dengan memberikan bantuan pengadaan peralatan olah raga dan seni. Hal
ini dimaksudkan agar peserta didik yang belum mendapat kesempatan mengikuti
ajang perlombaan tingkat nasional, dapat juga mengembangkan potensinya di
sekolah. Asumsinya, jika dalam FLS2N satu provinsi diwakili hanya segelintir
siswa dari 26 juta siswa SD di Indonesia, program bantuan pengadaan diharapkan
dapat mencakup jauh lebih banyak siswa di sekolah.
Kemudian,
perlu juga diperhatikan peningkatan kualitas guru atau pembina ekstra
kurikuler. Harus menjadi perhatian, bahwa penting untuk memiliki pembina yang
mempunyai bakat dan minat terhadap ektra kurikuler yang dibinanya. Jika tidak,
mereka tidak akan dapat menelurkan anak-anak berpotensi unggul.
Sebagai
alternatif, ada sekolah yang menyerahkan pembinaan ekstra kurikuler kepada mahasiswa
perguruan tinggi yang mempunyai bakat di bidang tertentu. Sementara pada waktu
ekstra kurikuler, para guru mengadakan rapat persiapan mengajar untuk minggu
berikutnya.
Oleh
karena pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, unit pelayan
teknis daerah (UPTD) pendidikan dasar di tingkat kecamatan, dinas
kabupaten/kota, provinsi, maupun Kemdikbud, maka semua pihak tersebut hendaknya
berkerja di kavlingnya masing-masing. Misalnya, kurikulum adalah tugas
pemerintah pusat, sedangkan tempat belajar dan mengajar yang baik adalah tugas
masing-masing sekolah dan daerah. Komponen bangsa lainnya pun harus mendukung,
seperti para seniman yang turut berpartisipasi membina potensi anakdibidang
seni.
Menata generasi emas
Secara
historis, kebangkitan bangsa pertama kalinya digaungkan pada hari kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Lalu, lahirlah generasi yang
mengisi pembangunan.
Saat
ini, Indonesia akan menuju kebangkitan kedua, yaitu 100 tahun Indonesia merdeka
pada tahun 2045. Inilah yang melatarbelakangi kebangkitan generasi emas. Inilah
saat yang tepat bagi pendidikan untuk berperan menciptakan generasi emas
Indonesia. Ini adalah momentum sangat tepat bagi para pemangku kepentingan
pendidikan untuk menata dengan sebaik-baiknya pendidikan berkualitas.
Pencanangan
generasi emas tahun pertama juga telah dibarengi dengan revitalisasi pendidikan
karakter. Mengintegrasikan (kembali) pendidikan dan kebudayaan merupakan
langkah sangat tepat, dengan harapan pendidikan akan melahirkan anak yang
berbudaya sehingga jika disatukan akan serasi antara proses dan produk. Namun,
dalam hal ini, budaya hendaknya tidak serta merta dimaknai secara sempit,
tetapi lebih luas lagi, seperti budaya sopan santun, budaya pemanfaatan
teknologi dengan bijak.
Berdasarkan
hasil kajian yang mendalam, Kemdikbud sudah mengindetifikasi 18 nilai-nilai
kebaikan yang akan disemaikan kepada anak didik melalui pendidikan karakter.
Jika nilai-nilai ini disemaikan sedini mungkin, sejak dalam PAUD, bahkan sampai
dengan pendidikan tinggi, maka diharapkan tersemailah prilaku-prilaku
berkarakter dan berbudaya yang baik.
Kemdikbud
juga telah menyusun dan terus-menerus melakukan evaluasi terhadap tahap-tahap
grand design generasi emas Indonesia. Akan lebih sempurna hasilnya jika
terdapat ada kerja sama masyarakat dan pemerintah. Bagi anak didik, jangan
berpikir dirinya sebagai obyek, tetapi sebagai subyek yang berperan aktif atas
dukungan dan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah, orangtua, maupun
masyarakat. (ARIFAH), Direktur Pembinaan Sekolah
Dasar, Direk-torat Jenderal Pendidikan Dasar, Kemdikbud.
smilewithismail.blogspot.com
Semoga Bermamaaf,
Syukrhan Jazakallahu Khairan@..
0 Response to "Realitas Pendidikan Indonesia: Jadikan Anak Sesuai Potensinya"
Post a Comment