Realitas Pemuda Indonesia: Pergaulan Bebas Remaja
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
Abstrak
Karya ilmiah ini
berisi tentang Pergaulan Bebas Pada Remaja di Era Globalisasi. Penjelasan
tentang remaja, dan pergaulan bebas pada era globalisasi. Remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
sampai 21 tahun. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari
masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira
10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.
Masa remaja bermula
pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang
dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual.
Seiring berkembangnya zaman, pergaulan yang makin bebas memberikan rasa
khawatir tersendiri bagi tiap orang tua yang memiliki anak usia remaja. Seks
bebas dan kemungkinan untuk tertular penyakit seksual besar kemungkinan dapat
terjadi. Akan tetapi, di balik itu semua ada penyebab anak melakukan tidakan
tersebut. Tanpa orang tua sadari, memaksakan keinginan kepada anak akan menjadikan
mereka “liar” di luar sana. Meski orang tua tidak menyadari itu semua, akan
tetapi hal ini terbukti dari sebuah studi yang telah dilakukan bahwa anak usia
16 tahun telah berhubungan seksual secara aktif.
Keywords : psikologi, remaja, pergaulan bebas, globalisasi, seks bebas.
Pendahuluan
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Masa dimana
seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan
mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh
dengan masalah-masalah. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai
baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode eksperimen (coba-coba)
walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan
kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang
tua.
Didalam jenjang kehidupan, masa remaja ini merupakan suatu masa, dimana
gelombang kehidupan sudah mencapai masa puncaknya. Pada masa ini, para remaja
memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami
hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan,
bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya. Menurut DR. Dadang Sulaeman
(1995:2) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu
berjuang untuk tumbuh dan menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan
makna dari segala sesuatu yang ada.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, remaja harus diselamatkan dari
pergaulan bebas. Karena, globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek.
Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing masuk. Sementara kebanyakan
tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu
tidak cocok dengan kebudayaan kita.
Penyalahgunaan teknologi dan pergaulanlah yang mengawali adanya pergaulan
bebas di kalangan remaja, saat ini media yang sering digunakan untuk
mendapatkan semua hal tentang pergaulan bebas adalah internet. Karena, internet
itu memudahkan setiap orang untuk mengakses berbagai informasi dari dalam dan
luar negeri, gambar-gambar porno dan artikel-artikel yang menyesatkan tentang
seks dengan mudah dapat diakses oleh para remaja kita. Pergaulan bebas menjadi
kambing hitam bagi tingginya angka kehamilan remaja. Gaya hidup remaja kota
terutama sangat rentan terhadap pergaulan bebas ini.
1.
Perkembangan Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan
baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan maslah-masalah.
Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami psikososial, yakni
masalah psikis atau masalah kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya
perubahan sosial.
Masa remaja merupakan sebuah
periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya
seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda
awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia
belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun.
Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami
pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah
siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang
dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan
balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak
memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di
lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri
seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya
merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan
seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin
kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri
mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan
pada dimensi-dimensi. Menurut Andi Mappiare (1982:32) dimensi-dimensi tersebut
antara lain: (1) Dimensi Biologis terjadi pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja
putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
(2) Dimensi Kognitif terjadi pada
periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para
remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau
hasilnya.
Kapasitas berpikir secara logis
dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi
mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran
mereka sendiri. Dan semestinya seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap
pemikira abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa
berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi
terbaik.
(3) Dimensi Moral Masa remaja
adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena
yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan
absolut yang diberikan pada mereka selamaini tanpa bantahan. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral
reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya
kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan
kenyataan yang ada di sekitarnya.
Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru.
Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan"
remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat.
Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang
mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan
mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan
sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam
diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja
tidak menemukan jalan keluarnya.
Kemungkinan remaja untuk tidak
lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak
masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu
memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak
mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
(4) Dimensi Psikologis, masa
remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini suasana hati bisa
berubah dengan sangat cepat meski suasana hati remaja yang mudah berubah-ubah
dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah
psikoligis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja pada remaja mengalami
hal yang dramastis dalam kesadaran diri mereka. Mereka sangat rentan terhadap
pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi
atau selalu mengkritik diri mereka sendiri.
Para remaja juga sering
menganggap diri mereka serba mampu, sehingga sering kali mereka terlihat “tidak
memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan yang tidak baikpun sering
dilakukan, sebagian karena mereka tidak sadar dan belum bisa memperhitungkan
akibat jangka pendek dan jangka panjang.
2. Terjadinya Penyimpangan Seks Pada Remaja
Telah kita ketahui bahwa kebebasan bergaul remaja sangatlah diperlukan agar
mereka tidak "kuper" dan "jomblo" yang biasanya jadi anak
mama. "Banyak teman maka banyak pengetahuan". Namun tidak semua teman
kita sejalan dengan apa yang kita inginkan. Mungkin mereka suka hura-hura, suka
dengan yang berbau pornografi, dan tentu saja ada yang bersikap terpuji. benar
agar kita tidak terjerumus ke pergaulan bebas yang menyesatkan. Masa remaja
merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya
penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan diri remaja itu sendiri.
Menurut Monks (1982:275) percepatan perkembangan dalam masa remaja yang
berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan
dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan
yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul
kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau
membuat rencana bersama, misalnya untuk kemah, atau saling tukar pengalaman,
merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain.
Aktivitas tersebut juga dapat bersifat agresif, kadang-kadang kriminal seperti
misalnya mencuri, penganiayaan dan lain-lain, dalam hal ini dapat dilakukan
kelompok anak nakal.
Masa remaja dapat dicirikan dengan banyaknya rasa ingin tahu pada diri
seseorang dalam berbagai hal, tidak terkecuali bidang seks. Seiring dengan
bertambahnya usia seseorang, organ reproduksipun mengalami perkembangan dan
pada akhirnya akan mengalami kematangan. Kematangan organ reproduksi dan
perkembangan psikologis remaja yang mulai menyukai lawan jenisnya serta arus
media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan sangat berpengaruh
terhadap perilaku seksual individu remaja tersebut. Menurut Winarno Surakhmad
(1980:60) para remaja dibolehkan bergaul akrab dengan sesama remaja dari jenis
kelamin lain tetapi dituntut satu penghargaan diri dan menjaga kehormatan diri
untuk tetap hidup sebagai perawan atau bujang. Cara hidup yang diminta dalam
bidang ini adalah kematangan heteroseksualitas di dalam arti sosial-psikologis.
Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal
kematangan organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi
pada remaja diluar pernikahan. Beberapa sebab kehamilan termasuk rendahnya
pengetahuan tentang keluarga berencana, perbedaan budaya yang menempatkan harga
diri remaja di lingkungannya, perasaan remaja akan ketidakamanan atau
impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan keinginan yang sangat untuk
mendapatkan kebebasan. Selain masalah kehamilan pada remaja masalah yang juga
sangat menggelisahkan berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada masa
remaja adalah banyaknya remaja yang mengidap HIV/AIDS. Dari data pemerintah
menyebutkan bahwa sekitar 39% masyarakat indonesia mengidap AIDS.
3. Beberapa
Penyebab Rentannanya Remaja Terhadap HIV/AID
Menurut Sri Rumini (2004:63) perkembangan manusia berjalan secara kontinyu
dan tidak secara serempak, tetapi bagian yang satu dan yang lain dapat pula
terjadi secara bersamaan atau hampir bersamaan. Pertumbuhan perkembangan itu
mempunyai irama dan waktu yang relatif berbeda antara individu satu dengan
lainnya.
Masa remaja awal sering disebut masa puber atau pubertas. Pubertas dari
bahasa Latin yang artinya menjadi dewasa. Dapat diartikan pula bahwa pubertas
dari kata pubescere yang artinya mendapat pubes atau rambut kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang
menampakkan perkembangan seksual. Remaja diharapkan dapat menjaga pergaulan
agar tidak mudah terjerumus dalam pergaulan bebas yang nantinya akan berakibat
menderita penyakit menular HIV/AID. Dibawah ini menurut Andi Mappiare (1982:53)
beberapa penyebab remaja rentan terhadap HIV/AID yaitu:
(1) Kurangnya informasi yang
benar mengenai perilaku seks yang aman dan upaya pencegahan yang bisa dilakukan
oleh remaja dan kaum muda. Kurangnya informasi ini disebabkan adanya
nilai-nilai agama, budaya, moralitas dan lainlain, sehingga remaja seringkali
tidak memperoleh informasi maupun pelayanan kesehatan reproduksi yang
sesungguhnya dapat membantu remaja terlindung dari berbagai resiko, termasuk
penularan HIV/AIDS.
(2) Perubahan fisik dan emosional
pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual. Kondisi ini mendorong remaja
untuk mencari tahu dan mencoba-coba sesuatu yang baru, termasuk melakukan
hubungan seks dan penggunaan narkoba.
(3) Adanya informasi yang
menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks, alkohol, narkoba, dan
sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau elektronik.
(4) Adanya tekanan dari teman
sebaya untuk melakukan hubungan seks, misalnya untuk membuktikan bahwa mereka
adalah jantan.
(5) Resiko HIV/AIDS sukar
dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode inkubasi yang
panjang, gejala awalnya tidak segera terlihat. (6) Informasi mengenai penularan
dan pencegahan HIV/AIDS rupanya juga belum cukup menyebar di kalangan remaja.
Banyak remaja masih mempunyai pandangan yang salah mengenai HIV/AIDS.
4. Dampak Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja
Menurut seorang ahli, Dr. Raditya, ada dua dampak
yang ditimbulkan dari perilaku seks di kalangan remaja, yaitu kehamilan dan
penyakit menular seksual. Di Amerika, setiap tahunnya hampir satu juta remaja
perempuan menjadi hamil dan sebanyak 3,7 juta kasus baru infeksi penyakita
kelamin diderita oleh remaja. Kehamilan di usia remaja bahkan sudah terbukti
dapat memberikan resiko terhadap ibu dan janinnya. Resiko tersebut adalah
disproporsi (ketidak sesuaian ukuran) janin, pendarahan, cacat bawaan janin,
dan lain-lain. Bagi remaja laki-laki masalah juga timbul karena ketidaksiapan
mental dan tanggung jawab mereka sebagai ayah. Selain hamil, timbulnya penyakit
menular seksual pada remaja juga perlu dicermati. Penyakit tersebut ditularkan
oleh perilaku seks yang tidak aman atau tidak sehat. Misalnya, remaja yang
sering berganti-ganti pasangan atau berhubungan dengan pasangan yang menderita
penyakit kelamin. Penyakit menular seksual yang menyerang usia remaja dapat
mengakibatkan penyakit kronis dan gangguan kesuburan di masa mendatang.
Kesimpulan
Tingginya angka pergaulan bebas dikalangan para
remaja sesungguhnya sebuah petaka bagi Negara ini. Di Indonesia, para remaja
yang menjadi korban pergaulan bebas atau salah pergaulan dikalangan remaja
Indonesia dapat kita cegah dan kita tekan. Karena rusaknya moral para remaja
dapat merusak Negara ini.
Didalam jenjang kehidupan, masa remaja ini merupakan suatu masa, dimana
gelombang kehidupan sudah mencapai masa puncaknya. Pada masa ini, para remaja
memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami
hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan,
bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya. Menurut DR. Dadang Sulaeman
(1995:2) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu
berjuang untuk tumbuh dan menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan
makna dari segala sesuatu yang ada.
Menurut Monks (1982:275) percepatan perkembangan dalam masa remaja yang
berhubungan dengan pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan
dalam perkembangan sosial remaja. Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan
yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul
kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat
rencana bersama, misalnya untuk kemah, atau saling tukar pengalaman,
merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain.
Aktivitas tersebut juga dapat bersifat agresif, kadang-kadang kriminal seperti
misalnya mencuri, penganiayaan dan lain-lain, dalam hal ini dapat dilakukan
kelompok anak nakal.
Pergaulan bebas menjadi kambing hitam bagi
tingginya angka kehamialn remaja. Gaya hidup remaja kota terutama sangat rentan
terhadap pergaulan bebas ini. Secara fisiologis, alat-alat reproduksi mereka
sudah optimal. Di sisi lain, usia remaja mempunyai sifat ingin tahu yang sangat
besar. Termasuk pengetahuan tentang seks. Internet, televisi, majalah, dan
bentuk-bentuk media lain menjadi “guru seks” para remaja. Oleh karena itu,
pentingnya ajaran konsep pacaran dari kedua orang tua kepada anak remaja dapat
meminimalisir resiko pergaulan seks bebas pada usia dini.
Daftar Pustaka
Mappiare, Andi. (1982). Psikologi
Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Rumini, Sri. (2004). Perkembangan
Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulaeman,
Dadang. (1995). Psikologi Remaja.
Bandung: Mandar Maju.
Surakhmad, Winarno. (1980). Psikologi Pemuda. Bandung: Jemmars Bandung.
0 Response to "Realitas Pemuda Indonesia: Pergaulan Bebas Remaja "
Post a Comment