Realitas Pendidikan Indonesia: Indonesia Harus Move On
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
Indonesia
memang punya banyak cerita di dalamnya, pahit manis, menggembirakan sampai
menyedihkan semuanya tersaji lengkap dengan bumbu-bumbu penyedapnya. Jumlah
penduduk Indonesia yang memang tidak sedikit dan kemudahan dalam mendapatkan
informasi terkini membuat berbagai fakta dari masyarakat dengan mudah tersebar.
Entahlah apa itu sepenuhnya benar atau justru kebalikannya. Yang jelas,
Indonesia bukan satu-satunya negara di dunia ini yang tidak punya banyak
masalah, karena yang penting adalah bagaimana kita move on dari semua masalah
itu, ya kan?.
Menyoroti
beberapa isu yang menyeruak di media baru-baru ini, saya merasa ada beberapa
hal yang penting untuk digarisbawahi. Agar Indonesia menjadi bangsa yang lebih
baik dan bermoral ke depannya, kalau bukan kita yang mencintai negara kita
sendiri siapa lagi, karena itu Indonesia move on adalah langkah tepat terbaik
yang harus kita lakukan dalam menghadapi berbagai permasalahan-permasalahan
berikut ini.
1. Indonesia Move on dari “Pembodohan
dan kebodohan”
Kasus jual
beli kunci jawaban saat UAN yang semakin marak terjadi baru-baru ini tentu
sangat mengejutkan sekali. Hal itu memprihatinkan sekaligus membuat terjadinya
pembodohan massal pada anak-anak yang akan mengikuti UAN yang justru bukannya
menambah daftar panjang catatan prestasi di dunia melainkan mencoreng habis
wajah pendidikan Indonesia.
Baik yang
menjual dan yang membeli sama-sama terjatuh dalam unsur pembodohan dan
kebodohan. Bagaimana tidak, anak-anak dengan mudahnya dapat membeli kunci
jawaban sehingga merasa tidak perlu belajar bersusah payah sekaligus secara
tidak sadar mereka telah menjadi korban pembodohan. Bagaimana jadinya generasi
penerus bangsa kita jika ini terus dibiarkan. Setiap tahun hal ini terjadi,
bahkan ini terjadi hampir di tiap daerah di Indonesia.
Mengerikan
sekali, benar-benar memalukan. Terlepas benar atau tidaknya semua kunci jawaban
itu, punya niatan untuk menjual dan membeli kunci jawaban saja sudah salah
besar. Lah, koq tega membodohi diri sendiri dan orang lain. Yang menjual
bukannya beruntung malah merugi dunia akhirat, dan yang menerima bukannya
menjadi lebih pintar malah sebaliknya.
SOLUSI:
- Jangan ada lagi anak-anak yang mau
menerima, meminta dan membeli kunci jawaban karena prinsipnya adalah
supply-demand, dimana ada permintaan disitu ada penawaran. Stop rantai jual
beli kunci jawaban UAN!
- Tumbuhkan rasa percaya diri pada
anak, bahwa dia mampu menjawab soal-soal UAN dengan belajar dan kerja keras.
- Memberi motivasi khusus pada
anak-anak agar mampu menjadi pribadi yang jujur.
2. Indonesia Move on dari “Perusakan
Moral melalui Media Televisi”
Setiap saat
kita terhubung dengan media, setiap informasi dan berita tersaji dengan paket
komplit di media terutama televisi. Dua panca indera kita aktif ketika menonton
televisi yaitu: mendengar dan melihat. Otak begitu cepat merekam semua jejak
informasi dan gambar yang tampil di televisi. Bahkan, luar biasanya kita tidak
cuma bisa melakukan itu saja, dunia imajinasi pun berkembang.
Bayangkan
jika yang tersaji di televisi adalah berita yang negatif seperti: pembunuhan,
penyiksaan, mutilasi, pemerkosaan, pelecehan seksual dan masih banyak lagi.
Belum lagi iklan di televisi yang sifatnya mengajak dan mengedukasi untuk
mencontoh apa saja yang dilakukan figur yang menjadi bintang iklan. Sementara
itu, siapapun dengan mudah dapat menerima informasi itu termasuk anak-anak dan
remaja. Banyaknya masalah yang ada saat ini bukan tidak mungkin tidak ada
pengaruhnya dari televisi. Moral anak bangsa menjadi taruhannya. Masa depan apa
yang akan disajikan pada anak-anak kita, ini pertanyaan besar dan pekerjaan
rumah yang tidak pernah akan berakhir.
SOLUSI:
- Sebaiknya televisi menyajikan
sesuatu yang bermanfaat dan positif karena tayangan buruk akan mempengaruhi
perilaku anak ke depannya.
- Komisi penyiaran perlu lebih tegas
lagi dalam menyaring semua tayangan dan pemberitaan, kerja keraslah untuk
membatasi tontonan yang tidak berbobot, karena anak bangsa yang jadi korbannya.
- Orangtua sebaiknya selalu
mendampingi anak-anak ketika menonton agar anak tidak salah persepsi terhadap
apa yang ditontonnya.
- Perlu adanya pendampingan,
pendidikan, dorongan dan motivasi agar anak-anak mampu memilih mana tayangan
yang baik untuknya dan mana yang dapat merugikan masa depannya.
3. Indonesia Move on dari “Penggunaan
Internet yang Tidak Cerdas”
Pernah
mendengar atau membaca berita bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah
pengunduh video porno ke-3 terbesar di dunia? Itulah prestasi yang terburuk
yang terjadi setelah internet bebas masuk ke Indonesia. Memang tidak ada
salahnya internet ada karena jika dimanfaatkan dan jatuh pada tangan yang
bermoral maka sudah pasti tidak akan ada prestasi semacam itu. Kebebasan
mengunduh apapun dari internet menjadi hal yang positif sekaligus negatif
karena ternyata bukannya mengunduh sesuatu yang bermanfaat dan edukatif justru
hal negatif yang lagi-lagi merusak moral anak bangsa. Sulitnya mengawasi
anak-anak dan remaja dari pengaruh buruk internet membuat masalah ini menjadi
rumit dan tak terselesaikan. Dampak buruknya panjang, bukan hanya otak saja
yang rusak tetapi seluruh jiwa dan raga pun ikut rusak.
SOLUSI:
- Indonesia harus berani membatasi
diri dari kebebasan mengunduh apapun dari internet, ini demi masa depan bangsa,
demi anak-anak calon penerus bangsa ini.
- Daripada sibuk mengunduh dan
menggunakan internet untuk hal yang tidak bermanfaat lebih baik gunakan media blog untuk menyuarakan dan mendukung
hal-hal positif.
- Orangtua dan keluarga sebaiknya selalu mendampingi dan mengawasi anak ketika menggunakan internet, bila perlu block semua website-website yang bersifat porno atau bahaya bagi perkembangan anak.
- Orangtua dan keluarga sebaiknya selalu mendampingi dan mengawasi anak ketika menggunakan internet, bila perlu block semua website-website yang bersifat porno atau bahaya bagi perkembangan anak.
4. Indonesia Move on dari
“Ketidakpedulian dan Ketidakmautahuan”
Kita patut
bersyukur karena masih ada tempat dimana kita bisa memberi dan berbagi dengan
siapapun yang membutuhkan di Indonesia ini. Kemiskinan
memang menjadi musuh utama yang setiap saat harus kita berantas bersama-sama.
Sebuah sumber informasi menyebutkan angka kemiskinan
Indonesia pada tahun 2013 adalah 11,37 %, diharapkan pada tahun 2020 hanya
sebesar 5%. Tentu saja dibutuhkan aksi nyata. Sebut saja, Dompet dhuafa yang menampung semua pemberian donatur termasuk zakat, infaq
dan sedekah tepat sasaran hanya pada saudara-saudara kita yang membutuhkan yang
akan disalurkan baik dalam bidang pendidikan, sosial dan kesehatan. Bahkan sekarang disediakan rekening
ponsel bisa kirim bantuan atau donasi kapan saja. Hal ini membawa angin segar
yang menyejukkan, namun masih harus terus kita tingkatkan bersama-sama.
SOLUSI:
Sebenarnya
sudah tidak ada alasan lagi untuk kita tidak tahu tentang potret kemiskinan di Indonesia. Masalah ini murni ada pada pribadi
masing-masing peduli dan mau berbagi. Meski kehidupan selalu punya dua sisi
berbanding terbalik kaya-miskin tetapi diam, membiarkan atau
menunggu pemerintah bertindak bukanlah hal bijak. Indonesia harus move on dari
ketidakpedulian dan ketidakmautahuan karena ini tanggungjawab kita bersama,
bukan satu orang. Mulai dari diri sendiri, tingkatkan sensitifitas sosial kita
pada sesama dan sekitar, misalnya:
- Bergabung menjadi relawan di
organisasi non profit dan membantu secara langsung dalam program-program
pengentasan kemiskinan.
- Menjadi donatur pada organisasi
atau gerakan yang mendukung program pengentasan kemiskinan.
- Menjadi “blogger inspirator” yaitu agen perubahan melalui media blog, dengan menulis artikel positif yang dapat memberi inspirasi buat semua orang untuk menjadi pribadi yang bermanfaat buat siapapun termasuk dalam bidang sosial, pendidikan dan kesehatan.
- Menjadi “blogger inspirator” yaitu agen perubahan melalui media blog, dengan menulis artikel positif yang dapat memberi inspirasi buat semua orang untuk menjadi pribadi yang bermanfaat buat siapapun termasuk dalam bidang sosial, pendidikan dan kesehatan.
5. Indonesia Move on dari
“Ketergantungan pada orang lain”
Manusia
memang makhkuk sosial tidak bisa lepas dari manusia yang lain. Tetapi bukan
berarti justru 100 % tergantung pada orang lain termasuk masalah pekerjaan.
Data menunjukkan pengangguran di Indonesia tahun 2013 mencapai 7,39 juta orang.
Padahal sebenarnya pengangguran itu bisa diselesaikan dengan peningkatan
kewirausahaan. Wirausaha yang memanfaatkan masyarakat sekitar sehingga turut
menyejahterakan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Disebutkan bahwa pendapatan
perkapita Indonesia pada 2013 adalah USD 3650, diharapkan pendapatan perkapita
pada 2020 adalah sebesar USD 8000. Dan untuk mewujudkannya tentu perlu usaha
yang sungguh-sungguh yang bukan sekedar wacana semata.
SOLUSI:
- Mencetak wirausahawan/i
sebanyak-banyaknya harusnya dapat diwujudkan, selama mind set atau pola pikir
masyarakat dapat diubah serta didukung dengan perangkat kebijakan pemerintah
yang memadai. Indonesia bisa, ini terbukti dari keberhasilan Indonesia terhindar
dari dampak buruk krisis ekonomi yang beberapa tahun lalu terjadi di dunia.
Bahkan perekonomian Indonesia justru bertumbuh positif padahal negara lain
mengalami sebaliknya dan berita baiknya adalah peningkatan jumlah wirausaha
atau entrepreneur menjadi faktor keberhasilan Indonesia melewatinya.
- Mendidik dan mengedukasi anak-anak
sejak dini untuk berwirausaha dan menjadi young social entrepreneur
adalah salah satu cara agar masyarakat Indonesia dapat mandiri.
- Memasukkan kewirausahaan dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah juga mempraktekkannya secara langsung merupakan cara yang dapat ditempuh agar anak-anak semakin akrab dengan kemandirian.
- Memasukkan kewirausahaan dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah juga mempraktekkannya secara langsung merupakan cara yang dapat ditempuh agar anak-anak semakin akrab dengan kemandirian.
- Mengundang para wisausahawan muda
untuk memberikan kuliah singkat di kampus-kampus, juga berbagi pengalaman di
sekolah-sekolah menengah bahkan di sekolah dasar atau taman kanak-kanak.
Indonesia bukanlah satu orang, Indonesia
terdiri dari ratusan juta jiwa, termasuk anak-anak, dimana masa depan bangsa
ada di tangan mereka. Jika hanya memikirkan keuntungan semata dan kepentingan
sepihak maka bukan tidak mungkin Indonesia jadi makanan dari bangsa lain yang
dengan mudahnya mempengaruhi dan membuat rusak moral anak bangsa. Menjadi
mandiri dan sejahtera bersama-sama, Indonesia bisa asal berani move on.
Tuntaskan semua masalah yang ada, setidaknya ada upaya meminimalisasi sehingga
kita selalu melangkah ke arah yang lebih baik, meski perlahan tapi pasti!
0 Response to "Realitas Pendidikan Indonesia: Indonesia Harus Move On"
Post a Comment