Realitas Pemuda Indonesia: Faktor Kenakalan Remaja & Penanggulangannya
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
Abstrak
Akhir-akhir ini banyak sekali kasus kenakalan yang dilakukan oleh
anak remaja baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perbuatan nakal tersebut
terjadi karena beberapa faktor entah internal ataupun eksternal, diantaranya
karena mereka terpengaruh oleh lingkungan hidup sekitar mereka tinggal dan
lemahnya benteng pertahanan dalam diri mereka dalam artian mereka mudah trgoda
oleh teman mereka. Namun bagi sebagian anak remaja, bisa saja mereka melakukan
perilaku yang dianggap nakal itu tanpa sadar karena mereka kurang mengerti akan
perbuatan yang telah mereka lakukan, perbuatan mana yang melanggar aturan dan
mana yang tidak melanggar aturan. Kenakalan remaja telah banyak menimbulkan
banyak dampak negatif baik untuk diri mereka sendiri maupun orang lain di
sekitar mereka. Maka dari itu perlu dilakukan tindakan penangkalan serta
penanggulangan kenakalan remaja oleh orang tua, guru maupun oleh masyarakat
sekitar remaja tersebut. Jika tindakan penangkalan dan penanaggulangan
kenakalan remaja telah dilakukan, diharapkan akan tercipta remaja-remaja yang
berkualitas, yang berguna bagi dirinya, orang tua, maupun lingkungan
sekitarnya.
Kata Kunci : kenakalan, remaja.
1. Pendahuluan
Fase remaja adalah fase perantara dari anak-anak menuju dewasa. Seorang
remaja akan terlalu tua untuk disebut anak-anak, tetapi juga terlalu muda untuk
disebut dewasa. Pada fase remaja, biasanya seorang anak akan mengalami suatu
perubahan. Perubahan tersebut bukan hanya dari fisik namun juga dari psikis. Di
Indonesia sendiri, anak remaja sering dijuluki “Ababil” alias “ABG
Labil”, karena pemikiran mereka belum bisa sepenuhnya stabil, masih
berubah-ubah. Perubahan-perubahan ini biasanya akan menyebabkan
pertarungan identitas pada anak tersebut. Mereka mulai mencari jati diri
mereka. (Yanuar Ibnu Pahlevi dalam Pelatihan Kepemimpinan Manajemen
Mahasiswa Tingkat Dasar di UNNES tanggal 26 Oktober 2013).
Perubahan psikis remaja seringkali dikait-kaitkan dengan istilah kenakalan.
Kenakalan remaja dalam aspek sosial dapat digolongkan ke dalam perilaku
menyimpang. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai
dan norma yang terkandung dalam Pancasila yang merupakan landasan hidup Bangsa
Indonesia. Baru-baru ini remaja Indonesia telah banyak melakukan perilaku
menyimpang.
Dalam tulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus nyata
kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia. Ada beberapa point yang akan
saya bahas dalam kasus tersebut, yaitu : (1) apa kasus yang terjadi dan siapa
saja yang terlibat dalam kasus tersebut; (2) di mana dan kapan kasus tersebut
terjadi; (3) apa penyebab terjadinya kasus tersebut; dan (4) bagaimana
penanggulangan kasus tersebut.
Untuk mengetahui latar belakang suatu perilaku dapat disebut menyimpang
atau tidak menyimpang, akan lebih baik bila terlebih dahulu membedakan apakah
perilaku tersebut tidak disengaja atau disengaja. Bisa saja perilaku yang
dianggap menyimpang tersebut dilakukan diantaranya karena si anak masih kurang
memahami akan aturan-aturan yang ada. Becker (dalam Ary Gunawan, 2000),
mengatakan bahwa belum tentu mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk
berbuat demikian. Karena setiap manusia memang pada dasarnya pasti mengalami
dorongan untuk melanggar suatu aturan atau suatu ketentuan pada situasi
tertentu.
Saya sebagai remaja sadar bahwa perilaku remaja yang memprihatinkan tersebut
harus segera dihilangkan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak
diinginkan. Karena jika perilaku tersebut masih berkembang di negara kita yang
katanya berlandaskan Pancasila ini, sangat bertolak belakang dari nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu saya mengangkat permasalahan ini
sebagai bahan karya tulis saya.
Dalam penulisan karya ilmiah ini saya harap dapat memberikan pengetahuan
yang lebih tentang pergaulan remaja dan kenakalan-kenakalan remaja Indonesia
saat ini terhadap para pembaca, terlebih remaja di Indonesia. Selain itu,
dengan adanya pembahasan tentang cara penanggulangan kenakalan remaja,
diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca bahwa karya ilmiah ini
dapat digunakan untuk menyikapi, menanggulangi, dan menyadarkan kepada
anak-anak remaja tentang dampak negatif kenakalan remaja agar mereka sadar dan
segera menjauhi perilaku tersebut.
2. Pengertian
Remaja
Masa anak-anak lalu menjadi remaja setelah itu menjadi dewasa dan kemudian
menjadi orang tua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam
hidup yang berkesinambungan dan berkelanjutan dari tahap-tahap pertumbuhan yang
harus dilalui oleh seorang manusia normal. Tiap masa pertumbuhan akan
memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri-ciri tersebut masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan (lihat makalahsekolah.
wordpress.com. 2013). Demikian pula dengan masa pertumbuhan remaja.
Masa remaja seringkali dianggap sebagai masa yang paling rawan daripada masa
lainnya dalam proses kehidupan ini. Mengapa? Karena masa remaja ini sering
menimbulkan kekhawatiran bagi para orangtua. Padahal bagi para remaja itu
sendiri, masa ini mungkin menjadi masa yang paling menyenangkan dalam
hidupnya.
Seperti lirik lagu Roma Irama, “Masa muda, masa yang berapi-api”. Oleh
karena itu, para orangtua hendaknya berkenan menerima anak remaja
sebagaimana adanya diri mereka namun juga bisa memberikan nasehat positif pada
mereka agar tidak timbul hal-hal yang tidak diinginkan seperti si anak kabur
dari rumah karena orangtuanya mempermasalahkan sikapnya. Orang tua juga
sebaiknya jangan terlalu membesar-besarkan perbedaan. Mereka justru
hendaknya menjadi “Ing Ngarso Sung Tulodho”, “Ing Madyo Mangun Karsa”,
serta “Tut Wuri Handayani” bagi anak-anaknya. Pemberi teladan di depan,
di tengah memotivasi dan membangkitkan semangat, serta di belakang mengawasi
segala tindak tanduk si anak remajanya (lihat makalahsekolah.wordpress.com.
2013).
Menurut Lewin (dalam F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006
: 260), fase remaja ada di dalam tempat marginal. Masa remaja ialah masa
transisi atau masa peralihan karena masa ini belum bisa memperoleh status orang
dewasa tetapi juga tidak lagi memiliki status anak-anak (menurut Calon dalam
F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 260). Sehingga bisa
dikatakan status mereka ngambang antara anak-anak dan dewasa. Ngambangnya
status mereka ini bisa juga disebut galau, maka tidak heran para remaja
sekarang sering galau. Jika dipandang dari segi sosial, posisi remaja juga
mempunyai suatu posisi yang marginal. Dalam penelitiannya, Roscoe dan Peterson
(1984) telah membuktikan hal tersebut (lihat F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti
Rahayu Haditono, 2006 : 260).
Menurut para ahli pendidikan, remaja adalah mereka yang berusia antara 13
tahun sampai dengan 18 tahun. Namun semakin lama batasan umur usia remaja juga
semakin kabur dan tidak jelas. Alasan pertama karena zaman sekarang banyak
sekali para remaja yang tidak melanjutkan sekolahnya dan memilih bekerja,
dengan begitu secara otomatis mereka juga telah memasuki dunia orang dewasa
walaupun usia mereka masih remaja. Jika dalam segi keadaan dapat disebut
sebagai masa remaja yang diperpendek, dan keadaan sebaliknya yaitu saat
seseorang berusia dewasa namun masih hidup bersama orang tuanya serta belum
punya nafkah sendiri disebut masa remaja diperpanjang. (lihat F.J.
Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono, 2006 : 261).
Walaupun belum ada kejelasan antara masa kanak-kanak dan masa remaja, namun
telah nampak batasan-batasan yang cukup jelas antara keduanya. Namun dalam
tulisan ini saya hanya akan membahas tentang masa remaja saja. Gejala saat awal
remaja yaitu timbulnya seksualitas sehingga masa remaja sering disebut juga
dengan masa pubertas (lihat F.J. Mönks-A.M.P.Knoers dan Siti Rahayu Haditono,
2006 : 261-262).
Dari beberapa pengertian tentang remaja di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian remaja adalah masa atau periode menuju tahap dewasa yang pada
umumnya antara umur 13-18 tahun dan mulai mengalami perubahan fisik dan psikis.
3. Perbedaan Remaja Laki-Laki Dan Perempuan
Menurut Gilarso, perbedaan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan
dapat digolongkan ke dalam dua segi yaitu dari perbedaan fisiologis atau
biologis dan perbedaan psikologis atau kejiwaan. Namun kali ini saya hanya akan
membahas tentang perbedaan dari segi psikologis saja mengingat tema penulisan
karya ilmiah ini adalah kenakalan remaja.
Perbedaan
antara remaja laki-laki dan perempuan ;
Tabel 1. Perbedaan
remaja laki-laki dan perempuan
No
|
Remaja Laki-Laki
|
Remaja Perempuan
|
1.
|
Lebih kompeten dalam hal
menolong
|
Lebih kompeten dalam hal
mengasuh
|
2.
|
Gemar menjelajah dan
menyelidiki alam di sekitarnya
|
Gemar tinggal di rumah,
memelihara dan merawati
|
3.
|
Laki-laki membangun rumah
sebagai tempat tinggal (building a house)
|
Perempuan membangun rumah
sebagai tempat yang membuat orang kerasan tinggal (building a home)
|
4.
|
Suka mencari dan
melihat-lihat
|
Butuh dilihat-lihat dan
dicari-cari
|
5.
|
Aktif, lebih inisiatif,
suka mengkritik dan memprotes
|
Reaktif, suka menanggapi,
lebih tabah dan mudah menerima
|
6.
|
Mengendalikan perasaan
dengan akalnya
|
Emosi dan perasaan lebih
menonjol
|
7.
|
Lebih melihat kenyataan
secara objektif, terarah pada garis-garis besar, lebih teguh dalam keputusan
|
Perhatian sampai detail
(hal-hal kecil), cenderung intuitif, mudah mengubah keputusanya.
|
8.
|
Gelombang perasaan
mendatar dan stabil
|
Perasaan pasang surut
terpengaruh oleh siklus bulanan
|
9.
|
Gairah seksual lebih
bersifat jasmaniah/jasmani biologis
|
Gairah seksual (lebih
bersifat rohaniah, lebih mementingkan cinta dan kemesraan)
|
10
|
Lebih suka menyuruh
|
Menunjukan keinginan
mereka dalam bentuk saran
|
Semua perbedan anatara remaja laki-laki dan perempuan pada tabel di atas
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka dari perbedaan-perbedaan
itulah diharapkan para remaja laki-laki dan perempuan saling melengkapi satu
sama lain. (lihat mtcdempet.wordpress.com. 2013 dan John W. Santrock, 2003 : 375)
4. Pengertian Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan berasal dari kata dasar “nakal” (bahasa Jawa) yang secara
harfiah berasal dari kata “ana akal” yang berarti “ada pikiran” atau timbul
akalnya”. Seorang anak yang timbul akalnya akan timbul pula rasa ingin tahu
yang besar untuk menirukan, misal saat si ibu mengambil gelas ia akan ikut
mengambil gelas, tetapi karena kurang kemampuan dan belum terpikirkan
akibat-akibat dari tindakannya ia dapat saja menjatuhkan gelas tersebut hingga
pecah berserakan. Akibatnya, si anak bisa kena marah oleh si ibu dan si ibu
akan memberi predikat anak tersebut sebagai “anak nakal”. Jika dilakukan oleh
orang dewasa akan disebut tindak kejahatan. (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 :
86).
Drs. B. Simanjuntak, S.H. (dalam Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 89-90)
mengatakan bahwa anak yang telah dicap atau mendapat julukan “anak nakal” akan
terkena dampak psikologis yang buruk bagi dirinya. Cap atau julukan
tersebut akan menimbulkan isolasi[1]
diri. Padahal walaupun mereka melakukan perilaku nakal tersebut, mereka belum
tentu merasakan bahwa tingkah laku atau perbuatan mereka itu keliru dan
menimbulkan dampak negatif. Perbedaan pandangan seperti inilah yang sering
menjadika adanya slah paham antara orang tua dan anak remajanya. Seorang anak
yang melanggar norma sosial belum tentu dapat dikatakan jahat karena ia belum
menyadari norma sosial (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 89-90).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dendy Sogono, 2008:1064),
kenakalan adalah suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu). Dari
beberapa pengertian tentang kenakalan remaja tersebut di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku atau perbuatan anak-anak yang
melanggar norma-norma baik norma sosial, hukum, maupun kelompok dan mengganggu
kenyamanan atau ketenteraman orang lain (masyarakat) sehingga perlu diambil
tindakan pengamanan/penangkalan oleh pihak yang berwajib.
5. Macam-Macam Kenakalan Remaja
Bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja yaitu : (1) Kenakalan terisolir (Delinkuensi
terisolir); (2) Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik); (3)
Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik); dan (4) Kenakalan defek
moral (Delinkuensi defek moral). (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Pertama, kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir) yaitu kelompok terbesar
dari remaja nakal namun tidak menderita kerusakan psikologis. Mereka berbuat
nakal karena didorong oleh faktor faktor berikut : (a) Ingin meniru, jadi sama sekali
tidak ada motivasi untuk berbuat nakal; (b)
Lingkungan tempat tinggal, karena remaja yang melakukan kenakalan bisanya
berasal dari kota yang tiap hari melihat gang-gang kriminal; (c) Umumnya
mereka berasal dari keluarga yang tidak harmonis sehingga mereka ingin memuaskan kebutuhan mereka di tengah lingkungan
mereka yang bersifat kriminal karena mereka menganggap gang mereka telah
memberikan alternatif hidup yang menyenangkan; (d) Kurang didikan dari keluarga
sehingga sebagai akibatnya mereka tidak bisa mengimplementasikan norma hidup
secara normal. Dan pada saat mereka telah memasuki
usia dewasa, mayoritas anak remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, minimal 60 % dari mereka menghentikan
perilakunya pada usia 21-23 tahun. Proses
pendewasaan pada dirinyalah yang menyebabkan hal ini terjadi, sehingga remaja
menyadari akan tanggung jawabnya sebagai orang dewasa yang
mulai memasuki peran sosial yang baru di lingkungannya. (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Kedua, kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik) yaitu tipe remaja yang
menderita gangguan kejiwaan yang cukup
serius, misal saja berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Dari
gangguan jiwa ini biasanya tindak kenakalan yang terjadi adalah misalnya suka
memperkosa kemudian membunuh korbannya.
Remaja yang terkena gangguan kejiwaan ini biasanya cenderung mengisolir diri
dari lingkungannya. (lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Ketiga, kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik) merupakan kenakalan
remaja yang melakukan oknum kriminal paling
berbahaya. Mereka dibesarkan oleh keluarga yang over disiplin namun
orangtua mereka apatis terhadap mereka, sehingga mereka mempunyai sikap
egoistis dan anti sosial. Sikap mereka kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa ada sebab yang jelas.
(lihat elmhanzhelman.blogspot.com, 2012)
Yang terakhir, kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral). Defek (defect, defectus)
mempunyai arti rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai
ciri-ciri: sering sekali melakukan tindakan
yang bersifat anti sosial. Kelemahan para remaja delinkuen defek moral adalah mereka tidak menyadari bahwa
tingkah laku mereka jahat, tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, rasa kemanusiaan dalam diri mereka sangat terganggu,
sikap mereka sangat dingin tanpa afeksi[2].
Mereka biasanya menjadi penjahat yang
sulit sekali untuk diperbaiki moralnya. Mereka adalah para residivis[3] yang kejahatannya dilakukan karena dorongan naluri
yang rendah dari dalam diri mereka sendiri. Di antara para residivis-residivis
remaja tersebut, kurang lebih 80 % dari mereka telah mengalami kerusakan psikis yang berupa
disposisi[4]
dan perkembangan mental yang salah. Dan
sisanya (20 %) disebabkan oleh faktor lingkungan sosial tempat mereka tinggal
(lihat elmhanzhelman.blogspot.com. 2012).
6. Contoh Kenakalan Remaja yang Terjadi di Indonesia
Banyak contoh kenakalan remaja yang terjadi di
lingkungan sekitar kita. Perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam kenakalan
remaja antara lain : (1) Merusak barang orang lain, misal saja mencoret-coret
tembok, merusak tanaman, dan lain sebagainya; (2) Ngebut di jalan sehingga
menggangu kenyamanan maupun keamanan pemakai jalan yang lain; (3) Mengedarkan
pornografi dalam beraneka bentuk baik gambar, cerita cabul, hingga mengedarkan
obat perangsang seksual yang dapat merusak moral si anak remaja; (4) Membentuk gang
(kelompok) yang bertindak tidak sesuai norma, misal bertato, berpakaian tidak
sopan acak-acakan, dan masih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang dilakukan
oleh para remaja. (lihat Ary Gunawan, 2000 : 60)
Berikut ini merupakan contoh nyata kasus kenakalan remaja yang terjadi di
Indonesia. Kasus nyata ini saya ambil dari web resmi Unicef Indonesia (lihat unicef.org. 2009).
Satu Kesalahan,
Anak Kehilangan Masa Depan
Iqbal (bukan nama sebenarnya) dibesarkan dalam sebuah keluarga yang
kurang harmonis di sebuah desa di luar kota Klaten, Jawa Tengah. Ayahnya
pemabuk berat dan penjudi, sering memukulinya, ibunya dan ketiga saudaranya.
Ayahnya juga tidak mau membayar uang sekolah untuk pendidikan anak-anaknya.
Dia akhirnya meninggalkan keluarganya untuk mengambil istri kedua di Jakarta.
Ibu Iqbal terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Bali,
meninggalkan anak-anaknya untuk dirawat oleh adik perempuannya dan
keluarganya. Setelah terpaksa keluar dari sekolah, Iqbal mulai bergaul dengan
"anak-anak nakal" dari desa, dan terlibat dengan beberapa perkara
pelanggaran hukum.
Setelah dinyatakan bersalah karena mencuri sepeda pada tahun 2009, Iqbal
menjalani hukuman kurungan selama 18 bulan di Rutan Anak. "Saya jauh
dari rumah dan tidak punya ongkos," kenang Iqbal. "Saya mau pulang
ke rumah, ke bibi saya. Saya lihat ada orang menaruh sepedanya di luar rumah
dalam keadaan tidak terkunci. Saya tergoda untuk mencurinya. Ada orang yang
melihat saya mengambil sepeda itu dan berteriak memberitahukan yang
lain."
Sejak itu, perbuatannya yang bisa digolongkan kejahatan ringan
menimbulkan konsekuensi yang jauh lebih besar. "Saya ditangkap oleh sekelompok
penduduk desa. Mereka memukul dan menendang saya sebelum menyerahkan saya ke
polisi," tegasnya. "Tidak ada yang menemani saya saat saya
diinterogasi. Keluarga saya tidak tahu di mana saya berada. Mereka baru
diberitahu beberapa hari kemudian bahwa saya ditangkap".
Situasi Iqbal saat ini tidak jauh berbeda dengan sekitar 5.000 remaja
lain yang dipenjarakan di Indonesia setiap tahun. "Saya dikurung di sel
bersama dengan delapan anak laki-laki lain," kata Iqbal. "Beberapa
lebih tua dari saya, beberapa lebih muda. Kondisinya tidak buruk, tapi tidak
ada yang bisa dilakukan. Saya tidak bisa belajar atau bekerja. Anak-anak di
dalam sel itu bercerita tentang apa yang telah mereka lakukan dan bagaimana
mereka tertangkap. Ini seperti suatu kursus di bidang kejahatan." Jika
sistem ini dimaksudkan untuk membuat para pelanggar hukum yang masih muda
usia ini menjadi lebih baik, menurut Iqbal ini tidak akan berhasil.
|
7. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Faktor penyebab kenakalan remaja pada karya tulis ilmiah saya ini akan saya
bagi menjadi dua, yaitu faktor berdasarkan kasus nyata kenakalan remaja di
Indonesia di atas, dan yang kedua adalah faktor kenakalan remaja secara lebih
umum atau global. Dari kasus nyata kenakalan remaja di atas, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak remaja
tersebut (Iqbal) melakukan tindak kenakalan. Faktor tersebut adalah : (1)
Kondisi keluarga, jelas di dalam kasus tersebut dituliskan bahwaIqbal berasal
dari keluarga yang kurang harmonis. Ayahnya seorang pemabok dan penjudi; (2)
Kurangnya benteng pertahanan diri tentang norma sehingga mudah tergoda untuk
melakukan tindak yang tidak terpuji tersebut.
Secara umum, faktor penyebab kenakalan remaja dibagi menjadi dua yaitu
faktor intern dan ekstern. Faktor intern antara lain : (1) Krisis identitas,
merupakan perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja tersebut sehingga
menyebabkan kelabilan pada si remaja, karena saat remaja seseorang sudah mulai ingin tahu tentang siapa dan
bagaimana dirinya serta hendak ke mana nantinya ia akan menuju dalam
kehidupannya; (2) Lemahnya kontrol diri, remaja harus mampu mengendalikan serta
mengontrol dirinya sendiri agar tidak melakukan tindak kenakalan. (lihat mtcdempet.wordpress.com. 2013)
Sedangkan faktor ekstern meliputi : (1) Lingkungan keluarga, jika keluarga
si remaja tidak harmonis, pertengkaran terjadi setiap hari maka psikologis
remaja juga akan tertekan dan akan memicu terjadinya kenakalan pada remaja
tersebut. Sebaliknya, jika si remaja terlalu dimanjakan oleh keluarganya juga
akan berdampak buruk pada remaja tersebut. Misal saja kasus AQJ yang terlalu
dimanja oleh orang tuanya, ia belum punya SIM namun sudah diizinkan mengendarai
mobil akibatnya malah terjerat kasus tabrakan yang menelan banyak korban jiwa;
(2) Teman dan pergaulan, “Jika engkau berteman dengan tukang penggaruk kotoran
maka kau akan terkena baunya, jika engkau berteman dengan tukang parfum maka
kau juga akan terkena harumnya”.
Jika seorang remaja bergaul dengan remaja lain yang mempunyai sifat yang
buruk seperti pencuri, penjudi maka ia juga akan terkena dampak buruknya, bisa
saja ia juga akan tertular menjadi pencuri juga. Sebaliknya, jika seorang
remaja bergaul dengan remaja lain yang mempunyai sifat baik hati maka ia juga
akan tertular menjadi remaja yang baik hati. Maka dari itu seorang remaja harus
pandai memilah dan memilih teman. (lihat mtcdempet.wordpress.com. 2013)
8. Penangkalan Kenakalan Remaja
Berikut saya paparkan beberapa cara dalam menangkal kenakalan pada anak
remaja :
Pertama, dalam keluarga. DR. Joseph S.
Roucek (1984:54) mengatakan bahwa keluarga :
Keluarga adalah buaian dari kepribadian atau the family is the craddle
of personality. Keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkalan (home
base) yang paling vital. Bila salah seorang anggota keluarga menderita
gangguan pikiran atau frustasi, maka biasanya dengan “pulang kampung/kandang”
dan dengan bernostalgia, ia dapat memperoleh kembali gairah hidupnya.
Keluarga adalah lingkungan hidup,
lingkungan pendidikan yang sifatnya adalah primer. Dari sinilah awal mula
seorang anak belajar. Dari sinilah awal seorang anak memperoleh perlindungan.
Maka jika suatu keluarga mulai retak dan bermasalah (broken home) seorang
anak akan mulai berbuat nakal. Oleh karena itu, kasih sayang dan perhatian
orang tua kepada sang anaknya tidak boleh diabaikan begitu saja agar tidak
timbul sifat nakal pada anak.
Berikut beberapa cara menangkal kenakalan pada anak remaja secara global
(lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 95-103) :
(a) Bila ada anak yang suka
berbuat kerusakan seperti mencoret-coret tembok, orang tua sebaiknya
mengalihkan perhatiannya dengan mengajak sang anak untuk mengerjakan sesuatu
yang lebih berfaedah seperti belajar melukis atau menggambar agar bakat anak
juga dapat lebih diasah;
(b) Saat melihat ataupun
mendengar seorang remaja “ngebut”, maka akan lebih baik jika orang tua langsung
menasehati dan memberi penjelasan akan bahaya dan akibat-akibat “ngebut”.
Mungkin bisa juga orang tua mengajak sang anak untuk ikut latihan balapan
sehingga bakat sang anak akan tersalurkan namun tetap dalam pengawasan orang
tua. Kemungkinan yang kedua si anak malah menjadi ngeri akan akibat buruk yang
ditimbulkan dari “ngebut”. Dan akan muncul kesimpulan bahwa mengendarai
kendaraan dengan tertib dan disiplin serta memiliki SIM yang sah akan jauh
lebih menguntungkan daripada kebut-kebutan;
(c) Untuk penangkalan masalah
pornografi sebaiknya orang tua lebih meningkatkan pengontrolan terhadap
anaknya. Perlebih dalam hal perhatian. Orang tua bisa membelikan buku-buku yang
lebih bermutu kepada anaknya sesuai dengan bakat dan minatnya;
(d) Saat seorang anak remaja
sudah mulai membentuk kelompok gang, orang tua sebaiknya mengisi waktu luang anaknya
dengan kegiatan yang bermanfaat yang melibatkan sebuah kerjasama, kegotong
royongan, kekompakan, toleransi, dan sebagainya;
(e) Lebih berusaha untuk
meningkatkan kereligiousan si anak, misal saja dengan mengajaknya ikut
pengajian, beribadah bersama agar si anak tidak mudah terpengaruh hal-hal
negatif serta godaan-godaan dalam hidup ini;
(f) Jika ada anak remaja yang
suka berbuat “semau gue” atau istilahnya freedom of the will,
sebaiknya orang tua juga melakukan “Ing Ngarso Sung Tulodho” bagi anak
remaja tersebut, mereka harus menunjukkan bahwa hidup itu ada aturannya, ada
adat istiadat yang harus dijaga dan dijunjung tinggi, ada Pancasila sebagai
pedoman hidup serta ada sanksi-sanksi tertentu yang diberikan bagi mereka yang
melanggar aturan-aturan tersebut, sehingga timbul kesadaran dari dalam diri
mereka bahwa hidup yang sesuai dengan aturan-aturan akan lebih tenang, tenteram
dan aman;
(g) Orang tua harus super tanggap
terhadap gejala-gejala kenakalan pada anak remajanya agar si anak tidak
terlanjur berbuat nakal. Jika diperlukan, orang tua dapat saja
bekerjasama dengan guru-guru anak remajanya dalam mengawasi tindak-tanduk
anaknya (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 95-103);
Kedua dalam lingkungan sekolah antara lain :
(a) Jika anak remaja suka
menyelewengkan waktu belajar mereka untuk hal-hal yang kurang bermanfaat,
tindak penangkalannya secara preventif[5]
ialah dengan memberikan tugas-tugas kecil namun bermanfaat kepada si anak agar
menimbulkan kesibukan yang kesibukan tersebut nantinya akan berbuah kesuksesan
pada diri si anak, sedangkan penangkalan secara kuratif[6]
atau represif[7]
dilakukan melalui penyembuhan/pengobatan bagi remaja pecandu narkoba;
(b) Jika menghadapi anak remaja
yang suka menunda-nunda waktu belajar, maka perlu menyadarkan akan perlunya
pepatah “Never put off till tomorrow, what you can do today” lalu
dilanjutkan dengan “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”.
Pepatah-pepatah tersebut mempunyai makna bahwa kita perlu berkorban merelakan
waktu luang kita untuk mengerjakan tugas-tugas demi kesuksesan dan kebahagiaan
kita di masa yang akan datang;
(c) Anak remaja sering membolos
saat pelajaran tertentu, maka penangkalannya adalah membuat kegiatan belajar
mengajar menjadi lebih kreatif dan menarik sehingga anak tidak cepat bosan;
(d) Anak hobi melamun dan kurang
konsentrasi dalam menerima pelajaran, maka sebaiknya guru harus lebih bisa
mengkonsolidasikan[8]
kegiatan belajar mengajarnya (lihat Drs. Ary H. Gunawan, 2000 : 95-103).
9. Penanggulangan Kenakalan Remaja
Bila seorang remaja sudah terlanjur melakukan
kenakalan, ada beberapa cara untuk menanggulangi kenakalan remaja tersebut.
Antara lain :
(1) Dengan prinsif keteladanan. Remaja harus mendapatkan banyak figur
orang-orang dewasa yang sukses yang telah berhasil melampaui fase/masa
remajanya dengan baik, juga mereka yang telah berhasil memperbaiki diri yang
sebelumnya gagal pada masa/tahap ini;
(2) Orang tua harus mampu untuk membenahi kondisi keluarganya agar dapat
tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, serta aman dan nyaman bagi
mereka;
(3) Orang tua harus mampu memberi contoh/teladan yang baik dalam hal
religious agar anak-anak mereka juga dapat mencontoh orang tuanya, sehingga
tercipta generasi remaja yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(4) Untuk menghindari masalah yang timbul dari akibat pergaulan, orang tua
harus mengarahkan sang anak remajanya untuk memilih teman bergaul yang
mempunyai sifat terpuji, orang tua juga sebaiknya memberikan kesibukan dan
mempercayakan tanggungjawab rumah tangga kepada si anak remajanya untuk melatih
kedisiplinan mereka dan juga agar mereka tidak menghabiskan waktu luang mereka
dengan kegiatan yang kurang berguna; dan yang terakhir adalah
(5) Remaja harus mampu membentuk ketahanan diri agar mereka tidak mudah
terpengaruh/tergoda dengan sifat-sifat temannya yang kurang baik. (lihat anwarriyants.wordpress.com,
2013).
Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas kita dapat
menarik kesimpulan bahwa remaja adalah suatu fase/masa seorang anak-anak menuju
ke tahap dewasa yang pada
umumnya antara umur 13-18 tahun dan mulai mengalami perubahan fisik dan psikis.
Sedangkan kenakalan remaja adalah perilaku atau perbuatan anak-anak yang
melanggar norma-norma baik norma sosial, hukum, maupun kelompok dan mengganggu
kenyamanan atau ketenteraman orang lain (masyarakat) sehingga perlu diambil
tindakan pengamanan/penangkalan oleh pihak yang berwajib. Kenakalan remaja
tersebut dipicu oleh banyak faktor baik intern maupun ekstern.
Faktor intern antara lain : (a) Krisis identitas pada diri remaja; dan (b)
Lemahnya kontrol diri pada remaja tersebut. Sedangkan faktor ekstern antara
lain : (a) Kondisi keluarga remaja; dan (b) Teman dan pergaulan sekitar si anak
remaja. Untuk menangkal terjadinya perilaku kenakalan pada remaja dapat
dilakukan dengan beragam cara antara lain : (a) Mempertebal iman pada remaja agar
tak terpengaruh oleh lingkungan luar yang mungkin saja buruk untuknya; (b)
Menghabiskan/memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat; dan (c) Orang tua harus bisa mencontohkan keteladanan yang baik
bagi sang anak agar si anak remaja juga dapat menirukan perbuatan orang tuanya tersebut.
Sedangkan jika sang anak sudah terlanjur melakukan
perbuatan nakal, penangguangannya antara lain : (a) Keluarga harus lebih dapat
mengontrol dan mengawasi sang anak agar sang anak tidak lagi melakukan
perbuatan nakal; (b) Pengobatan dapat dilakukan apabila menyangkut narkoba; (c)
Orang tua harus mengalihkan perhatian anak remajanya kepada hal-hal positif
apabila si anak telah mulai bertindak nakal; serta yang terpenting adalah (d) Harus ada motivasi dari keluarga, guru, dan teman sebaya
tentang betapa pentingnya kita untuk selalu berbuat sesuai norma agar hidup
selalu aman dan nyaman.
Daftar Pustaka
Gunawan, Ary H. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT
Rineka Cipta, 2000
Mönks, F.J, dkk. Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2006
Roucek, Joseph. Pengantar
Sosiologi. Jakarta : PT. Bina Aksara, 1984
Sugono, Dendy. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : Depatemen Pendidikan Nasional, 2008
Referensi Media Massa
Cahyaningrum, Nur. (2013). “Karya Ilmiah tentang Kenakalan Remaja” diunduh dari (http://makalahsekolah.wordpress.com) pada tanggal 6 Oktober 2013.
Maltinus,
Helmansyah. (2012). “Kenakalan Remaja dan Dampaknya Bagi Masa Depan Bangsa”
diunduh dari (http://elmhanzhelman.blogspot.com) pada tanggal 6 Oktober 2013.
Mtcdempet.
(2011). “Karya Tulis Ilmiah Masalah Remaja” diunduh dari (http://mtcdempet.wordpress.com) pada tanggal 6 Oktober 2013.
Riyan, Anwar. (2012). “Bagaimana Mengatasi Kenakalan Remaja?” diunduh dari
(http://anwarriyants.wordpress.com/) pada tanggal 6 Ok tober 2013.
UNICEF
Indonesia. (2009) “Satu Kesalahan, Anak Kehilangan Masa Depan” diunduh dari (http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_3191.html) pada tanggal 6 Oktober 2013.
0 Response to "Realitas Pemuda Indonesia: Faktor Kenakalan Remaja & Penanggulangannya"
Post a Comment