Materi Khutbah Terlengkap 2017: Menghadapi Kenakalan Anak Dalam Rumahtangga
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Hadirin jamaah jum’ah yang dirahmati Allah…
Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa Salam guna menyempurnakan keutamaan Akhlak. Termasuk dalam urusan
penyempurnaan akhlak adalah memberi perlakuan yang baik kepada anak, seperti
mendidik, berlaku sabar dalam menghadapi kenakalannya maupun sabar dalam
memberi bimbingan sejak masih dalam kandungan sampai mereka dewasa. Selama ini
sebagian orang tua bersikap reaksioner atas semua tindakan anak, mereka memandang
anak sebagai orang dewasa dalam bentuk mini dan semua semua yang dilakukan
harus sesuai dengan kelakuan orang tua.
Maka jika anak nakal yang
dilakukan oleh orang tua biasanya adalah mengurung, mengajar, mengisolasi dari
pergaulan, mengurangi uang saku dan sebagainya. Mengapa orang tua tidak
bertanya kepada diri sendiri ada apa dengan anak saya, apa yang kurang dari
diri saya. Tidak mengherankan jika sekarang orang tua banyak yang mengeluh
karena anaknya terlibat dan akrab dengan narkoba, diskotik, minum-minuman keras
serta pergaulan bebas. Orang tua selama ini hanya mampu memberikan ruang dan
memenuhi kebutuhan fisiknya sedangkan kebutuhan psikisnya terabaikan.
Bagaimana tidak terabaikan
jika mereka hanya dirawat dan dididik oleh pembantu yang kurang pendidikannya
sekalipun ayah ibunya seorang doktor. Bukankah sayang jika permata hati kita
nantinya hanya generasi yang penuh dengan daging tambun sedangkan hatinya
keropos dari nilai-nilai dan ruh agama maupun ilahiyah. Padahal anak sesuai
dengan fitrahnya merupakan amanat Allah yang harus dijaga, dipelihara, dan
dirawat dengan kesabaran disertai dengan tawakkal untuk tetap berdo’a semoga
diberi anak-anak yang shalih, bukan cuma cerdas dan berprestasi di sekolah
semata akan tetapi mampu menjadi qurratu a’yun di masa depan. Sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 74:
“Dan
orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri dan
anak-anak yang jadi permata hati dan jadikanlah kami pemimpin yang bertaqwa”.
Hadirin jamaah Jum’ah yang berbahagia…
Tidak mengherankan jika Allah
selalu berpesan bahwa anak-anak adalah perhiasan. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam adalah sebaik-baik contoh dalam memperlakukan anak. Bagaimana
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak cucu-cucunya bermain,
mengajarkan cinta kepada anak-anak kepada para sahabatnya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah
ia berkata: “Pernah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menciumi Hasan
putra Ali dimana pada saat itu ada Aqra’ Ibnu Habis Attamimy duduk. Dia lalu
berkata, “Saya mempunyai sepuluh orang anak tidak pernah satupun dari mereka
saya cium”. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melihat kepadanya dan
berkata:
مَنْ لاَ
يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ.
“Siapa yang
tidak merahmati tidak dirahmati (oleh Allah)” (HR. Al-Bukhari dan muslim).
Mencium anak-anak merupakan
salah satu wujud kasih sayang orang tua kepada anak sekaligus merupakan contoh
riil agar anak tidak mencium kepada orang lain yang bukan mahramnya. Pengalaman
orang tua sering mencium anaknya sampai mereka dewasa tidak akan menjadikan
anak-anak mencium orang lain apalagi sampai berbuat zina karena mereka sendiri
telah merasa kecukupan dengan kasih sayang dari orang tua insya Allah mereka
akan menjadikan anak-anak yang diharapkan.
Apa yang sudah dicontohkan Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam menegaskan bahwa:
1. Wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam
rumah tangganya.
2. Kewajiban tersebut wajar karena Allah menciptakan
orang tua yang bersifat mencintai anak-anaknya. Jadi yang pertama hukumnya
wajib, kedua karena orang tua senang mendidik anak-anaknya. Inilah modal utama
bagi pendidikan dalam keluarga itu dilaksanakan dan apa tujuannya, serta kapan
mulainya.
Cinta kepada anak seringkali
menyebabkan orang tua membanggakan anaknya. Mereka sering dengan semangat
meluap-luap menceritakan anaknya kepada tamunya atau kawan-kawannya. Terutama
mengenai kecerdasannya, kelucuannya, kepintarannya, keberaniannya dan
kegemasannya. Kadang-kadang cerita ini menjemukan orang yang mendengarkannya.
Sebaliknya tak ada orang yang ingin menceritakan kepada tamunya bahwa anaknya
bodoh, nakal, penakut dan sebagainya.
Anak sering pula menyebabkan
orang tua lupa kepada Allah dan RasulNya. Saking sibuknya mengurus
anak-anaknya, mereka bekerja mati-matian mencari uang agar semua permintaan
anaknya dapat terpenuhi. Kadang-kadang permintaan yang tidak masuk akalpun
dipenuhi, demi cintanya kepada anak. Sayang anak tidak jarang menyebabkan orang
tua korupsi dan mencuri.
Kadang-kadang karena merasa
anak-anaknya kuat, cerdas, juara kelas, pemberani, maka orang tua merasa
hidupnya akan aman. Oleh karena itu mereka mulai meninggalkan Tuhan. Seringkali
orang tua membela anaknya yang berbuat salah sampai orang tua lupa bahwa
membela yang salah adalah pelanggaran aturan Allah.
Orang tua dapat juga menjadi
budak anaknya, dikala ia merasa wajib memenuhi segala keinginan anaknya.
Kewibawaan orang tua telah hilang, karena ia kalah dan dibentuk oleh anaknya
karena terlambat atau tidak mampu memenuhi permintaan anaknya. Seperti tidak berani
membangunkan anaknya untuk shalat Subuh karena takut anaknya kaget atau
marah.Ayat Al-Qur’an berikut dapat menjadi renungan untuk kita seperti yang tertera
dalam Surat Saba’ ayat 37:
“Dan
sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan
diri kalian kepada Kami sedikit pun, tetapi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal shalih.”
Hadirin jamaah Jum’ah yang di berkati
Allah…
Berdasarkan ayat tadi bagi
orang tua mendidik anak adalah kewajaran, karena kodratnya; selain itu karena
cinta. Mengingat uraian di atas, maka secara sederhana tujuan pendidikan anak
di dalam keluarga ialah agar anak itu menjadi anak yang shalih. Anak seperti
itulah yang patut dibanggakan. Tujuan lain adalah sebaliknya, yaitu agar anak
itu kelak tidak menjadi musuh bagi orang tuanya.
Anak yang saleh dapat
mengangkat nama baik orang tuanya, karena anak adalah dekorasi keluarga dan
mendo’akan orang tuanya kelak. Bila tidak mendo’akan orang tua, keshalihannya
telah cukup merupakan bukti amal baik bagi orang tuanya.
Pada suatu waktu orang tua
amat susah karena anaknya nakal. Orang tua yang menduduki posisi terhormat
dimasyarakat akan jatuh wibawanya karena anaknya yang nakal. Seorang pemimpin
masyarakat bila anaknya terlibat kenakalan khas remaja masa kini, misalnya
terlibat masalah jual beli obat-obatan terlarang akan jatuh martabatnya dimata
masyarakat. Bahkan mungkin saja orang tua akan dipecat dari jabatannya hanya
karena kenakalan anaknya.
Kapankah sebaiknya kita mulai
mendidik anak? Jawabannya tidak lain adalah semenjak masih dalam masa konsepsi.
Bahkan dalam Islam dimulai semenjak memilih pasangan hidup, kemudian saat
hamil, saat lahir, saat anak-anak sampai dewasa. Mengenalkan mereka dengan
asma-asma Allah, tentang tauhid, tentang akhlaq dan sebagainya.
Lalu bagaimana jika cara
tersebut sudah dilaksanakan dan anak-anak tetap saja nakal? Sabar, tawakkal
dalam menghadapinya adalah obat terbaik sambil tetap berdo’a memohon kepada
Allah agar kenakalannya tidak membawa madlarat bagi dirinya sendiri, orang
tuanya dan masyarakatnya.
أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ
الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغفر لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغفر لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
0 Response to "Materi Khutbah Terlengkap 2017: Menghadapi Kenakalan Anak Dalam Rumahtangga"
Post a Comment