Materi Khutbah Terlengkap 2017: Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan Wanita
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ
أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ
تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ
اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri
(maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan
harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
“(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli
isterinya dengan baik). (QS
An-Nisaa’/ 4:34).
Ayat ini menegaskan tentang
kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, dan menjelaskan tentang wanita
shalihah. Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, pembesarnya,
hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik,
sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan
tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً.
“Tidak akan
beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada
seorang wanita.”(Hadits Riwayat
Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
Ibnu Katsir melanjutkan, dan
demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho’/ kehakiman dan hal-hal
lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu
berupa mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah
atas lelaki untuk menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan
dan keutamaan atas perempuan, hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi
pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Dan
laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau
juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).
Penjelasan Ibnu Katsir itu ada
rincian yang senada yaitu perkataan Abu As-Su’ud: “Dan pengutamaan bagi kaum
laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan, kesungguhan
pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi
laki-laki yaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan),
al-wilayah (kewalian), as-syahadah (kesaksian --dalam perkara pidana, wanita
tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen) jihad dan hal-hal lainnya.
(Irsyaadul ‘Aqlis Saliim, 1/339).
Wanita shalihah
Selanjutnya, arti ayat: “Sebab
itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri,” maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia
dan harta suaminya; “ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka).”
Ini adalah rincian keadaan
wanita di bawah kepemimpinan lelaki. Allah Ta’ala telah menyebutkan bahwa
wanita itu ada dua macam. Yang satu adalah wanita-wanita shalihah muthi’ah
(baik lagi taat) dan yang lain adalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaksiat lagi
menentang).
Wanita-wanita shalihah
muthi’ah adalah taat kepada Allah dan suaminya, melaksanakan hak-hak dan
kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga dirinya dari kekejian (zina), dan
menjaga harta suaminya dari pemborosan. Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang
berlangsung antara dirinya dan suaminya yang wajib disembunyikan dan menjaga
baik-baik kerahasiaannya. Di dalam hadits disebutkan:
إِنَّ مِنْ شَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً
يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِيْ إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِيْ إِلَيْهِ
ثُمَّ يَنْشُرُ أَحَدُهُمَا سِرَّ صَاحِبِهِ. (رواه مسلم و أبو داود).
“Sesungguhnya
termasuk sejelek-jelek manusia bagi Allah tempatnya di hari kiamat, (yaitu)
laki-laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan isterinya pun
menggaulinya, kemudian salahsatunya menyiarkan rahasia teman bergaulnya itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Keadaan masyarakat jahil
Aturan dalam Al-Quran telah
tegas dan jelas, lelaki itu pemimpin atas wanita, sedang wanita itu
dipentingkan ketaatannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada suaminya. Namun
kepemimpinan lelaki ataupun ketaatan wanita seakan tidak dianggap penting dalam
dunia jahil. Hingga muncul kondisi yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita
yang diangkat-angkat oleh orang-orang jahil melebihi kodratnya dan melanggar
aturan agama. Sebaliknya, ada wanita-wanita yang diperlakukan oleh orang-orang
jahil sebagai barang mainan, yang hal itu melanggar kodratnya atau fitrahnya,
disamping melanggar aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat perlindungan,
pemeliharaan dari para suami dan bahkan masyarakat.
Namun, justru wanita dijadikan
alat untuk melariskan hal-hal yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran
Islam, misalnya tontonan. Sehingga wanita yang sebenarnya terhormat itu
kemudian dijadikan bahan tontonan. Ada orang tua atau suami yang merelakan
wanitanya jadi penyanyi, penjoget, pelawak, pelaku adegan-adegan film atau
sinetron tak senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua dan suami-suami
yang merelakan wanitanya dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau konsumen
di toko-toko, di bank-bank, di pameran-pameran perdagangan, di hotel-hotel dan
sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada asalnya mubah,
boleh-boleh saja. Tetapi sekarang wanita di pertokoan bukan sekadar sebagai
pelayan, namun sebagai alat penarik konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu
diseragami pakaian yang setengah telanjang. Ini sudah bertentangan dengan
aturan Islam.
Dan bahkan ada orang tua atau
suami yang merelakan wanitanya dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu
billaahi min dzaalik. Lelaki yang demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa
cemburu terhadap keluarganya yang berbuat sesuatu dengan lelaki lain. Menurut
Hadits Nabi n, surga haram atas lelaki dayyuts.
ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ؛ الْعَاقُ
لِوَالِدَيْهِ وَالدَّيُّوْثُ وَرَجُلَةُ النِّسَاءِ.
“Tiga orang
yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya,
dayyuts (laki-laki yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan
yang menyerupakan dirinya dengan laki-laki.”
(Hadits Riwayat Al- Hakim dan Al-Baihaqi, hadits hasan dari Ibnu Umar).
Jadi lelaki yang merelakan
isterinya ataupun anak-anaknya dijadikan pajangan padahal seharusnya lelaki itu
punya rasa cemburu dan menjaganya, namun justru merelakannya, maka bisa
dimasukkan dalam lingkungan yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya.
Akibat merelakan keluarganya (yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian
menjadikan haramnya surga baginya. Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya
kerugian lah yang didapat. Kesenangan di dunia tidak seberapa, namun haramnya
masuk surga telah mengancamnya. Inilah yang mesti kita berhati-hati benar dalam
hal menjaga diri dan keluarga kita.
Dianggap lumrah, biasa
Sangat disayangkan sekali,
dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut diatas
menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua
tontonan dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu
sudah mengikuti bujukan syetan, sekaligus melanggar aturan Allah. Allah
memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis
(lihat QS An-Nuur: 30-31) namun justru orang-orang yang mendukung dunia jahil
ini menarik-narik manusia agar membuka mata lebar-lebar untuk “menikmati”
wanita yang mereka pajang. Itu semua alurnya adalah mendekatkan kepada zina.
Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
"Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan satu jalan yang buruk.”
(Al-Israa’: 32).
Dalam ayat itu ditegaskan,
tidak boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal yang
menghantarkan kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka
pergaulan hidup yang dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau
penonton itu sudah termasuk sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu
sudah merupakan sarana atau penghantar, maka terkena kaidah (الحكم بوسائله)
hukum itu mencakup sarananya. Mendekati zina itu jelas telah dilarang dengan
tegas oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala. Maka mengadakan sarana untuk dekat
dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.
Lebih dari itu, ayat tersebut
mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri. Karena
mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh
disebut Qiyas Aulawi”. Contohnya, mengatakan uf/ hus kepada orang tua saja
diharamkan, apalagi memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina
saja dilarang, apalagi berzina. Itulah pengertiannya.
Dengan demikian, ayat tersebut
sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan perbuatan yang
menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan
zina itu sendiri lebih terlarang lagi.
Aturan di dalam Islam sebegitu
jelas dan gamblang, namun dalam dunia yang jahil orang yang menyepelekan bahkan
justru menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan
membolehkan perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.
Wanita shalihah sangat terpuji
Islam memberikan imbalan
pahala sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari zaman ke
zaman, oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk
dijadikan daya pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah
merupakan pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas. Maka Islam memberikan
antisipasinya atau pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia
mendekati zina, dan kedua memberikan tempat yang terpuji bagi wanita yang
shalihah.
Islam menempatkan wanita
shalihah dalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa untuk
membina wanita agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya
menjadi wanita shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak
godaannya. Kenapa? Karena, manusia jahil telah menjadikan wanita sebagai
sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas bertentangan dengan Islam.
Sedangkan wanita itu sendiri
didudukkan oleh manusia-manusia jahil pada posisi yang enak, yang menggiurkan,
bila mau melanggar aturan Islam. Sehingga wanita itu sendiri akan sulit
mempertahankan diri agar menjadi orang yang shalihah alias taat aturan Allah
dan RasulNya. Maka sesuai dengan istilah "aljazaa’u min jinsil ‘amal,”
imbalan itu sesuai dengan perbuatan, maka wanita shalihah sangat dihormati
dalam Islam karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara
naluriah, namun sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu
wanita itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.
Dari sini bisa difahami betapa
terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita shalihah. Yaitu wanita yang
menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap
dan perilaku tanpa melanggar ajaran Ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi
kebahagiaan dunia dan akhirat. Terhadap wanita shalihah itu, ada pula pujian
simpati dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ. (رواه مسلم و النسائي).
“Dunia ini
adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang
menyenangkan itu adalah wanita yang shalihah/ baik. (Hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i).
Di sini jelas, betapa
tingginya nilai wanita shalihah itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti
disenangi manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi. Bila
kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling
baik. Seperti firman Allah dalam Surat, Attien:
“...Sungguh
Kami telah menjadikan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami
kembalikannya jadi serendah-rendahnya yang rendah (masuk neraka). Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih maka mereka akan
memperoleh pahala yang tak putus-putusnya." (QS. At-Tien: 4, 5, 6).
Di dalam ayat itu dinyatakan,
manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya yang paling
baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah
di antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau
diperbandingkan, wanita disebut hiasan yang paling menyenangkan berarti di
balik itu ada yang bahkan paling tidak menyenangkan. Ya, memang betul demikian
adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau punya alasan Hadits Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam :
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ ثَلاَثٌ وَمِنْ شَقَاوَةِ
ابْنِ آدَمَ ثَلاَثَةٌ. مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ. وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنِ آَدَمَ
الْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَ الْمَسْكَنُ السُّوْءُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ. (رواه
أحمد والطبراني والبزار عن سعد بن أبي وقص).
"Di
antara (unsur) kebahagiaan anak Adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara
(unsur) sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga). Di antara unsur kebahagiaan
manusia yaitu, wanita/ isteri yang shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik,
dan kendaraan yang baik. Dan di antara (unsur) penderitaan manusia adalah:
wanita / isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang jelek, dan
kendaraan yang jelek." (Hadits
shahih riwayat Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Bazzar dari Sa'ad bin Abi Waqash)
Nah, dalam hadits itu
dijelaskan, wanita/ isteri yang shalihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi
sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat adalah unsur penderitaan. Dalam Hadits
itu ternyata wanita atau isteri disebut sebagai unsur pertama dalam hal
kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita diucapkan dalam deretan yang pertama
dari tiga unsur kebahagiaan maupun kesengsaraan.
Jadi wanita merupakan unsur
yang paling extrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan pernyataan
perbandingan tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi
sebaliknya, wanita yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.
Wanita shalihah dan suami taqwa
Nabi membela dan mengangkat
martabat wanita, sampai memuji dan menyebutkan fungsi kedudukan wanita shalihah
lagi menyenangkan. Hal itu bisa disimak pandangan Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam , yang memuji wanita shalihah:
مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ، إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ
نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِنْ أَقْسَمَ إِلَيْهَا أَبَرَتْهُ وَإِنْ غَابَ
عَنْهَا نَصَحَتْهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ. (رواه ابن ماجة عن أبي أمامة، حسن).
"Tidak
ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla yang
lebih baik baginya dibanding mempunyai isteri yang shalihah/ baik. Apabila dia
(lk) menyuruhnya maka ditaati. Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu
menggembirakan nya. Apabila ia memberi bagian padanya maka dia menerimanya
dengan baik. Dan apabila ia tidak ada di rumah maka isteri yang shalihah itu
tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam menjaga dirinya sendiri dan
harta suaminya." (Hadits Riwayat
Ibnu Majah dari Abi Umamah berderajat hasan/ baik).
Jelas sekali pujian Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam terhadap derajat wanita yang shalihah. Sampai
didudukkan sebagai hal yang paling menguntung-kan bagi orang yang taqwa.
Berarti dijadikan pendamping paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat
taqwa itu adalah derajat paling tinggi di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala :
"Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa". (QS Al-Hujuraat/ 49: 13).
"Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa". (QS Al-Hujuraat/ 49: 13).
Jadi, posisi wanita shalihah
itu memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping orang yang
bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Allah, dengan disebut sebagai unsur
yang paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu
ternyata adalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam lewat Hadits tersebut di
atas.
Kita percaya, apa yang
disabdakan itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, seharusnya kita berlomba membina wanita,
baik itu isteri kita, keluarga kita maupun kerabat agar mencapai derajat
prestasi unggul yang sesuai dengan anjuran beliau, yaitu wanita shalihah.
Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita berlomba membentuk wanita
shalihah dalam keluarga dan masyarakat Islam. Mudah-mudahan hal ini bisa kita
laksanakan. Amien.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ.
Khutbah
Kedua:
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا}
وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ
أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
0 Response to "Materi Khutbah Terlengkap 2017: Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan Wanita"
Post a Comment