Materi Khutbah Terlengkap 2017: Tema: Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua
Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ،
وَنَعُوذُ بِاللهِ تَعَالَى مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ
الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا. (النساء: 9).
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
Jamaahjama'ahrahimakumullah….
Anak adalah buah hati bagi
kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearahmanaanaktersebut akan dibawa. Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearahmanaanaktersebut akan dibawa. Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَزَوَّجُوا
الْوَلُوْدَ وَالْوَدُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمْ.
Artinya:
“Nikahilah wanita yang penuh dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku
bangga pada kalian dihari kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR.
Abu Daud dan An Nasa’I, kata Al Haitsamin).
Namun yang menjadi masalah
adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir. Umumnya orang tua
menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih, agar
setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi
orang tua kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan
karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah hayalan semu yang tak akan mungkin
dapat menjadi kenyataan.
Bahkan sebagian orang tua
akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi
bintang film (Artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka
beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti
kaum selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan
informasi tentang perihal kehidupan kaum selebritis yang mereka puja-puja. Hal
ini terjadi akibat orang tua yang sering mengkonsumsi berbagai macam
acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan elektronik, karena itu opininya
terbangun atas apa yang mereka lihat selama ini.
Jamaah jum’at rahimakumullah….
Kehidupan sebagian besar
selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan binatang
yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya.
Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour
adalah konsumsi sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara
mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh Allah
Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan ritualisme sebagai
alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang keadaan
mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang
yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di
akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan)mereka” (An Nisa: 9).
Pengertian lemah dalam ayat
ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah ekonomi. Oleh
karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, maka
mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari empat
hal ini adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada anak.
Imam Ibnu Katsir dalam mengomentari pengertian lemah pada ayat ini
memfokuskan pada masalah ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya
tidak meninggalkan keadaan anak-anak mereka dalam keadaan miskin . (Tafsir Ibnu
Katsir: I, hal 432) Dan terbukti berapa banyak kaum muslimin yang rela
meninggalkan aqidahnya (murtad) di era ini akibat keadaan ekonomi mereka yang
dibawah garis kemiskinan.
Banyak orang tua yang
mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata
dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal
apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi,
sementara untuk memasukkan anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu
enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar
bagi anak.
Ada juga orang tua yang
menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah
pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat
diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam
usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya
yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan
tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi
kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal
mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi
pemenuhan otaknya.
Jamaah jum’at rahimakumullah…..
Karena itu sebagian orang tua
yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang harus di tempuh
dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di bawah ini
akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu
mewujudkan obsesi tersebut:
1. Opini atau persepsi orang tua atau anak yang shalih
tersebut harus benar-benar sesuai dengan kehendak Islam berdasarkan Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
إِذَا
مَاتَ بْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
Artinya: “Jika
wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga: Sadaqah
jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu
mendoakannya.” (HR.Muslim)
Dalam hadits ini sangat jelas
disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu mendoakan kedua orang
tuanya. Sementara kita telah sama mengetahui bahwa anak yang senang mendoakan
orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam
melaksanakan kebaikan-kebaikan,melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu
wa Ta'ala , dan menjauhi larangan-laranganNya. Anak yang shalih adalah anak
yang tumbuh dalam naungan DienNya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan
orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah Subhannahu wa
Ta'ala dan senang bermaksiat kepadaNya. Anak yang senang bermaksiat kepada
Allah Subhannahu wa Ta'ala , jelas akan jauh dari perintah Allah dan
kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus.
Dalam hadits ini dijelaskan
tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan mereka
senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua telah
wafat. Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal
dari kebaikannya juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera
terkabul oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah
tercipta-nya anak yang shalih.
Lingkungan merupakan tempat di
mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan
dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sebuah
institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga juga
merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi
baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.
Jama'ahjum’atrahimakumullah….
Jika anak dalam keluarga
senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan terbentuk
dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam
suasana yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh
menjadi anak yang tidak bermoral. Seorang anak yang terlahir dalam keadaan
fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam bersabda:
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه البخاري).
Artinya: “Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang
menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari).
Untuk itu orang tua harus
dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya
dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta
terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa
Salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak
tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh
negatif yang akan merusak dirinya.
Agar dapat memudahkan jalan bagi
pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka keteladanan orang tua
merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang tua yang
bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang baik,
yaitu sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih sehingga anak dapat
dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan
di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya.
Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah
juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter
anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan
karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang
terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap
teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat pendidikan yang
baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak sang
anak.
Faktor yang juga cukup
menentukan dalam membentuk watak dan karakter anak di sekolah adalah konsep
yang diterapkan sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak
didik.
Sekolah yang ditata dengan managemen yang baik tentu
akan lebih mampu memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan sekolah
yang tidak memperhatikan sistem managemen. Sekolah yang sekedar dibangun untuk
kepentingan bisnis semata pasti tidak akan mampu menghasilkan murid-murid yang
berkwalitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian intelektual dan moral
keagamaan. Kualitas intelektual dan moral keagamaan tenaga pengajar serta
kurikulum yang dipakai di sekolah termasuk faktor yang sangat menentukan dalam
melahirkan murid yang berkualitas secara intelektual dan moral keagamaan.
Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu melihat
secara cermat dan jeli sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang tua
tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah favorit semata dalam hal
intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang anak, karena
sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya. Keseimbangan
pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan
keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki
keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi
jaminan bagi seorang anak didik.
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas
yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya.
Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak
jauh lebih besar. Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan
akan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam
masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan,
kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik
secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah
Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan
yang merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan
kwalitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah,
maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang
kondusif bagi anak.
Masyarakat terbentuk atas
dasar gabungan individu-individu yang hidup pada suatu komunitas tertentu.
Karena dalam membentuk masyarakat yang harmonis setiap individu memiliki peran
dan tanggung jawab yang sama. Persepsi yang keliru biasanya masih mendominasi
masyarakat. Mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini
adalah pemerintah, para da’i, pendidik atau ulama. Padahal Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
اْلإِيْمَانِ. (رواه مسلم).
Artinya: “Barangsiapa
di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika
ia tidak sanggup maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan
hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Jika setiap orang merasa tidak
memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar, maka segala
kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau
cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai
umat yang terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya
dapat tercapai jika setiap individu muslim secara konsisten menjalankan amar
ma’ruf nahi munkar, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Kamu
adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran:
110).
Jamaah jum’at rahimakumullah….
Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang
harus dilaksanakan. Jika tidak maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan
menimpakan adzabnya di tengah-tengah kita dan pasti kita akan tergolong
orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung.” (Ali-Imran: 104).
Untuk itu di akhir khutbah ini
marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan hidup generasi
kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala akan
senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di atas
agama-agama lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ
الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا اغْفِرْ
لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.
Khutbah kedua.
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَم عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا
بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
0 Response to "Materi Khutbah Terlengkap 2017: Tema: Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua"
Post a Comment