'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم

Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Salim & Maula Abu Hudzaifah radhiallahu anhu.

Pada suatu hari Rasulullah Saw berpesan kepada para shahabatnya, katanya: "Ambillah olehmu al-Quran itu dari empat orang, yaitu: Abdullah bin Mas'ud, Salim maula Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka'ab dan Mu'adz bin Jabal ...! "
Dulu kita telah mengenal Ibnu Mas'ud, Ubai dan Mu'adz, Maka siapakah kiranya shahabat yang keempat yang dijadikan Rasul Saw sebagai andalan dan tempat bertanya dalam mengajarkan al-Qur'an. Ia adalah Salim ra. maula Abu Hudzaifah ra.
Awalnya ia hanyalah seorang budak belian, dan kemudian Islam memperbaiki posisinya, hingga diambil sebagai anak angkat oleh salah seorang pemimpin Islam terkemuka, yang sebelum masuk Islam juga adalah seorang bangsawan Quraisy dan salah seorang pemimpinnya. Dan tatkala Islam menghapus adat kebiasaan memungut anak angkat, Salim ra. pun menjadi saudara, teman sejawat serta maula (= hamba yang telah dimerdekakan) bagi orang yang memungutnya sebagai anak tadi, yaitu shahabat yang mulia bernama Abu Hudzaifah bin' Utbah ra.
Dan berkat karunia dan ni'mat dari Allah Ta'ala, Salim ra. mencapai kedudukan tinggi dan terhormat di kalangan Muslimin, yang dipersiapkan baginya oleh keutamaan jiwanya, serta perangai dan ketaqwaannya, sahabat Rasul yang mulia ini disebut "Salim ra. maula Abu Hudzaifah radhiyallahu' anhu",  adalah karena dulunya ia seorang budak belian dan kemudian dibebaskan. Dan ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa menunggu lama, dan mengambil tempatnya di antara orang-orang Islam angkatan pertama.
Tentang Hudzaifah bin 'Utbah ra. ia adalah salah seorang yang juga lebih awal dan bersegera masuk Islam dengan meninggalkan bapaknya 'Utbah bin Rabi'ah menelan amarah dan kekecewaan yang mengeruhkan ketenangan hidupnya, disebabkan keislaman puteranya itu. Hudzaifah adalah seorang yang terpandang di kalangan kaumnya, sementara bapaknya mempersiapkannya untuk menjadi pemimpin Quraisy.
Bapak dari Hudzaifah ra. inilah yang setelah terang-terangan masuk Islam mengambil Salim ra. sebagai anak angkat, yakni setelah ia dibebaskannya, hingga mulai saat itu ia dipanggilnya "Salim bin Abi Hudzaifah ra." Dan kedua orang itu pun beribadah kepada Allah dengan hati yang tunduk dan terpusat, serta menahan penganiayaan Quraisy dan tipu muslihat mereka dengan hati yang sabar tiada terkira.
Pada suatu hari turunlah ayat yang membatalkan kebiasaan mengambil anak angkat. Dan setiap anak angkat pun kembali menyandang nama bapaknya yang sesungguhnya, yakni yang telah menyebabkan lahirnya dan mengasuhnya. Umpamanya Zaid bin Haritsah ra. yang diambil oleh Nabi Saw sebagai anak angkat dan dikenal oleh Kaum Muslimin sebagai Zaid bin Muhammad, kembali menyandang nama bapaknya Haritsah, hingga namanya menjadi Zaid bin Haritsah. Tetapi Salim ra. tidak dikenal siapa bapaknya, maka ia menghubungkan diri kepada orang yang telah membebaskannya hingga dipanggilkan Salim maula Abu Hudzaifah ra.
Mungkin ketika menghapus kebiasaan memungut memberi nama anak angkat dengan nama orang yang mengangkatnya, Islam hanya hendak mengatakan kepada Kaum muslimin: "Janganlah kalian mencari hubungan kekeluargaan dan silaturrahmi dengan orang-orang diluar Islam sehingga persaudaraan kalian lebih kuat dengan sesama Islam sendiri dan se- 'aqidah yang menjadikan kalian bersaudara .."
Hal ini telah dipahami sebaik-baiknya oleh Kaum Muslimin angkatan pertama. Tak ada suatu pun yang lebih mereka cintai setelah Allah dan Rasul-Nya, dari saudara-saudara mereka. Dan telah kita saksikan bagaimana orang-orang Anshar itu menyambut saudara-saudara mereka orang Muhajirin, hingga mereka membagi tempat kediaman dan segala yang mereka miliki kepada Muhajirin.
Dan inilah yang kita saksikan terjadi antara Abu Hudzaifah ra. bangsawan Quraisy dengan Salim ra. yang berasal dari budak belian yang tidak diketahui siapa bapaknya itu. Sampai akhir hayat mereka, kedua orang itu lebih dari bersaudara kandung, ketika meninggal, mereka meninggal bersama-sama, nyawa melayang bersama jiwa, dan tubuh yang satu terbaring di samping tubuh yang lain.
Itulah dia keistimewaan luar biasa dari Islam, bahkan itulah salah satu kebesaran dan keutamaannya. Salim ra.  telah beriman sebenar-benar iman, dan menempuh jalan menuju Ilahi bersama-sama orang-orang yang taqwa dan budiman. Baik bangsa maupun kedudukannya dalam masyarakat tidak menjadi persoalan lagi. Karena berkat ketaqwaan dan keikhlasannya, ia telah meningkat ke taraf yang tinggi dalam kehidupan masyarakat baru yang sengaja hendak dibangkitkan dan ditegakkan oleh Agama Islam berdasarkan prinsip baru yang adil dan luhur.
Prinsip itu tersimpul dalam ayat mulia berikut ini:  
Artinya : "Sesungguhnya orang yang termulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa ...!" (QS 49 Al-Hujurat: 13)
Dan menurut Hadits: "Tidak ada kelebihan bagi seorang bangsa Arab atas selain bangsa Arab kecuali takwa, dan tidak ada kelebihan bagi seorang keturunan kulit putih pada seorang keturunan kulit hitam kecuali taqwa".
Pada masyarakat baru yang maju ini, Abu Hudzaifah ra. merasa dirinya terhormat, bila menjadi wali dari seseorang yang dulunya menjadi budak beliannya. Bahkan dianggapnya suatu kemuliaan bagi keluarganya, mengawinkan Salim ra. dengan kemenakannya Fatimah binti Walid bin' Utbah.
Dan pada masyarakat baru yang maju ini, yang telah menghancurkan kefeodalan dan kehidupan berkasta-kasta, serta menghapus rasisme dan diskriminasi, maka dengan kebenaran dan kejujurannya, keimanan dan amal baktinya, Salim ra. menempatkan dirinya selalu dalam barisan pertama.
Salim ra. adalah yang menjadi imam bagi orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah setiap shalat mereka di mesjid Quba'. Dan ia menjadi andalan tempat bertanya tentang Kitabullah (al-Qur'an), sampai Nabi Saw menyuruh Kaum Muslimin belajar darinya. Ia banyak berbuat kebaikan dan memiliki keunggulan yang menyebabkan Rasulullah Saw berkata kepadanya: "Segala puji bagi Allah yang menjadikan dalam golonganku, seseorang seperti kamu ...!"  Bahkan kawan-kawannya sesama orang beriman menyebutnya: "Salim ra. salah seorang dari Kaum Shalihin" 
Riwayat hidup Salim ra. seperti riwayat hidup Bilal ra, riwayat hidup sepuluh shahabat Nabi Saw. ahli ibadah dan riwayat hidup para shahabat lainnya yang sebelum memasuki Islam hidup sebagai budak belian yang hina dina lagi papa. Diangkat oleh Islam dengan mendapat kesempurnaan petunjuk, sehingga ia menjadi penuntun ummat ke jalan yang benar, menjadi tokoh penentang kedzaliman, ia juga adalah kesatria di medan laga.
Pada Salim ra. terhimpun prioritas-prioritas yang ada dalam Agama Islam. Keutamaan-keutamaan itu berkumpul pada diri dan sekitarnya, sementara keimanannya yang mendalam mengatur semua itu menjadi suatu susunan yang sangat indah. Kelebihannya yang paling menonjol adalah mengemukakan apa yang dianggapnya benar secara terus terang. Ia tidak menutup mulut terhadap suatu kalimat yang seharusnya diucapkannya, dan ia tak hendak mengkhianati hidupnya dengan berdiam diri terhadap kesalahan yang menekan jiwanya.
Setelah kota Mekah dibebaskan oleh Kaum Muslimin, Rasulullah Saw. mengirimkan beberapa rombongan ke kampung-kampung dan suku-suku Arab sekeliling Mekah, dan menyampaikan kepada penduduknya bahwa Rasulullah Saw. sengaja mengirim mereka itu untuk berda'wah bukan untuk berperang. Dan sebagai pemimpin dari salah satu tim adalah Khalid bin Walid ra.
Ketika Khalid ra. sampai di tempat yang dituju, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkannya terpaksa mengunakan senjata dan menumpahkan darah. Sewaktu peristiwa ini sampai kepada Nabi Saw., beliau memohon ampun kepada Tuhannya amat lama sekali sambil berkata: "Ya Allah, aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dilakukan oleh Khalid ...!"
Juga peristiwa tersebut tak dapat dilupakan oleh Umar ra., ia pun mengambil perhatian khusus terhadap pribadi Khalid katanya: "Sesungguhnya pedang Khalid terlalu tajam ...!" Dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Khalid ra. ini ikut Salim ra. maula Abu Hudzaifah ra. serta shahabat-shahabat lainnya Dan demi melihat perbuatan Khalid tadi, Salim ra. menegurnya dengan sengit dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Sementara Khalid, pahlawan besar di masa jahiliyah dan di zaman Islam itu, mula-mula diam dan mendengarkan apa yang disampaikan temannya itu kemudian membela dirinya, akhirnya meningkat menjadi perdebatan yang sengit. Tetapi Salim ra. tetap berpegang pada pendiriannya dan mengemukakannya tanpa takut-takut atau bermanis mulut.
Ketika itu ia memandang Khalid bukan sebagai salah seorang bangsawan Mekah, dan ia pun tidak merendahkan diri karena dahulu ia seorang budak belian,  hal itu karena Islam telah menyamakan mereka, begitu pula ia tidaklah memandangnya sebagai seorang panglima yang kesalahan-kesalahannya harus dibiarkan begitu saja, tetapi ia memandang Khalid sebagai serikat dan sekutunya dalam kewajiban dan tanggung jawab.
Serta ia menentang dan menyalahkan Khalid itu bukanlah karena ambisi atau suatu maksud tertentu, ia hanya melaksanakan nasihat yang diakui kebenarannya dalam Islam, dan yang telah lama didengarnya dari Nabi Saw. bahwa nasihat itu merupakan teras dan tiang tengah Agama, sabdanya:  "Agama itu adalah nasihat ...! "Agama itu adalah nasihat ...! "Agama itu adalah nasihat ...!" 
Dan ketika Rasulullah Saw. mendengar perbuatan Khalid bin Walid, beliau bertanya, katanya: "Siapakah yang menyanggahnya...?" Alangkah agungnya pertanyaan itu, dan alangkah mengharukan. Dan amarahnya Nabi Saw. menjadi surut, ketika mereka mengatakan pada beliau: "Ada, Salim ra. menegur dan menyanggahnya".
Salim ra. hidup mendampingi Rasulullah Saw. dan orang-orang beriman. Tidak pernah ketinggalan dalam suatu peperangan mempertahankan Agama, dan tak kehilangan gairah dalam suatu ibadah. Sementara persaudaraannya dengan Abu Hudzaifah ra. makin hari makin bertambah erat dan kokoh jua.  
Saat Rasulullah Saw. berpulang ke rahmatullah. Dan khilafat Abu Bakar ra. menghadapi persekongkolan jahat dari orang-orang murtad, dan tibalah saatnya pertempuran Yamamah, Suatu peperangan sengit, yang merupakan tes terberat bagi Islam.
Maka berangkatlah Kaum Muslimin untuk berjuang. Tidak ketinggalan Salim ra. bersama Abu Hudzaifah ra. saudaranya seagama.
Di awal perang, kaum Muslimin tidak bermaksud hendak menyerang. Tetapi setiap Mu'min telah merasa bahwa peperangan ini adalah peperangan yang menentukan, sehingga segala akibatnya menjadi tanggung jawab bersama. Mereka dikumpulkan kembali oleh Khalid bin Walid ra. yang kembali menyusun barisan dengan cara dan strategi yang mengagumkan. Kedua saudara, Abu Hudzaifah ra. dan Salim ra. berpelukan dan sama berjanji siap mati syahid demi Agama yang haq, yang akan mengantarkan mereka kepada keberuntungan dunia dan akhirat. Lalu kedua saudara itu pun menerjunkan diri ke dalam kancah yang sedang bergejolak ...!
Abu Hudzaifah ra. berseru meneriakkan: "Hai pengikut-pengikut al-Quran ...! Hiasilah al-Quran dengan amal-amal kalian ...!"  Dan bagai angin puyuh, pedangnya berkelibatan dan menghujamkan tusukan-tusukan ke anak buah Musailamah, sementara Salim ra. berseru pula, katanya: "Amat buruk nasibku sebagai pemikul tanggung jawab al-Quran, ketika benteng Kaum Muslimin bobol karena kelalaianku ... "
"Tidak mungkin demikian, wahai Salim ra. ...!  Bahkan engkau adalah sebaik-baik pemikul al-Quran." Ujar Abu Hudzaifah ra. Pedangnya bagai menari-nari menebas dan menusuk pundak orang-orang murtad, yang bangkit berontak ingin mengembalikan jahiliyah Quraisy dan memadamkan cahaya Islam.
Tiba-tiba salah sebuah pedang orang-orang murtad itu menebas tangannya hingga putus, tangan yang dipergunakannya untuk memanggul panji Muhajirin, setelah gugur pemanggulnya yang pertama, adalah Zaid bin Khatthab ra. Tatkala tangan kanannya itu buntung dan panji itu jatuh segeralah dipungutnya dengan tangan kirinya lalu terus-menerus diacungkannya tinggi-tinggi sambil mengumandangkan ayat al-Quran berikut ini:
Artinya  : "Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. 3 Ali Imran:146)
Sekelompok orang-orang murtad mengepung dan menyerbunya, hingga pahlawan itu pun roboh. Tetapi ruhnya belum juga keluar dari tubuhnya yang suci, sampai pertempuran itu berakhir dengan terbunuhnya Musailamah si Pembohong dan menyerah kalahnya tentara murtad serta menangnya tentara Muslimin.
Dan ketika Kaum Muslimin mencari-cari korban dan syuhada mereka, mereka temukan Salim ra. dalam sekarat maut.Sempat pula ia bertanya pada mereka: "Bagaimana nasib Abu Hudzaifah ra...?"  "Ia telah menemui syahidnya", ujar mereka. "Baringkan aku disampingnya ."  Katanya pula. "Ini dia disampingmu, wahai Salim ra.  Ia telah menemukan syahidnya di tempat ini." 
Mendengar jawaban itu tampaklah senyumnya yang akhir. Dan setelah itu ia tidak berbicara lagi. Ia telah menemukan bersama saudaranya apa yang mereka dambakan selama ini. Mereka masuk Islam secara bersama, hidup secara bersama, dan kemudian mati syahid secara bersama pula. Persamaan nasib yang amat sangat indah. Mereka berdua syahid untuk menemui Tuhannya. Tentang dirinya saat telah tiada, Umar bin Khatthab ra. pernah berkata: "Seandainya Salim ra. masih hidup, pastilah ia menjadi penggantiku nanti ...!" 

Sumber: Buku Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam
Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Salim & Maula Abu Hudzaifah radhiallahu anhu. "