'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم

Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu anhu.



Penduduk kota Madain Berduyun-duyun menyambut kedatangan wali negeri mereka yang baru diangkat serta dipilih oleh Amirul Mu'minin Umar ra. Mereka pergi menyambutnya, karena lama sudah hati mereka rindu untuk bertemu muka dengan sahabat nabi yang mulia ini, yang telah banyak mereka dengar mengenai kesholehan dan ketakwaannya, begitu pula tentang jasa-jasanya dalam membebaskan tanah Irak.
Ketika mereka menunggu rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncul seorang pria dengan wajah berseri-seri. Ia mengenderai seekor keledai yang beralaskan kain usang, kedua kakinya teruntai ke bawah, kedua tangannya memegang roti serta garam, dan mulutnya mengunyah. Orang itu tidak lain dari Hudzaifah Ibnul Yaman. Mereka jadi bingung, hampir-hampir tak percaya. Tetapi apa yang akan diherankan ...?
Corak kepemimpinan bagaimana yang mereka nantikan sebagai pilihan Umar ...? Hal itu dapat dipahami karena baik di masa kerajaan Persi yang terkenal itu atau sebelumnya, tak pernah diketahui adanya corak pemimpin semulia ini ...!
Hudzaifah meneruskan perjalanan, sementara orang-orang berkerumun mengelilinginya. Ketika dilihat bahwa mereka menatapnya seolah-seolah menunggu amanat, diperhatikan air muka mereka, lalu berkata, "Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah ...!" Ujar mereka, "Di manakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah ...?"  Ia berkata, "Pintu-pintu rumah pembesar. Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengiakan ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan."
Suatu pernyataan yang luar biasa dan sangat menakjubkan. Dari ucapan yang mereka dengar dari wali negeri yang baru ini, orang-orang segera beroleh kesimpulan bahwa tak ada yang lebih di bencinya tentang apa saja yang ada di dunia ini, begitu pun yang lebih hina dalan pandangan matanya dari kemunafikan. Pernyataan ini sekaligus merupakan ungkapan yang paling tepat terhadap kepribadian wali negeri yang baru ini, serta sistem yang akan di tempuhnya dalam pemerintahan.
Hudzaifah Ibnul Yaman memasuki arena kehidupan ini dengan bekal kebiasaan khusus. Di antara fitur-fiturnya adalah ia anti kemunafikan, dan mampu melihat jejak dan gejalanya walau tersembunyi di tempat-tenpat yang jauh sekalipun.
Semenjak ia bersama saudaranya, Sharwan, menemani bapaknya menghadap Rasulullah Saw. dan ketiganya memeluk Islam, sementara Islam menyebabkan wataknya bertambah terang dan cemerlang, maka sungguh, ia menganutnya secara teguh dan suci, serta lurus dan gagah berani, dan dipandangnya sifat pengecut, bohong dan kemunafikan sebagai sifat yang rendah dan hina.
Ia terdidik di tangan Rasulullah Saw dengan kalbu terbuka, tak ubah bagai cahaya subuh, hingga tak suatu pun dari persoalan hidupnya yang tersembunyi, tak ada rahasia terpendam dalam lubuk hatinya, seorang yang benar, jujur, dan mencintai orang-orang yang teguh membela kebenaran. Sebaliknya, ia mengutuk orang-orang yang riya, berbelit-belit, dan culas bermuka dua.
Ia bergaul dengan Rasululah Saw. dan sungguh tak ada lagi tempat baik agar bakat Hudzaifah ini tumbuh subur dan berkembang selain di arena ini, yakni dalam pangkuan Agama Islam, di hadapan Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam, dan di tengah-tengah golongan besar kaum perintis dari sahabat-sahabat Rasululah Saw.
Ia kemudian mencapai keahlian dalam membaca tabiat dan air muka seseorang. Dalam waktu singkat, ia dapat menebak air muka tanpa susah payah menyelidiki rahasia-rahasia yang tersembunyi serta simpanan yang terpendam. Kemampuannya dalam hal ini telah mencapai pada apa yang diinginkannya, hingga Amirul Mukminin Umar ra. yang terkenal sebagai orang yang penuh dengan inspirasi, seorang yang cerdas dan ahli, sering juga mengandalkan pendapat Hudzaifah, begitu juga ketajaman pandangannya dalam memilih tokoh-tokoh dan mengenali mereka.
Hudzaifah telah di karuniai pikiran yang jernih yang menyebabkan sampai pada suatu kesimpulan bahwa dalam kehidupan ini sesuatu yang baik itu adalah yang jelas dan gambling, yang jelek adalah yang gelap dan samar-samar. Oleh karena itu, orang yang bijaksana harus mempelajari sumber-sumber kejahatan ini dan kemungkinan-kemungkinannya.
Demikianlah, Hudzaifah ra. terus-menerus mempelajari kejahatan dan orang-orang jahat, kemunafikan dan orang-orang munafik. Ia berkata, "Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan karena takut akan terlibat di dalamnya. Pernah aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini, apakah di balik kebaikan ini ada kejahatan?'  'Ada,'  ujarnya.'Kemudian apakah setelah kejahatan masih ada lagi kebaikan?' Tanyaku pula. 'Memang, tetapi kabur dan bahaya,'  jawabnya. Tanyaku, 'Apa bahaya itu?' Jawabnya, 'Yaitu segolongan umat mengikuti sunah bukan sunahku, dan mengikuti petunjuk bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu dan laranglah.' Kemudian setelah kebaikan tersebut, masihkah ada lagi kejahatan? Tanyaku pula .'Masih,'  ujar Nabi,  'yakni para tukang seru di pintu neraka. Barangsiapa menyambut seruan mereka, akan mereka lemparkan ke dalam neraka',  Lalu kutanyakan kepada Rasulullah, 'Ya Rasulullah, apa yang harus saya perbuat bila saya menghadapi hal demikian?'  Ujar Rasulullah, 'senantiasa mengiuti jamaah Kaum Muslimin dan pemimipin mereka!' Bagaimana kalau mereka tidak punya jama'ah dan tidak pula pemimpin? 'Hendaklah kamu tinggalkan golongan itu semua, meskipun kamu akan tinggal di rumpun kayu sampai kamu menemui ajal dalam kondisi demikian ...! "
Hudzaifah Ibnul Yaman memempuh kehidupan dengan mata yang terbuka dan hati yang waspada terhadap sumber-sumber fitnah dan liku-likunya, dengan menganalisa kehidupan dunia ini dan mengkaji pribadi orang serta meraba situasi demi menjaga diri dan memperingatkan manusia terhadap bahayanya. Semua masalah itu diolah dan digodok dalam akal pikirannya, lalu dituangkan dalam ungkapan seorang filosof yang arif dan bijaksana. Ia berkata, "Sesungguhnya Allah Swt. telah membangkitkan Muhammad Saw. Maka di serunya manusia dari kesesatan kepada kebenaran, dari kekafiran kepada keimanan. Lalu yang menerima mengamalkannya, sampai dengan kebenaran itu yang mati menjadi hidup, dan dengan kebatilan yang hidup menjadi mati! Kemudian masa kenabian berlalu, dan datang masa kekhalifahan menurut jejak beliau, dan setelah itu tiba zaman kerajaan durjana. "
Ia juga bicara tentang hati dan mengenai kehidupannya yang beroleh petunjuk dan yang sesat. Ia berkata, "Hati itu ada empat macam: hati yang tertutup, itulah dia hati orang kafir; hati yang dua muka, itulah dia hati orang munafik; hati yang suci bersih, di sana ada pelita yang menyala, itulah dia hati orang yang beriman; dan hati yang berisi keimanan dan kemunafikan. Tamsil keimanan itu adalah laksana sebatang kayu yang dihidupi air yang bersih, sedang kemunafikan itu tak ubahnya bagai bisul yang di airi darah dan nanah. Maka manakah di antara keduanya yang lebih kuat, itulah yang menang! "
Pengalaman Hudzaifah yang luas tentang kejahatan dan ketekunannya untuk melawan dan menentangnya, menyebabkan lidah dan kata-kanya menjadi tajam dan pedas. Ia mengakuinya, katanya, "Saya datang menemui Rasulullah Saw. Kataku padanya, 'Wahai Rasulullah, lidahku agak tajam terhadap keluargaku, dan saya khawatir kalau-kalau hal itu akan menyebabkan saya masuk neraka. Maka ujar Rasulullah Saw.,' kenapa kamu tidak beristighfar? ' Sungguh saya beristighfar kepada Allah setiap hari seratus kali. "
Suatu ketika ia melihat bapaknya yang telah beragama Islam tewas di perang Uhud, dan di tangan srikandi Islam sendiri, yang melakukan kekhilafan karena menyangkanya sebagai orang musyrik. Hudzaifah melihat dari jauh pedang sedang di hunjamkan kepada ayahnya, ia berteriak, "Ayahku, ayahku, jangan, ia ayahku!" Tetapi qadha Allah telah tiba. Ketika kaum Muslimin mengetahui hal itu, mereka pun merasa duka dan sama-sama membisu. Sambil memandangi mereka dengan penuh sikap kasih sayang dan penuh pengampunan, Ia mengatakan, "Semoga Allah mengampuni tuan-tuan. Ia adalah sebaik-baik Penyayang "
Kemudian dengan pedang terhunus ia maju ke daerah tempat berkecamuknya pertempuran dan membaktikan tenaga serta menunaikan tugas kewajibannya. Akhirnya peperangan pun usailah dan berita tersebut sampai ke telinga Rasulullah Saw.  Maka di suruhnya membayar diat atas terbunuhnya ayahanda Hudzaifah (Husail bin Yabir) yang ternyata ditolak oleh Hudzaifah ini dan di suruh membagikannya kepada Kaum Muslimin. Keimanan dan kecintaan Hudzaifah tidak kenal lelah dan lemah. Hal itu menambah sayang dan tingginya penilaiaan Rasulullah terhadap dirinya.
Sewaktu perang Khandaq, yakni setelah merayapnya kegelisahan dalam barisan kafir Quraisy dan sekutu-sekutu mereka dari golongan yahudi, Rasulullah Saw. ingin mengetahui perkembangan terakhir di lingkungan perkemahan musuh-musuhnya. Ketika itu malam gelap gulita dan menakutkan, sementara angin topan dan badai meraung dan menderu-deru, seolah-olah hendak mencabut dan menggulingkan gunung-gunung sahara yang berdiri tegak di tempatnya. Suasana di kala itu mencekam hingga menimbulkan kebimbangan dan kegelisahan, mengundang kekecewaan dan kecemasan, sementara kelaparan telah mencapai saat-saat yang gawat dikalangan sahabat Rasulullah Saw.
Siapakah ketika itu yang memiliki kekuatan apa pun kekuatan itu yang berani berjalan ke tengah-tengah perkemahan musuh di tengah-tengah bahaya besar yang sedang mengancam, menghantui dan memburunya, untuk secara diam-diam menyelinap ke dalam, yakni untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan mereka? Maka, Rasulullah memilih di antara para sahabatnya orang yang akan melaksanakan tugas yang amat sulit ini. Kemudian dipilihnyalah, Hudzaifah ibnu Yaman.
Abu Sufyan, yakni panglima besar Quraisy, takut kalau-kalau kegelapan malam itu dimanfaatkan oleh mata-mata Kaum Muslimin untuk menyusup masuk ke perkemahan mereka. Maka ia pun berdiri untuk memperingatkan anak buahnya. Seruan yang di ucapkan dengan keras kedengaran oleh Hudzaifah dan bunyinya seperti berikut, "Hai segenap golongan Quraisy, hendaklah masing-masing kalian memperhatikan kawan duduknya dan memegang tangan serta mengetahui siapa namanya!"
Kata Hudzaifah, "Maka segeralah saya menjambat tangan laki-laki yang duduk di dekatku, kataku kepadanya, 'Siapa kamu ini?' ujarnya, 'Si Anu anak Si Anu.' "  Demikianlah, Hudzaifah mengamankan kehadirannya di kalangan tentara musuh itu hingga selamat.
Abu Sufyan mengulangi lagi serua kepada tentaranya, katanya, "Hai orang-orang Quraisy, kekuatan kalian sudah tidak utuh lagi. Kuda-kuda kita telah binasa, demikian juga halnya unta. Bani Quraidah telah mengkhinati kita sampai kita mengalami akibat yang tidak kita inginkan. Dan sebagaimana kalian saksikan sendiri, kita telah mengalami bencana angin badai, periuk-periuk berpelantingan, api menjadi padam dan kemah-kemah berantakan. Maka berangkatlah kalian, saya pun akan berangkat."
Lalu ia naik ke punggung untanya dan mulai berangkat, diikuti dari belakang oleh tentaranya. Kata Hudzaifah, "Kalaulah tidak pesan Rasulullah Saw. kepada saya agar saya tidak mengambil sesuatu tindakan sebelum menemuinya lebih dulu, tentulah saya bunuh Abu Sufyan itu dengan anak panah."
Hudzaifah kembali kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan keadaan musuh, serta menyampaikan berita gembira itu.
Barangsiapa yang pernah bertemu dengan Hudzaifah dan merenungkan buah pikiran dan hasil filsafatnya serta ketekunannya untuk mencapai makrifat, tak mungkin akan mengharapkan sesuatu dari padanya, kecuali sikap kepahlawanan di medan perang atau pertempuran.
Cukuplah sebagai bukti bahwa ia merupakan orang ketiga atau kelima dalam deretan tokoh-tokoh terpenting dalam pembebasan wilayah Irak. Kota-kota, Hamdan, Rai dan Dhinawar, selesai pembebasanya di bawah komando Hudzaifah.
Dan dalam pertempuran besar Nahawand, di mana orang-orang Persi berhasil mengumpukan 150 ribu tentara, Amirul Mukminin memilih Nukman bin Muqarrin sebagai panglima Islam, sedang kepada Hudzaifah dikirimkannya surat agar ia menuju tempat itu sebagai komandan dari tentara Kufah.
Kepada para pejuang itu Umar mengirimkan surat katanya, "Jika kaum Muslimin telah berkumpul, maka masing-masing panglima hendaklah mengepalai anak buahnya, sedang yang akan menjadi panglima besar ialah Nukman bin Muqarrin. Dan seandainya Nukman tewas, maka panji-panji komando hendaklah di pegang oleh Hudzaifah, dan kalau ia tewas maka Jariri bin Abdillah! " Amirul Mukminin masih menyebutkan beberapa nama lagi, ada tujuh orang banyaknya yang akan memegang pimpinan tentara secara berurutan.
Dan kini, kedua pasukanpun berhadapan. Pasukan Persi dengan 150 ribu tentara, sedang kaum muslimin dengan 30 ribu orang pejuang, tidak lebih. Perang berkobar, suatu pertempuran yang tidak ada tolak-bandingnya, perang Paling dahsyat dan paling sengit dikenal oleh sejarah.
Panglima besar kaum muslimin gugur sebagai syahid, Nu'man bin Muqarrin tewaslah sudah. Tetapi sebelum bendera kaum muslimin menyentuh tanah, panglima yang baru telah menyambutnya dengan tangan kanannya, dan angin kemenanganpun meniup dan menggiring tentara maju ke muka dengan semangat penuh dan keberanian luar biasa. Dan panglima yang baru itu tidak lain adalah Hudzaifah ibnul Yaman.
Bendera cepat di sambutnya dan dipesankannya agar kematian Nu'man tidak disiarkan, sebelum perang berketentuan. Lalu di panggilnya Naim bin Muqarrin dan ditempatkan posisi saudaranya Nukman, sebagai penghormatan kepadanya. Dan semua itu dilakukan dengan kecekatan, bertindak dalam waktu beberapa detik, sedang roda pertempuran berputar cepat, kemudian bagai angin puting beliung, ia maju menerjang barisan Persi sambil menyerukan, "Allahu Akbar, Ia telah menepati janji-Nya, Allahu Akbar, telah dibela- Nya tentara-Nya. "
Lalu diputarlah kekang kudanya ke arah anak buahnya, dan berseru, "Hai ummat Muhammad Saw., pintu-pintu surga telah terbuka lebar siaga menyambut tuan-tuan, jangan biarkan ia menunggu lebih lama, Ayolah wahai pahlawan-pahlawan Badar, Majulah pejuang-pejuang Uhud, Khandaq dan Tabuq."
Teriakan Hudzaifah telah memelihara semangat tempur dan ketahanan anak buahnya, jika tak dapat dikatakan telah melipat gandakannya. Dan akibatnya perang berakhir dengan kekalahan pahit bagi orang-orang Persi, suatu kekalahan yang jarang di temukan bandingnya.
Dialah seorang pahlawan di bidang hikmat, ketika sedang tenggelam dalam renungan, seorang pahlawan di medan juang, ketika berada di medan laga. Pendeknya, ia seorang tokoh dalam urusan apa saja yang dipikulkan di atas pundaknya, dalam setiap persoalan yang membutuhkan pertimbangannya.
Maka tatkala kaum muslimin di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqqash hendak pindah dari Madain ke Kufah dan bermukim di sana, yakni setelah iklim kota Madain membawa akibat buruk terhadap Kaum Muslimin dari golongan Arab, menyebabkan Umar segera memerintahkan Saad segera meninggalkan kota itu setelah menyelidiki suatu daerah yang paling cocok sebagai tempat permukiman Kaum Muslimin, maka siapakah yang diserahi tugas untuk memilih tempat dan daerah tersebut? Itulah dia Hudzaifah ibnul Yaman, yang pergi bersama Salman bin Ziyad guna menyelidiki lokasi yang tepat untuk permukiman baru itu.
Tatkala mereka sampai di Kufah, ternyata merupakan tanah kosong yang berpasir dan berbatu-batu. Hudzaifah menghirup udara segar. ia berkata kepada sahabatnya, "Di sinilah tempat permukiman itu, insya Allah."
Demikianlah di program rencana pembangunan kota Kufah, yang oleh ahli bangunan dijadikan menjadi sebuah kota yang permai. Dan baru saja kaum Muslimin pindah ke sana, maka yang sakit segera sembuh, yang lemah menjadi kuat, dan urat-urat mereka berdenyutan menyebarkan arus kesehatan.
Sungguh, Hudzaifah adalah orang yang berpikiran cerdas dan berpengalaman luas, kepada Kaum Muslimin selalu di pesankannya, "Tidaklah termasuk yang terbaik di antara kalian yang meninggalkan dunia demi kepentingan akhirat, dan tidak pula yang meninggalkan kepentingan akhirat demi kepantingan dunia, tetapi hanyalah yang mengambil bagian dari keduanya. "
Pada suatu hari dalam tahun 36 Hijriyah, saatnya Hudzaifah mendapat panggilan menghadap Sang Ilahi. Dan tatkala ia sedang berkemas-kemas untuk berangkat melakukan perjalanannya yang terakhir, masuklah beberapa orang sahabatnya. Maka di tanyakannya kepada mereka, "Apakah tuan-tuan membawa kain kafan?" "Ada," ujar mereka. "Coba lihat," kata Hudzaifah pula.
Maka tatkala dilihatnya kain kafan itu baru dan agak mewah, terlukislah di bibirnya senyuman terakhir bernada ketidaksenangan, lalu katanya, "Kain kafan ini tidak cocok bagiku, cukuplah bagiku dua helai kain putih tanpa baju. Tidak lama aku akan berada di kubur, menunggu diganti dengan kain yang lebih baik atau yang lebih jelek. "
Kemudian ia menggumamkan beberapa kalimat tatkala di dengarkan oleh hadirin dengan mendekatkan telinga mereka, "Selamat datang wahai maut. Kekasih tiba di waktu rindu. Hati bahagia, tidak ada keluh sesalku. "
Ketika itu, naiklah membumbung ke hadirat Ilahi, ruh suci di antara arwah para shalihin, ruh yang cemerlang, taqwa, tunduk dan berbakti.


Sumber: Buku Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam
Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu anhu."