Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Abu Ayub Al-Anshari radhiallahu anhu.
Setibanya
Rasulullah di Madinah, beliau disambut dengan hati terbuka oleh seluruh
penduduk, ia disambut hangat dengan kemuliaan yang belum pernah diterima
seorang tamu atau utusan manapun. Seluruh mata tertuju kepada
beliau memancarkan kerinduan seorang kekasih kepada kekasihnya yang baru tiba. Mereka membuka hati lebar-lebar untuk menerima kasih sayang
Rasulullah.
Mereka
buka pula pintu rumah masing-masing, agar kekasih mulia yang drindukan itu sudi
bertempat tinggal di rumah mereka. Sebelum sampai di kota Madinah,
beliau berhenti lebih dahulu di Quba selama beberapa hari.Di kampung itu beliau
membangun masjid yang pertama-tama didirikan atas dasar taqwa.
Sesudah
itu ia melanjutkan perjalanan ke kota Yatsrib mengendarai unta. Para pemimpin Yatsrib berdiri sepanjang jalan yang akan dilalui
beliau untuk kedatangannya. Masing-masing berebut meminta
Rasulullah tinggal di rumahnya. Karena itu pemimpin demi
pemimpin menghadang dan memegang tali untuk beliau untuk membawanya ke rumah
rnereka.
"Ya,
Rasulullah, Sudilah Anda tinggal di rumah
saya selama Anda menghendaki. Akomodasi. dan keamanan Anda terjamin
sepenuhnya." kata mereka berharap. Rasulullah menjawab, "Biarkanlah
unta itu berjalan ke mana dia mau, karena dia sudah mendapat perintah."
Unta Rasulullah terus berjalan. diikuti semua mata, dan
diharap-harapkan seluruh hati. Bila untuk melewati sebuah
rumah, terdengar keluhan putus asa pemiliknya, karena apa yang
diangan-angankannya ternyata hampa. Unta terus berjalan melenggang
seenaknya. Orang banyak mengiringi di belakang. Mereka ingin tahu siapa yang beruntung rumahnya ditempati tamu dan
kekasih yang mulia ini. Sampai di sebuah lapangan,
yaitu di muka halaman rumah Abu Ayyub Al Anshary unta itu berlutut.
Rasulullah
tidak segera turun dan punggung unta. Unta itu disuruhnya berdiri dan
berjalan kembali. Tetapi setelah
berkeliling-keliling, untuk berlutut kembali di tempat semula. Seseorang mengucapkan takbir karena sangat gembira melihat unta
itu berhenti didapan rumahnta. Dia segera mendekati Rasulullah
dan melapangkan jalan bagi beliau. Diangkatnya barang-barang
beliau dengan kedua tangannya, bagaikan mengangkat seluruh perbendaharaan
dunia, kemudian mempersilakan Rasulullah masuk ke dalam rumah. Nabi SAW pun mengikuti sang pemilik rumah. Siapakah orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan
Rasulullah dalam hijrahnya ke Madinah ini, di saat semua penduduk mengharapkan
Nabi mampir dan singgah di rumah-rumah mereka?
Dialah
Abu Ayub Al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar. Pertemuan ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, sewaktu utusan Madinah pergi ke Makkah untuk berbaiat
dalam baiat Aqabah Kedua, Abu Ayub Al-Anshari termasuk di antara 70 orang
Mukmin yang mengulurkan tangan kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta
menjabatnya dengan kuat, berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Dan
kini, ketika Rasulullah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu sebagai
pusat agama Allah, maka nasib mujur yang sebesar-besarnya telah terlimpahkan
kepada Abu Ayub, karena rumahnya dijadikan tempat pertama yang didiami
Rasulullah. Ia akan tinggal di rumah itu sampai selesainya pembangunan masjid
dan kamar beliau di sampingnya.
Ketika
Rasulullah SAW tinggal di rumah Abu Ayyub ra. beliau tinggal di bagian bawah
sedangkan Abu Ayyub di bagian atas rumah. Ketika malam tiba. Abu Ayyub tersadar
bahwa ia tinggal di atas Nabi SAW berarti dirinya berada di antara Rasulullah
SAW dan wahyu. Hal itu membuat ia susah untuk tidur. la pun khawatir jikalau ia
menggerakkan kakinya dapat merontohkan debu-debu sehingga menyusahkan Nabi
SAW.
Ketika pagi
hari tiba maka ia berkata kepada Nabi SAW "Wahai Rasulullah, saya baru
tersadar bahwa saya berada diatasmu Dan engkau berada di bawahku. sehingga
saya takut bergerak yang menyebabkan jatuhnya debu-debu kepadamu Dan saya pun
berada di antara engkau dan wahyu."
Nabi SAW
menjawab, "Wahai Abu Ayyub jangan kamu berlebihan, maukah aku ajarkan
kepadamu suatu ucapan yang jika kamu mengucapkannya setiap pagi dan sore,
sebanyak sepuluh kali. maka Allah akan memberikan sepuluh
kebaikan.menghapus sepuluh dosa dan mengangkatmu sepuluh derajat dan kelak padi
hari Kiamat engkau akan digolongkan sebagai seorang yang telah mcmbebaskan
sepuluh budak. Ucapan itu adalah: Laa Ilaaha Illallaahu
wahdahulaa syarikalahu ..".
Dari Abu
Ayyub berkata, "Ketika beliau tinggal di rumahku maka aku berkata
kepadanya, "Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya daku merasa tidak enak jika
tinggal di atasmu dan engkau berada di bawahku." Rasulullah SAW
bersabda,"Sesungguhnya lebih mudah bagi kami untuk tinggal di bawah
saja, agar memudahkan kami ketika menerima tamu."
Suatu ketika
tempat airku pecah maka airnya tumpah ke lantai. maka aku bersama istriku (Ummu
Ayyub) segera mengeringkanya dengan kain milik kami padahal kami tidak memiliki
lagi selimut lain kecuali itu. dengan perasaan takut dan khawatir air tersebut
akan mengenai beliau dan menyusahkannya.
Dan setiap
hari kami menyajikan makanan untuk Rasulullah SAW dan jika ada sisa dari makanan
tersebut maka kami makan pada bagian bekas-bekas tangan Rasulullah SAW agar
kami mendapat berkat dengan hal itu. Pada suatu malam ketika kami hidangkan
makan malam. kami bubuhkan di dalam masakan tersebut bawang. Beliau
mengembalikannya kepada kami. Dan kami melihat tidak ada sedikit pun bekas
tangan beliau.
Maka hal ini
kami tanyakan kepada Rasulullah SAW mengenai makanan kami dan apa sebab beliau
tidak mau menyentuh makanan kami sedikit pun Kata Beliau, "Aku dapatkan
pada makanan ini bau bawang putih, di karenakan aku adalah seorang lelaki vang
senantiasa berdzikir kepada Allah. maka aku tidak senang bila mulutku
tercium bau yang tidak enak. Sedangkan untuk kalian maka silahkan kalian
memakannya. "
Setelah
masjid Rasulullah selesai dibangun, beliau pindah ke kamar-kamar yang dibuatkan
untuk beliau dan para isteri beliau sekitar masjid. Sejak pindah dari rumah Abu Ayub, Rasulullah menjadi tetangga
dekat bagi Abu Ayyub. Rasulullah sangat menghargai
Abu Ayyub suami isteri sebagai tetangga yang baik. Abu Ayyub mencintai Rasulullah sepenuh hati. Sebaliknya beliau mencintainya pula, sehingga mereka saling
membantu setiap kesusahan masing-masing. Rasulullah memandang rumah Abu Ayyub
seperti rumah sendiri.
Sejak
orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana menyerang
Madinah, sejak itu pula Abu Ayub mengalihkan aktifitasnya dengan berjihad di
jalan Allah. Ia turut bertempur dalam Perang Badar, Uhud dan Khandaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil sebagai
pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya. Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam atau siang,
dengan suara keras atau pelan adalah firman Allah SWT, surat At-Taubah : 41,
Artinya : "Berangkatlah
kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan
harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. "
Saat
terjadi pertikaian antara Ali dan Muawiyah, Abu Ayub berdiri di pihak Ali tanpa
sedikit pun keraguan. Dan kala Khalifah Ali bin Abi
Thalib syahid, dan khilafah berpindah kepada Muawiyah, Abu Ayub menyendiri
dalam kezuhudan. Tak ada yang diharapkannya dari
dunia selain tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan
kaum Muslimin.
Demikianlah,
ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah Konstantinopel,
ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu syahid yang sejak lama
ia dambakan. Dalam pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang menjenguk, nafasnya tengah berlomba
dengan keinginannya menghadap Ilahi.
Maka
bertanyalah panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah, "Apakah
keinginan Anda wahai Abu Ayub?" Abu Ayub meminta kepada Yazid,
bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa dengan kudanya sejauh jarak yang
dapat ditempuh ke arah musuh, dan di sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian
harus Yazid berangkat dengan balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga
terdengar olehnya bunyi telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan
diketahuinya bahwa mereka telah berhasil mencapai kemenangan.
Dan
sungguh, wasiat Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Yazid. Di jantung kota Konstantinopel yang sekarang yang sekarang bernama
Istanbul, di sanalah terdapat pekuburan laki-laki mulia ini. Hingga sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi
dan penduduk Konstantinopel memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang
suci.
Dan yang mencengangkan, para ahli sejarah yang
mencatat peristiwa-peristiwa itu berkata, "Orang-orang Romawi sering
mengunjungi dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya,
bila mereka mengalami kekeringan."
Sumber: Buku
Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam
Penerbit: Pustaka
Ibnu Katsir
0 Response to "Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Abu Ayub Al-Anshari radhiallahu anhu."
Post a Comment