Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Khabbab bin Arats radhiallahu anhu.
Khabbab
bin Arats adalah seorang pandai besi yang ahli membuat alat-alat senjata,
terutama pedang. Senjata dan pedang buatannya
dijualnya kepada penduduk Makkah dan dikirimnya ke pasar-pasar. Sejak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Khabbab pun mendapatkan
kedudukan yang tinggi di antara orang-orang yang tersiksa dan teraniaya. Ia mendapat posisi itu di antara orang-orang yang meskipun miskin
dan tak berdaya, tetapi berani dan tegak menghadapi kesombongan, kesewenangan
dan kegilaan kaum Quraisy.
Dan
dengan keberanian luar biasa, Khabbab memikul tanggung jawab semua itu sebagai
seorang perintis. Sya'bi berkata, "Khabbab
menunjukkan ketabahannya, hingga tak sedikit pun hatinya terpengaruh oleh
tindakan biadab orang-orang kafir. Mereka menindihkan batu membara ke
punggungnya, sampai terbakarlah dagingnya."
Kafir
Quraisy telah merubah semua besi yang ada di rumah Khabbab yang dijadikan
sebagai bahan baku untuk membuat pedang, menjadi belenggu dan rantai besi. Lalu
mereka masukkan ke dalam api sampai menyala dan merah membara, kemudian mereka
lilitkan ke tubuh, pada kedua tangan dan kedua kaki Khabbab. Pernah pada suatu hari ia pergi bersama teman-temannya
sependeritaan menemui Rasulullah SAW, bukan karena kecewa dan kesal atas
pengorbanan, hanyalah karena ingin dan mengharapkan keamanan. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah Anda hendak
memintakan pertolongan untuk kami?" Rasulullah SAW pun duduk, mukanya jadi merah, lalu sabdanya: "Dulu
sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang disiksa, tubuhnya dikubur kecuali
leher ke atas. Lalu diambil sebuah gergaji untuk menggergaji kepalanya, tetapi
siksaan demikian itu tidak sedikit pun dapat memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang disikat antara daging dan tulang-tulangnya dengan
sikat besi, juga tidak dapat menggoyahkan keimanannya. Sungguh Allah akan menyempurnakan hal tersebut, hingga setiap
pengembara yang bepergian dari Shana'a ke Hadlramaut, tiada tahu kecuali pada
Allah Azza wa Jalla. "
Khabbab
dengan teman-temannya mendengarkan kata-kata itu, bertambahlah keimanan dan
keteguhan hati mereka. Dan masing- masing berjanji akan membuktikan kepada
Allah dan Rasul-Nya hal yang diharapkan dari mereka, adalah ketabahan,
kesabaran dan pengorbanan. Demikianlah, Khabbab menanggung
penderitaan dengan sabar, tabah dan tawakkal.
Orang-orang
Quraisy terpaksa meminta bantuan Ummi Anmar, yakni bekas majikan Khabbab yang
telah membebaskannya dari perbudakan. Wanita tersebut akhirnya turun tangan dan
turut mengambil bagian dalam menyiksa dan menderanya. Wanita itu mengambil besi panas yang menyala, lalu menaruhnya di
atas kepala dan ubun-ubun Khabbab, sementara Khabbab menggeliat kesakitan.
Tetapi nafasnya ditahan hingga tidak keluar keluhan yang akan menyebabkan
algojo-algojo tersebut merasa puas dan gembira.
Pada
suatu hari Rasulullah SAW lewat di hadapannya, sedang besi yang membara di atas
kepalanya membakar dan menghanguskannya. Hingga kalbu Rasulullah pun bagaikan
terangkat karena pilu dan iba hati. Rasulullah kemudian berdoa, "Ya
Allah, limpahkanlah pertolongan-Mu kepada Khabbab! " Dan kehendak Allah pun terjadilah, selang beberapa hari, Ummi
Anmar menerima hukuman qishas. Seolah-olah hendak dijadikan peringatan oleh
Yang Maha Kuasa baik untuk dirinya maupun untuk algojo-algojo lainnya. Ia
diserang oleh semacam penyakit panas yang aneh dan mengerikan. Menurut
keterangan sejarawan ia melolong seperti anjing. Dan orang memberi nasihat bahwa satu-satunya jalan atau obat yang
dapat menyembuhkannya adalah menyetrika kepalanya dengan besi menyala.
Demikianlah,
kepalanya yang angkuh itu menjadi sasaran besi panas, yang disetrikakan orang
kepadanya tiap pagi dan petang Jika orang-orang Quraisy ingin
mematahkan keimanan dengan siksa, maka orang-orang beriman mengatasi siksaan
itu dengan pengorbanan. Dan Khabbab adalah salah seorang yang dipilih oleh
takdir untuk menjadi guru besar dalam ilmu tebusan dan pengorbanan. Boleh
dikata seluruh waktu dan masa hidupnya dibaktikannya untuk agama yang
panji-panjinya mulai berkibar.
Umar ra saat beliau menjadi Khalifah
telah bertanya kepada Khabbab tentang penderitaannya dikala mula-mula menganut
agama Islam dahulu. Sebagai jawaban dia menunjukkan parut-parut luka
dibelakang badannya. Kata Umar, "Aku tidak pernah melihat belakang
badan yang demikian rupa." Melanjutkan ceritanya dia mengatakan yang
dia telah diseret pada suatu timbunan bara api sehingga lemak-lemak dan darah
yang mengalir dari badannya memadamkan bara-bara api itu.
Ketika agama Islam telah menyebar ke
merata-rata tempat, Khabbab sering duduk menangis sambil berkata: "Tampaknya
Allah sedang memberi ganjaran untuk segala penderitaan yang kita alami. Mungkin
di akhirat nanti tidak ada imbalan yang bakal kita terima. "
Di
masa-masa dakwah pertama, Khabbab. tidak merasa cukup dengan hanya ibadah dan
shalat semata, tetapi ia juga memanfaatkan kemampuannya dalam mengajar.
didatanginya rumah sebagian temannya yang beriman dan menyembunyikan keislaman
mereka karena takut kekejaman Quraisy, lalu dibacakannya kepada mereka
ayat-ayat Al-Quran dan diajarkannya. Ia mencapai keterampilan dalam belajar
Al-Quran yang diturunkan ayat demi ayat dan surat demi surat.
Abdullah
bin Mas'ud meriwayatkan mengenai dirinya, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Barangsiapa ingin membaca Alquran tepat sebagaimana diturunkan,
hendaklah ia meniru bacaan Ibnu Ummi Abdin (Khabbab bin Arats)! "
Hingga Abdullah bin Mas'ud menganggap Khabbab sebagai tempat bertanya tentang
soal-soal yang bersangkutan dengan Al-Quran, baik tentang hafalan maupun
studinya.
Khabbab
adalah juga yang mengajarkan Al-Quran kepada Fatimah binti Khatthab dan
suaminya Sa'id bin Zaid ketika mereka dipergoki oleh Umar bin Khatthab yang
datang dengan pedang di pinggang untuk membuat perhitungan dengan agama Islam
dan Rasulullah SAW. Khabbab bin Arats bergabung
dengan Rasulullah SAW dalam semua peperangan dan pertempurannya, dan selama
hidupnya ia tetap membela keimanan dan keyakinannya.
Dan
ketika Baitul Mal melimpah-ruah dengan harta kekayaan di masa pemerintahan Umar
dan Utsman RA, maka Khabbab beroleh gaji besar, karena termasuk golongan
Muhajirin yang mula pertama masuk Islam. Penghasilannya yang cukup ini
memungkinkannya untuk membangun sebuah rumah di Kufah, dan harta kekayaannya
disimpan pada suatu tempat di rumah itu yang dikenal oleh para shahabat dan
tamu-tamu yang membutuhkannya.
Hingga
bila di antara mereka ada sesuatu kebutuhan, ia dapat mengambil uang yang
dibutuhkannya dari tempat itu. Meskipun demikian, Khabbab tak
pernah tidur nyenyak dan tak pernah air matanya kering setiap teringat akan
Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang telah membaktikan hidupnya kepada Allah.
Mereka beruntung telah menemukan-Nya sebelum pintu dunia dibukakan bagi kaum
Muslimin dan sebelum harta kekayaan diserahkan ke tangan mereka.
Ketika
para sahabatnya datang menjenguk ketika ia sakit, mereka berkata, "Senangkanlah
hati anda wahai Abu Abdillah, karena Anda akan dapat menemukan teman-teman
sejawat Anda." Khabbab berkata sambil
menangis, "Sungguh, aku tidak merasa kesal atau kecewa, tetapi kalian
telah mengingatkanku pada para sahabat dan sanak saudara yang telah pergi
mendahului kita dengan membawa semua amal bakti mereka, sebelum mereka
mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga. Sedang kita masih tetap hidup dan memperoleh kekayaan dunia,
sampai tak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah."
Kemudian
Khabbab menunjuk rumah sederhana yang telah dibangunnya itu, lalu ditunjuknya
pula tempat untuk menaruh harta kekayaannya. "Demi Allah, tak pernah
saya menutupnya walau dengan sehelai benang, dan tak pernah saya menghalangi
siapa pun yang meminta," ujarnya. Dan setelah itu ia menoleh ke
kain kafan yang telah disediakan orang untuknya. Maka ketika dilihatnya mewah
dan berlebihan, air matanya mengalir. "Lihatlah ini kain kafanku. Bukankah kain kafan Hamzah paman Rasulullah SAW ketika gugur
sebagai salah seorang syuhada, hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika
ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya?
"
Khabbab
berpulang pada tahun ke-37 Hijriyah. Dengan demikian, si pembuat pedang di masa
jahiliyah telah tiada lagi. Demikian halnya guru besar dalam pengabdian dan
pengorbanan dalam Islam telah berpulang. Khabbab adalah sahabat yang pertama
sekali dikebumikan di Kufah. Pada suatu ketika saat Ali ra melalui
pusaranya beliau pun berkata: "Moga-moga Allah memberkati dan
melimpahkan rahmatNya ke atas Khabbab. Dia telah memeluki Islam dengan
segala senang hati dan menaruh segala tenaganya saat ia hidup untuk berusaha di
jalan Allah, meskipun dengan demikian dia menderita
kesusahan. Berbahagialah orang yang selalu mengingat hari Kiamat, yang
selalu siap untuk menghadapi perhitungan di akhirat nanti, yang puas dengan
hidup berdikit-dikit di dunia ini dan yang perbuatannya mendatangkan keridhaan
Tuhan."
Sumber: Buku
Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam
Penerbit: Pustaka
Ibnu Katsir
0 Response to "Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Khabbab bin Arats radhiallahu anhu."
Post a Comment