Renungan Untuk Aleppo: Rasa Tangis yang Tak Terhenti.
Tak tertahankan rasa sedih di hati menyaksikan penduduk
Aleppo dibombardir rezim teroris Syi'ah dan sekutunya dalam beberapa hari
terakhir. Dan lebih menyakitkan lagi ketika melihat mayoritas korban tewas
dalam serangan tak berperikemanusiaan ini adalah anak-anak tak berdosa dan tak
berdaya.
Serangan jahat ini diprakarsai oleh rezim Assad dengan
sokongan penuh Rusia dan Iran. Motifnya sangat jelas; lebih baik membumi
hanguskan wilayah yang telah lepas dari kendali daripada dikuasai penuh oleh
oposisi.
Anehnya Aleppo dieksekusi oleh rezim dengan membabi buta
setelah pejuang Suriah berhasil mengusir ISIS dari sana. Ada apa ini!?
Namun dibalik semua kesedihan ini, saya malah semakin
bingung dan pesimis dengan Koalisi Negara Islam yang baru-baru ini heboh
dibicarakan dan dielu-elukan.
Belum ada pernyataan sikap, kecaman ataupun ucapan turut
berduka cita atas aksi barbarisme nan pengecut rezim Assad yang sedang membumi
hanguskan Aleppo secara terang-terangan.
Jadi saya memutuskan untuk tidak bermimpi menunggu Koalisi
Besar dan hebat tersebut mengirim pasukan dan pesawat tempurnya untuk
menyelamatkan Aleppo. Apalagi menunggu mereka datang untuk menyelamatkan Suriah
seluruhnya.
Saya mengagumi Erdogan dan Raja Salman, namun saya mulai
lelah menunggu kapan bala tentara mereka benar-benar datang untuk menyelamatkan
Suriah!?
Apakah belum cukup penderitaan dan kehancuran yang dialami
bangsa Suriah? Atau belum cukupkah Assad mencabik daging anak-anak kita dan
mengubur mereka hidup-hidup dalam reruntuhan?
Jika motif agama terasa berat untuk menjadi alasan
membebaskan Suriah, datanglah karena motif kemanusiaan wahai Koalisi Negara
Islam!
Telah lama semua kita tidak bisa percaya lagi pada peran PBB
dan lembaga-lembaga Internasional lainnya. Dan hari ini apakah kita juga harus
kehilangan kepercayaan pada para pemimpin Islam?
Kini harapan yang tersisa hanya pada sekelompok lelaki yang
masih tegar berdiri di garis depan pertempuran Suriah. Iya, Mujahidinlah
satu-satunya harapan yang tersisa.
Mungkin saya naif, tapi saya lebih memilih untuk berharap
pada mereka yang sederhana dan terbukti benar-benar berjuang, daripada terbuai
dengan gegap gempita segelintir pemimpin Islam yang sedang populer namun tidak
bertindak.
Teman, dahulu kita telah kehilangan Palestina, karena
berharap pada koalisi teluk dalam perang Arab-Israel. Ternyata politik dan
kepentingan global lebih kuat daripada rasa persaudaraan Islam.
Akankah umat ini juga akan kehilangan Suriah ke tangan Iran
dan Rusia? Copas (Whatsapp Grup "SERUAN AL-HAQ"/
0 Response to "Renungan Untuk Aleppo: Rasa Tangis yang Tak Terhenti."
Post a Comment