Kisah Seorang Pemuda Yang Mencari Kebenaran
Seorang pemuda tengah mengitari api.
Ia menjaganya setiap waktu sepanjang hari agar api itu tak padam. Ia merupakan
putra sang kepala daerah Ishafan, sebuah kawasan di Persia. Bagi masyarakat setempat,
petugas penjaga api ibarat budak Tuhan karena mereka merupakan umat Majusi,
para penyembah api.
Sang kepala daerah pun sangat
mencintai anaknya hingga menugaskannya peran yang dianggap mulia tersebut.
Pemuda itu juga merupakan putra kesayangannya hingga tak diizinkan keluar
rumah, apalagi pergi jauh dari perapian.
Suatu hari, sang ayah didera
kesibukan yang sangat. Sebagai pemimpin daerah sekaligus petani, ayah si pemuda
tak sempat mengurus lahannya. Maka ditugaskanlah si pemuda untuk mengurus lahan. Si pemuda pun menurut dan kemudian segera menuju lahan. Inilah kali pertama
ia keluar rumah. Di tengah perjalanan, ia melewati sebuah gereja Nasrani yang
tengah menjalankan ritual ibadah. Ia tertarik, memasukinya, kemudian terkagum
dengan ajaran Nabi Isa yang disampaikan sang imam gereja.
Ia pun kemudian bertanya pada
gerejawan, "Dari mana asal usul agama ini?" Mereka pun menjawab,
"Dari Syam (sekarang kawasan Suriah, Palestina, dan Yordania)". Sang
pemuda pun penasaran, "Jika rombongan dari Syam beragama Nasrani datang ke
sini untuk berdagang, dapatkah kalian mengabarkanku?" pinta si pemuda yang
kemudian disambut suka cita oleh mereka. Si pemuda pun kemudian menghabiskan
waktu di gereja itu hingga senja. Tugas mengurus lahan terlupakan begitu saja.
Saat pulang, ayahnya pun nampak
khawatir. Ia sempat mengutus seseorang untuk mencari putranya yang tak ditemui
di lahan. Sang pemuda pun mencoba mengabarkan agama yang baru ia dapatkan
ilmunya. "Ayah, aku melewati suatu kaum yang tengah beribadah di gereja.
Aku kemudian kagum dengan ajaran agama mereka. Aku tidak beranjak dari tempat
itu hingga Matahari terbenam," ujarnya. Mendengarnya, sang ayah langsung geram. Melihat kebulatan tekad anaknya
pada agama Nasrani, sang ayah pun kemudian memenjarakannya di rumahnya. Kakinya
dirantai agar tak dapat pergi ke mana-mana.
Hingga sekian lama, si pemuda
kemudian mendapat kabar bahwa rombongan dari Syam datang. Mereka bahkan telah
menyelesaikan urusan dagang dan akan segera kembali pulang ke Syam. Si pemuda
pun kemudian bergegas melepaskan rantai besi yang mengikat kakinya selama ini.
Ia pun pergi menemui rombongan tersebut dan ikut menempuh perjalanan bersama
mereka.
Setiba di Syam, ia mencari ahli
agama yang menjadi tuntunan warga. Ia pun ditunjukkan kepada seorang uskup di
sebuah gereja. Sang pemuda pun bermaksud mengabdikan diri di sana; menuntut
ilmu dan menjadi hamba Allah yang taat. "Aku sangat mencintai agama ini.
Bolehkah saya tinggal bersama Anda agar saya dapat belajar dan sembahyang
bersama? Aku akan membantumu mengurus gereja," pinta si pemuda. Sang uskup
pun mempersilakannya.
Setelah si uskup meninggal,
berangkatlah pemuda itu ke Irak. Ia pun segera menemui Fulan yang disebut dalam
wasiat uskup sebelum meninggal. Si pemuda kemudian hidup bersama Fulan. Tak
berapa lama, Fulan meninggal dunia. Dia berwasiat agar si pemuda menemui
seorang di Kota Nashibin (Aljazair). Singkat cerita, si pemuda berangkat ke
kota tersebut dan akhirnya tinggal bersama orang yang dimaksud.
Di sana, ia bekerja hingga memiliki
beberapa ternak sapi dan kambing. Namun, takdir Allah kembali mengujinya. Orang
saleh itu meninggal dunia. Dia berwasiat, "Aku tak mengenal seorang pun
yang masih memiliki keyakinan ini. Namun, telah dekat waktu kemunculan nabi
terakhir. Dia akan membawa ajaran Nabi Ibrahim yang hanif. Nabi itu akan muncul
di tanah Arab, kemudian akan hijrah ke tempat di antara dua bukit yang banyak
tumbuh pohon kurma.
Nabi itu memiliki tanda yang nampak
terang. Ia menerima hadiah, namun enggan menerima sedekah. Di bahunya juga terdapat
tanda kenabian yang berbentuk seperti cincin. Demikian cirinya dan ciri daerah
itu. Jika kau mampu, maka berangkatlah dan carilah ia."
Si pemuda pun bertekad akan ke tanah
Arab menemui sang nabi. Di tengah jalan, dia bertemu rombongan pedagang Arab
yang akhirnya menjual dirinya sebagai budak. Dia akhirnya dibeli oleh
seseorang dari Bani Quraidzah asal Madinah dan dibawa ke sana.
Hingga kemudian tibalah saat hijrah
nabi. Warga Madinah diliputi kabar kedatangan Rasulullah. Namun, saat itu Rasulullah
masih berada di Quba. Tak sabar menunggu, si pemuda pergi ke Quba setelah
pekerjaannya selesai. Namun, ia ingin memastikan ciri nabi seperti yang
diwasiatkan seorang saleh di Romawi. Semua ciri tersebut akhirnya terbukti.
Ia yang tak layak lagi disebut
pemuda segera tersungkur di hadapan Rasulullah, tak kuasa menahan air mata. Ia
telah menghabiskan banyak usia untuk mencari kebenaran, hingga bertemu
Rasulullah adalah cita-cita terakhirnya. Setelah bertemu, maka keharuan begitu
terasa di hati sang pemuda. Ia seakan bertemu seseorang yang seumur hidup ia
rindukan. Ia pun memeluk Rasulullah. Nabiyullah dengan lemah lembut pun
memintanya menceritakan keadaannya. Si pemuda pun mengisahkan perjalanan
panjangnya itu. Para sahabat yang juga ikut mendengarnya merasa takjub dan
terharu.
Si pemuda ini merupakan salah
seorang sahabat Rasul yang terkenal, yaitu Salman al-Farisi. Kisah tersebut
dikabarkan oleh Ibnu Abbas, riwayat Imam Ahmad, ath-Thabrani, Ibnu Sa'ad, dan
al-Baihaqi. Status
budaknya dibebaskan dengan bantuan Rasulullah dan para sahabat. Ia tak pernah
luput dalam pasukan Muslimin. Kiprahnya yang terkenal di antaranya saat Perang
Khandak. Ide penggalian parit merupakan usulan Salman
Semoga Bermamfaat, Shukran
Jazakallah Khairan@
0 Response to "Kisah Seorang Pemuda Yang Mencari Kebenaran"
Post a Comment