Kumpulan Makalah Olahraga: Makalah Sejarah Olahraga Di Indonesia
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan
Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu
Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolon-gan kepada-Nya, memohon
ampunan kepada-Nya, bertaubat kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
keburukan diri kami dan kejelekan amal-amal kami. Barang siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang menyesatkannya,. Dan barangsiapa
disesatkan, maka tidak ada pemberi petunjuk kepadanya. Saya bersaksi bahwa
tidak tuhan yang patut disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya dan
saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Melalui
kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang
tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan
ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah subhanaahu wata’ala. memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.
A. SEJARAH OLAHRAGA DI INDONESIA
Indonesia
beriklim tropis yang tidak mengenal empat musim, dan terdiri dari puluhan ribu
pulau-pulau besar dan kecil . Garis pantai sangat panjang dan sungai pun banyak
jumlahnya. Hutan lebat sebagian besar menutupi pulau-pulau, kecuali di Nusa
Tenggara Timur yang kurang hujannya.
Dalam alam
yang kaya raya itu hidup manusia Indonesia primitif secara
berkelompok-kelompok. Mereka mencari makan di hutan dan binatang buas adalah
musuh utamanya. Dengan majunya peradaban manusia Indonesia mampu membuat
sumpitan, busur dan anak panah, tombak. Kemudian juga mampu membuat alat dari
besi.
1. Zaman
Primitif.
Tidak
mengherankan bahwa anak Indonesia dididik sesuai dengan keperluan hidup
primitif waktu itu. Ikut ayah menangkap ikan, berburu, dan sebagainya merupakan
persiapan langsung kepada tugas-tugasnya nanti kalau sudah dewasa. Jadi
menirukan serta mencoba merupakan metoda yang dipakai.
Meniti,
mengayun, menggantung, mendayung, melompat, berenang, lari, menyelinap, dan
sebagainya merupakan perbuatan sehar-hari sehingga pembentukan dan perkembangan
fisik berlangsung baik dan sekaligus bersatu dengan pembentukan watak,
kecerdasan, ketrampilan, bersiasat, dan sebagainya, sehingga boleh disebut
pendidikan yang bulat dan menyeluruh.
Seperti pada
bangsa-bangsa primitif lainnya suku-suku di Indonrsia juga mengenal upacara
inisiasi, misalnya pada perubahan dari situs pemuda menjadi dewasa, atau dari
bujangan menjadi berkeluarga.
2. Zaman
Kerajaan – Kerajaan.
Kehidupan di
zaman kerajaan-kerajaan besar di Indonesia separti zaman Sriwijaya, Mojopahit,
Mataram ditandai oleh tata feodal yang memisahkan jauh antara rakyat dan raja
dengan adanya pegawai, prajurit dan kebangsawanan yang memisahkan raja dari
rakyat.
Drai
tulisan-tulisan kuno dapat dibaca bahwa mengabdi kepada raja adalah kehormatan
dan utnuk itu diadakan persyaratan-persyaratan atau ujian-ujian. Dari
naskah-naskah itu tidak terbaca adanya usaha-usaha peningkatan kemampuan fisik,
walaupun itu dianggap harus dimiliki. Ynag ditinjolkan adalah sifat-sifat
kejiwaan dan intelek serta kemampuan yang melebihi manusia biasa, misalnya
tidak nampak oleh musuh, mampu membuiat tidur lawan, kebal terhadap senjata
tajam dan mantra-mantra, dan sebagainya.
Dalam
hubungan ini patut disebut pencak silat yang juga merupakan kemampuan yany
perlu untuk melindungi kelompok, maka pendidikan pencak silat tidak berlangsung
secara terbuka, tetapi rahasia. Para murid juga diharuskan merahasiakan
kemampuannya demi keselamatan kelompok.
Karena
manusia kuno sangat hormat atau segan terhadap binatang buas maka tidak
mengherankan kalau beberapa cara membela diri dihubungkan dengan kemampuan atau
cara menyerang/ bertahan binatang-binatang seperti kera, burung elang dan
sebagainya.
Zaman
kerajaan juga mengenal pendidikan prajurit melalui perintah ngurung atau
mengepung harimau oleh barisan prajurit bersenjatakan tombak. Perintah langsung
semacam itu tentu saja memerlukan ketabahan yang besar. Pemberani sajalah yang
tinggal dan dengan begitu terkumpullah prajurit yang tangguh.
Di abad ke
18 dan 19 di mana raja-raja sudah banyak ditundukan oelh penjajah, pendidikan
cinta tanah air melalui pencak silat semakin dilaksanakan secara
sembunyi-sembunyi.
Yang di Jawa
dilaksanakan agak terbuka adalah latihan-latihan pencak silat yang dikaitkan
dengan pekajaran tari-tarian. Walaupun hanya bentuk luar saja yang tampak ,
pada kenyataannya telah membuat anak-anak menjadi berminat untuk mendalami
pencak silat lebih jauh, dan berhasil membuat anak menjadi lebih tergembleng
jiwa raganya.
Permainan
yang bnayak digemari dan terdapat secara luas di Indonesia adalah sepak raga,
suatu permainan bola dengan bola terbuat dari anyaman rotan. Ketangkasan
mempertahankan bola di udara diiringi dengan bunyi-bunyian gendang atau
gamelan, rebana, dansebagainya. Permainan dapat dilakukan sendirian atau oleh
tiga orang sekaligus dengan menggunakan satu bola saja.
Keberanian
dan ketabahan diuji dalam permainan ujungan, yaitu di mana dua pemuda sambil
menggunakan tongkat rotan mencoba mengenai kaki atau punggung lawannya.
Permainan ini tersebar di Jawa dan Nusa Tenggara.
Juga
terdapat sejenis tinju yang terkenal dengan nama okol. Ini terdapat di Jawa
Timur. Di Nias pemuda-pemuda diukur ketangkasannya dengan
kemampuannya melompati tembok setelah mengawali pada batu besar di depan tembok
itu. Permainan di mana seorang anak, sambil mengawasi penglakannya harus
menemukan teman-teman yang bersembunyi sangat baik untuk menguji keberanian dan
akal anak.
3. Zaman
Penjajah Belanda.
Pengaruh
Swedia masuk di Nusantara melalui perwira-perwira angkatan laut kerajaan
Belanda, antara lain Dr. Mikema yang ditempatkan di Malang. Di
kota itu ia juga mengajar gymnastik kepada perwira bintara A.D. dan guru-guru
sekolah. Pada tahun 1920 ia dibantu oleh Classen yang berijazah guru
latihan jasmani untuk sekolah menengah.
Dr. Minkema
dapat mempengaruhi pejabat-pejabat pusat Jakarta sehingga pada Departemen
Pertahanan dibentuk biro “ Pengembangan dan Hiburan “. Pada tahun1922 di di Bandung
dibuka Sekolah Olahraga dan Gymnastik Militer, di mana telah ada Perkumpulan
Latihan Jasmani. Di situ dididik guru –guru gymnastik selama 1 ½ tahun.
Di sekolah
Normal dan Kweekschool juga diajarkan latihan jasmani. Mereka yang
memenuhi persyaratan dapat memperoleh akta ( hak ) mengajar olahraga, yang
disebut akta J ( pemula ) dan akta S ( lanjutan ).
Sebelum
Perang Dunia ke II di Surabaya ada GIVIO, suatu Lembaga Pemerintah tempat
mendidik guru-guru olahraga.
Setelah
Perang Dunia ke II dan Bandung yang diduduki oleh tentara Belanda didirikan Akademi
Pendidikan Jasmani. Olahraga di sekolah berupa permainan, atletik dan senam. Di
luar jam-jam sekolah ada kesempatan untuk belajar renang dan latihan atletik,
sepakbola, basket dan sebagainya (di sekolah menengah).
Cabang-cabang
olahraga dalam zaman penjajahan Belanda belum banyak yang digemari. Yang ada
hanya sepakbola, atletik, renang, tennis dan horfbal.
Sesuai
dengan taraf perjuangan bangsa Indonesia terbentuklah perkumpulan-perkumpulan
olahraga yang bersifat nasionalis. Misalnya PSSI didirikan untuk
menandingi NIVU yang didirikan oleh orang-orang Belanda. Juga Indonesia
Muda sebagai perkumpulan-perkumpulan putra-putri Indonesia telah memiliki
bagian olahraga sepakbola dan atletik. Pola ini kemudian berjangkit pula ke
dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya.
Berbagai
pertandingan dan perlombaan besar penyelenggaraanya dikaitkan dengan pasar
malam, misalnya di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, yang diadakan
sekali setahun. Suatu fenomena yang khas adalah adanya bagian sepakbola dari sandiwara
keliling. Di suatu kota di mana perkumpulan sandiwara itu mengadakan
pertunjukan, mereka juga mengadakan acara memperebutkan piala melawan
perkumpulan-perkumpulan sepakbola setempat.
4. Zaman
Jepang
Indonesia
diduduki Jepang selama tiga setengah tahun. Di sekolah-sekolah suatu pelajaran
olahraga diisi dengan senam pagi yang disebut Taisho, dan dilakukan
sebelum mulai belajar. Jam olahraga diisi secara bergiliran dengan baris-baris,
sumo (gulat cara Jepang), lari sambung membawa pasir dalam karung,
rebutan bendera yang dilaksanakan oleh antara-regu-regu yang terdiri dari dari
tiga orang. Permainan dan atletik semakin terdesak oleh olahraga Jepang, antara
Kendo yang dilakukan dengan tongkat bambu. Pelajaran olahraga di sekolah
terkenal dengan sebutan gerak badan.
5. Zaman
Merdeka
Walaupun
baru saja merdeka, dan sibuk menghadapi serangan-serangan balatentara Belanda
yang bersembunyi di bawah selimut sekutu masuk Indonesia, pemerintah RI telah
memberi perhatian kepada olahraga yang waktu itu masih dikenal dengan istilah gerak
badan. Ini terbukti dengan adanya saran tertulis dari Panitia Penyelidik
Pengajaran (Desember 1945) mengenai pendidikan dan pengajaran, diantaranya
mengenai gerak badan. Panitia menyatakan bahwa pendidikan baru lengkap kalau
ada pendidikan jasmani (istilah baru bagi gerak badan), sehingga tercapai suatu
harmoni (keselarasan).
Mereka juga
menyarankan adanya latihan militer untuk murid-murid SMT (SMA) dan
pelajar puteri melaksanakan pendidikan jasmani perlu diperhatikan nasehat
dokter. Bahan pelajaran sedapat-dapatnya di ambil dari khazanah permainan dan
kesenian nasional. Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani perlu pula memanfaatkan
musik (irama). Kepanduan dianggap perlu untuk dimasukkan ke dalam kurikulum.
Perlombaan perlu, tetapi perlu di cegah terjadinya alses-akses. Biaya
pelaksanaan pendidikan jasmani diberi oleh Pemerintah. Setiap sekolah perlu
dilengkapi dengan lapangan olahraga. Untuk secepatnya mampu melaksanakan
idea-idea diatas, perlu mengadakan kersus-kersus kilat untuk para guru.
Dari apa
yang telah terbaca di atas itu terlihat bahwa pemerintah RI zaman itu sudah
cukup luas pandangannya dan mendukung penuh pelaksanaan olahraga di sekolah.
Dalam
Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 yang menyatakan berlakunya Undang-Undang No.
4 tahun 1950 (RI) untuk seluruh wilayah Nusantara, maka peraturan lain menjadi
hapus. Undang-undang No. 4 tahun 1950 memuat tentang pendidikan jasmani dalam
Bab VI sebagai berikut : Pasal 9 : Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara
tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir dan batin, diberikan
pada segala jenis sekolah. Penjelasannya Pasal 9 itu adalah sebagai berikut : “Untuk melaksanakan maksud
daripada Bab II Pasal 3 tentang tujuan pendidikan dan pengajaran, maka
pendidikan dan pengajaran harus meliputi kesatuan rohani-jasmani.
Pertumbuhan
jiwa dan raga harus mendapat tuntunan yang menuju ke arah keselarasan, agar
tidak timbul penyebelahan ke arah intelektualisme atau ke arah perkuatan
badan saja. Perkataan keselarasan menjadi pedoman pula untuk menjaga agar pendidikan
jasmani tidak mengasingkan diri daripada pendidikan keseluruhan.
Pendidikan
jasmani merupakan usaha pula untuk membuat bangsa Indonesia sehat dan kuat
lahir batin. Oleh karena itu pendidikan jasmani berkewajiban juga memajukan dan
memelihara kesehatan badan, terutama dalam arti preventif, tapi juga secara
korektif.
Pendidikan
jasmani sebagai bagian daripada tuntunan terhadap pertumbuhan rohani-jasmani
dengan demikian tidak terbatas pada jam pelajaran yang diperuntukkan baginya
saja”. Sebagai perencana dan pengatur pendidikan jasmani di sekolah pada struktur
jawatan Pengajaran (salah satu dan 4 jawatan dalam Kementerian Pendidikan dan
Pengajaran) ada Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani. Untuk olahraga di masyarakat
(luar sekolah jawatan pendidika masyarakat ada urusan pendidikan jasmani).
Sekolah-sekolah
untuk mendidik guru pendidikan jasmani adalah SGPD dan akademi PD, di
samping itu ada kursus-kursus BI, kursus instruktur PD, kursus ulang PD. Di
propinsi-propinsi/daerah-daerah ada Inspeksi PD Daerah yang membina dan
mengawasi pelaksanaan PD di sekolah-sekolah. Pada tahun 1952 di Semarang dan
tahun 1953 di Surabaya telah dapat di selenggarakan perlombaan pelajar seluruh
Indonesia. Sayang bahwa hanya dapat berlangsung dua kali. Konon uang untuk
penyelenggaraan itu telah dialihkan ke pendirian sekolah-sekolah SGPD di
berbagai tempat di Indonesia.
Pada tahun
1961 dibentuklah Departemen Olahraga karena diperlukan badan yang lebih tinggi
kedudukannya untuk mengelola pendidikan jasmani dan olahraga yang sejak saat
itu dinyatakan menjadi satu dalam istilah olahraga. Jadi sejak saat itu tidak
ada lagi pembedaan di antara keduanya karena olahraga adalah istilah Indonesia
asli dan bukan terjemahan dari sport dan physical education. Sikap dan
sifat mendidik sudah otomatis tercakup dalam istilah olahraga.
Olahraga
menjadi sarana “nation building” dan kususnya untuk dipakai menggembleng
para pemuda untuk menjadi manusia-manusia Indonesia baru yang “berani
melihat dunia ini dengan muka yang terbuka, tegak, fisik kuat, mental kuat,
rohani kuat, jasmani kuat”. Menjadi olahragawan yang berprestasi tinggi sama harganya dengan di bidang
manapun di mana seseorang telah berprestasi tinggi pula : ilmu, keprajuritan,
keguruan dan sebagainya. Dedikasi, mempersembahkan hidup untuk
Indonesia, menjadi pendorong kuat untuk berprestasi tinggi sehingga menjujung
tinggi nama baik Indonesia.
Ini seirama
dengan persiapan-persiapan Asia Games IV yang akan diselenggarakan di
Indonesia. Olahraga di luar sekolah dipergiat melalui BATIDA-BATIDA dan
kemudian KOGOR-KOGOR untuk menyiapkan olahragawan-olahragawan yang
diperlombakan antar daerah untuk mampu membentuk team Indonesia yang tangguh
dalam Asia Games IV 1962. dan memang hasilnya sangat memuaskan. Belum
pernah Indonesia menggondol medali emas, perak dan perunggu sebanyak tahun 1962
itu.
Dalam masa
setelah peristiwa berdarah coup G 30 S/PKI Indonesia perlu memulihkan
diri secara total dari luka-luka yang telah di deritanya. Ekonomi dan pangan
menduduki prioritas tertinggi dalam program Pemerintah Orde Baru. Dengan
demikian olahraga yang telah menurun prioritasnya itu semakin parah keadaanya
dan prestasi yang tinggi hanya dicapai oleh olahragawan bekas TC Asian Games/GANEFO
saja. Peningkatan gairah dan sarana olahraga baru kelihatan setelah lewat satu PELITA.
Masyarakat
disadarkan bahwa Pemerintah tidak mungkin ditambah bebannya dengan pengurusan
olahraga secara sendirian, dan perlu adanya gerakan dalam masyarakat itu
sendiri yang kuat untuk memajukan olahraga. Maka timbullah sistem sponsor yang
sedikit-sedikit mulai mendorong kegiatan-kegiatan baru dalam olahraga. Nasib
yang sama di alami oleh olahraga di dalam sekolah. Direktorat Jenderal Olahraga
dan Pemuda tidak lagi mempunyai pengaruh di dalam sekolah-sekolah dan guru-guru
olahraga keadaanya seperti ayam kehilangan induknya. Di sekolah yang semakin
padat diisi dengan program-program pendidikan hal-hal baru, seperti
kependudukan, kesejateraan keluarga, masalah lingkungan, dan sebagainya.
Semakin memojokkan olahraga.
6. Gerakan
Olahraga
Kongres
olahraga yang pertama kali berlangsung dalam suasana Indonesia merdeka adalah
pada bulan Januari 1947 di Solo. Dalam kongres itu diputuskan untuk
membentuk satu wadah yang mengurusi olahraga, dan Pemerintah diminta untuk
meresmikannya. Wadah itu mendapat nama PORI, singkatan dari Persatuan
Olahraga Republik Indonesia. Pada malam peresmian PORI oleh Presiden
Soekarno dilantik pula suatu panitia yang akan menangani masalah hubungan
Olimpiade, bernama KORI : Komite Olimpiade Republik Indonesia, dan diketuai
oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Pembagian
kerja dalam PORI semua adalah sebagai berikut : Ada bagian-bagian sepakbola,
bola basket dan renang, atletik, bola keranjang penahan, tennis, bulutangkis,
pencak silat, serta gerak jalan. Keuangan PORI dan KORI di dapat dari subsidi
Pemerintahan yang disalurkan melalui Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Sewaktu di Tokyo
diselenggarakan Asian Games ke 3 (1958) Indonesia telah menawarkan diri untuk
menjadi tuan rumah Asian Games ke 4. Tawaran itu diterima sehingga segala
sesuatu perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak membuat malu bangsa dan
negara. Ada tiga hal yang perlu ditangani yaitu penyediaan fasilitas utntuk
pertandingan dan perkampungan olahragawan. Kedua adalah penyiapan team nasional
yang tangguh, dan ketiga panitia penyelenggara yang bijaksana serta memahami
seluk-beluk peraturan dan pengaturan yang bermutu Internasional.
Untuk itu
dibentuk Dewan Asia Games Indonesia (DAGI). Semua kegiatan organisasi
olahraga ditempatkan di bawah pimpinan dan pengawasan DAGI, sedangkan KOI
(Komite Olimpiade Indonesia, nama baru bagi KORI). Merupakan badan pembantu
Dewan, terutama dalam masalah organisasi dan administrasi. Sebagai tindak
lanjut DAGI menetapkan bahwa pimpinan sentral dilakukan oleh Komando Gerakan
Olahraga (KOGOR), dan di tiap propinsi dibangun Kantor Gerakan Olahraga yang selain
mencakup Badan Persiapan Team Indonesia Daerah (BATIDA) juga
mencakup KOI Daerah dan organisasi-organisasi olahraga lainnya. Keadaan diatas
itu tidak berlangsung lama, karena terus disusul oleh terbitnya Keputusan
Presiden No. 496/1961 yang memberi wewenang penuh untuk mengatur, mengawasi,
memimpin atau menyelenggarakan segala ketentuan dalam Keputusan Presiden nomor
79/1961, sehingga KOGOR kedudukannya semakin kokoh dalam pengelolaan dan
pembinaan olahraga.
Karena
olahraga oleh Pemerintah diberi arti yang luas dan dinyatakan sangat penting
untuk pembangunan bangsa, maka dengan Keputusan Presiden No. 131/1962
dibentuklah Departemen Olahraga. Selama ada Departemen yang mengelola Olahraga,
baik organisasi maupun prestasi olahraga terus meningkat. Ini terbukti dari
hasil yang dicapai dalam Asian Games ke 4 dan Games of the New Emerging
Foeces (GANEFO) yang pertama.
Setelah
usaha terkutuk G 30 S/PKI gagal untuk menguasai RI dan pemerintah Orde Baru
memegang tampuk pimpinan negara diadakan kriteria untuk menentukan prioritas
dalam segala hal yang perlu ditangani oleh Pemerintah, dan ekonomilah yang
mendapat priorutas tertinggi. Tidak berhubungan bahwa olahraga mengalami
kemunduran. Ini tidak berlangsung lama karena kalangan olahraga menyadari
sepenuhnya tugas berat Pemerintah untuk membangun negara dan bangsa, dan tidak
mungkin hanya mau menggantungkan diri kepada Pemerintah. Lalu diadakan
musyawarah antara induk-induk cabang olahraga (MUSORNAS), dan berhasil
dibentuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang dengan Keputusan
Presiden No. 57/1967 ditetapkan sebagai satu-satunya pembina gerakan olahraga.
KONI tunduk kepada kebijaksanaan umum Pemerintah dan wajib membantu Pemerintah
dalam perencanaan kebijaksanaan umum di bidang olahraga. Dalam badan baru (KONI)
ini KOI merupakan bagian yang khusus menangani hubungan dengan IOC dan gerakan
Olimpik. Ini sangat pragmatis, karena KOI sudah menjadi anggota IOC sejak
1952.
Di tahun
1970 dalam masyarakat timbul masalah profesionalisme, khususnya dalam tinju.
Pemerintah melalui PP no. 63/1971 mengatur pembinaan olahraga profesional
secara menyeluruh, tetapi pada waktu itu baru tinju yang menonjol
permasalahannya. Enam tahun kemudian masalah sepakbola profesional menjadi
perhatian khalayak ramai. Badan yang membina profesionalisme menjadi perhatian
khalayak ramai. Badan yang membina profesionalisme adalah BAPOPI (Badan Pembina
Olahraga Profesional Indonesia) sebagai pembantu Menteri P
dan K.
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Kumpulan Makalah Olahraga: Makalah Sejarah Olahraga Di Indonesia"
Post a Comment